Di Bumi Syari'at Islam
Ibu pemetik Kopi, kerudung menjulur tubuhnya, anggun memancarkan aura keibuan, berbalut embun dipagi buta mentaripun riang gembira bersinar menerpa wajah indahnya, berbalut kain syar'i bersahaja pada Ilahi.
Lihatlah ibu pemetik kopi, jemarinya lembut menari diatas ranting-ranting kehidupan, mutiara merah ia sambut butir demi butir, dalam setiap gamitnya memetik kopi diiringi lantunan zikir, kecantikanya dari hati memancar keseluruh penjuru bumi.
Di Bumi Syari'at ini
Setiap hembus nafas adalah wujud syukur pada Ilahi, eksotis alam membentang wujud kuasa-Nya, ayunan ranting-ranting ikut memuja, bertakhmit pada Rabbnya, menanti alunan Adzan dari menara Masjid, tak lupa ibu kembali bersujud, mengamba pada penciptanya.
Lihatlah Ibu pemetik kopi
Saat iman mu mulai memudar, belajarlah pada ibu pemetik kopi di bumi bersyari'at Islam yang beradab, cantiknya begitu sempurna, memancar kepenjuru bumi, bersama kopi yang ia petik, mendamaikan bumi seisinya. Darinya kasih tersemai, dengan lantunan La Ilaha Ilallah..
Oleh: Feri Yanto
Tanoh Depet, Celala Aceh Tengah, 3 April 2018.
Puisi ini saya dedikasikan untuk ibu Sukmawati Soekarno Putri yang tidak tahu syari'at Islam.
Seharusnya di tambahkan bukan hanya pada ibu sukmawati tapi bagi generasi muslim juga yg tuli pada saat adzan berkumandang misalnya sperti saya dan seterusnya
Cocok bang, komentar abng sudah menambahkan hehe. ..berijin, terimakasih thankyou..
Nume ku kam ku contohen ku diriku sendiri mera aku pe pura pura gere ku penge azdan ni
Kite ni ke disne we bewene bng..