Berangkat dari sebuah kegelisahan saya melihat berbagai persoalan mengenai hutan dan lingkungan di tanoh Gayo tercinta ini, saya berkali-kali merenung dan berfikir bagaimana caranya agar alam ini tetap terjaga untuk keberlangsungan hidup dan kemaslahatan kita bersama, saya dan khalayak banyak.
Sementara, tangan-tangan manusia terus berusaha merusaknya secara membabi buta, tanpa fikir, tanpa peduli ancaman yang kembali diberikan alam itu sendiri kepada kita. Alam memang diciptakan untuk kita, alam menyediakan kebutuhan hidup bagi kita, berkebun, bersawah, membangun rumah, dan lain-lainnya. Tetapi semua itu ada batasnya, semua semestinya cukuplah untuk sebatas hidup dan melangsungkan hidup sederhana tapi bermakna, bukan justru untuk menimbun kekayaan dengan merusaknya sehingga bagian daripada generasi manusia itu terampas oleh segelintir orang yang rakus saja, tanpa mau peduli.
Bahkan, ironisnya demi memenuhi nafsu segalintir orang, sebagian banyak orang menjadi korban, akibat dari perbuatannya dalam meronrong hutan di hulu sungai ratusan hektar lahan sawah terancam kekeringan, bahkan terancam kesulitan mendapatkan air bersih. Pembangunan yang semestinya menawarkan kesejahteraan rakyat kini menjelma sebagai malaikat maut yang siap meluluhlantakkan sumber kesejahteraan itu sendiri secara perlahan, tanpa disadari tapi pasti.
Lantas bagaimana mengatasi dan menghadapi itu semua. Ketika hukum positif tidak bertaring dalam mengawal pembangunan yang berkelanjutan dan ramah lingkungan, ketika pembalakan hutan terus-menerus dilakukan secara massal, ketika ilegal loging terus subur, perkebunan tanpa perencanaan. Hidup terus berlanjut, pendudukpun jimlahnya bertambah.
Karena itu, saya menceritakan kerasahan hati saya kepada bapak Dr. Jhoni MN, tokoh adat Gayo, bercerita soal bagaimana alam kembali terjaga, saya menemui beliau di rumahnya, pada Jum'at 7 April 2018, ba'da Ashar. Kebetulan beliau sedang meneliti bagaimana peran adat Gayo dalam menjaga hutan dan lingkungan.
Dalam adat Gayo, ada aturan adat yang mengatur soal tata ruang, pengelolaah hutan dan lingkungan, serta ada sanksi-sanksi adat yang bisa diberikan kepada siapa saja yang melanggar norma adat tersebut. Terbukti, ternyata masyarakat di perkampungan lebih patuh kepada hukum adat dari pada hukum positif yang berlaku, dan masyarakatpun lebih takut pada sanksi adat daripada hukum pidana, sehingga penerapan dan menjalankan hukum adat ini menjadi penting untuk kembali di lirik dalam menjaga hutan dan lingkungan.
Maka, menurut saya untuk kembali menegakkan adat maka perlu kiranya memberikan penguatan posisi lembaga-lembaga adat, dengan memberikan pengelolaan hutan kepada masyarakat adat, untuk mengatur dan menjaga hutan secara adat.
Pakar hukum adat asal Aceh, almarhum Teuku Djuned (2003), menyebutkan kewenangan dan hak-hak persekutuan masyarakat hukum itu adalah: (1) menjalankan sistem pemerintahan sendiri; (2) menguasai dan mengelola sumberdaya alam dalam wilayahnya terutama untuk kemanfaatan warganya; (3) bertindak ke dalam mengatur dan mengurus warga serta lingkungannya. Ke luar bertindak atas nama persekutuan sebagai badan hukum; (4) hak ikut serta dalam setiap transaksi yang menyangkut lingkungannya; (5) hak membentuk adat; (6) hak menyelenggarakan sejenis peradilan.
Sedangkan menurut Penjelasan Pasal 67 UU 41/1999 tentang Kehutanan, masyarakat hukum adat diakui keberadaannya, jika menurut kenyataannya memenuhi unsur antara lain: (1) masyarakatnya masih dalam bentuk paguyuban (rechtsgemeenschap); (2) ada kelembagaan dalam bentuk perangkat penguasa adatnya; (3) ada wilayah hukum adat yang jelas; (4) ada pranata dan perangkat hukum, khususnya peradilan adat, yang masih ditaati; dan (5) masih mengadakan pemungutan hasil hutan di wilayah hutan sekitarnya untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari.
Disini, kita memiliki struktur pemerintahan adat yakni; Mukim, atau kemukiman dimana mukim adalah lembaga adat yang terdiri dari wilayah pemerintahan meliputi beberapa kampung. Mestinya, pemerintah mendorong dan memberdayakan mukim sebagai lembaga adat untuk menjaga kelestarian hutan dan lingkungan, untuk itu mari kita dukung kedaulatan adat.
Setuju setuju dan setuju dengan tulisan @ferinote.
namun yang paling utama untuk dibenahi adalah pola pikir, terutama pemerintah daerah dan aparaturnya, karena banyak sekarang ini, kasus ilegal loging di backup oleh aparat pemerintahan itu sendiri. Hal ini yang harus dibenahi terlebih dahulu menurut saya, dan saya yakin masyarakat juga tidak setuju dengan hal ilegal loging ini, namun apa boleh buat, buah simala kama selalu hadir menjadi hidangan dalam sebuah keputusan.
Terima kasih @ferinote, semoga tulisan nya membawa perubahan untuk Gayo.
Betul pak, maka hukum adat itu penting, kalau hukum adat tegak aparat tidak berkutik, karena masyarakat langsung menjaga hutannya dan bisa memberikan sanksi adat pada siapapun yang menggarong hutan dan lingkungan mereka. 🙏
Mantap, mari kita terus mangampanyekan tentang pentingnya penyelamatan alam dan lingkungan @ferinote
Sipp bang..
@resteemator is a new bot casting votes for its followers. Follow @resteemator and vote this comment to increase your chance to be voted in the future!
Hello, I am the admin of the facebook group ''Steemit for Resteem'', please read our rules to post in the group : Steemit for Resteem Rules↕.