Ishak bin Tgk Cut Ben (88) dan istrinya Latifah (83) warga Desa Seumirah, Kecamatan Nisam Antara, Kabupaten Aceh Utara, Senin (17/9/2018). Pasangan ini menikah pada 22 April 1959, namun baru hari ini mencatatkan pernikahannya (isbat) bersama 52 pasangan lainnya dari empat desa yaitu Desa Seumirah, Alue Papeun, Darussalam dan Desa Alue Dua, Kecamatan Nisam Antara, Kabupaten Aceh Utara.
“Saya mendaftar haji 2013 dan perlu buku nikah agar bisa berangkat haji. Dari dulu saya tak pernah memiliki buku nikah, karena konflik zaman dulu sehingga tak bisa menikah di Kantor Urusan Agama (KUA),” sebutnya terbata-bata.
Keduanya pun tampak sumringah. Sepanjang pernikahan mereka, Ishak dan Latifah memiliki enam anak, 31 cucu dan 11 cicit.
Setelah prosesi isbat nikah disaksikan perwakilan dari Mahkamah Syairah, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Kantor Kementerian Agama, dan Kantor Urusan Agama (KUA) Nisam Antara, Ishak dan Latifah disambut anak dan cucunya.
“Alhamdulillah, saya bisa berhaji dan dokumen sudah lengkap mulai dari KTP, KK, buku nikah dan lain sebagainya,” sebutnya.
Sekretaris Eksekutif Relawan Perempuan untuk Kemanusiaan (RPuK), Leila Juari menyebutkan program istbat nikah itu bekerjasama dengan Kementerian Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) RI.
“Ini bagian kerja-kerja RPuK agar korban pelanggaran HAM mendapatkan akses pelayanan dasarnya paska konflik. RPuK mencoba memfasilitasi kepentingan masyarakat korban dan pemerintah yang menginginkan ketertiban administrasi dapat terwujud”, kata Leila.
Dia menyebutkan, RPuK mendorong agar seluruh pemerintah kabupaten/kota di Aceh membuat program pencatatan nikah untuk korban konflik. “Kalau tanpa buku nikah, mereka tak bisa mendapat layanan apa pun, mulai dari layanan kesehatan, pendidikan gratis, dan seluruhnya dari pemerintah. Kami harap, bupati/walikota paham soal ini,” pungkasnya.