https://ipfs.busy.org/ipfs/QmdyxGAfwrfDWFi8naTbug6KShZe9dVMbem93TgaW1oXVD Foto: @farizalm, Kampus Universitas Almuslim, Bireuen
Sahabat steemian...
Sore tadi, Sabtu (26/5/2018) Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Almuslim, Matanggumpangdua-Bireuen melaksanakan seminar deradikalisasi. Seminar tersebut mengetengahkan tema "memperkokoh lembaga pendidikan dan dayah dalam menangkan radikalisme dan terorisme di Indonesia.
https://ipfs.busy.org/ipfs/QmaCfRYbqXES6f5VF71gxT6dgisfW4RCpHv8HaXsPGj8wN
Seminar tersebut dilaksanakan di ruang aula FKIP Unimus, dihadiri oleh seratusan peserta dari kalangan mahasiswa Unimus, mahasiswa Unimal Lhokseumawe, akademisi unimus, dan beberapa guru. Hadir sebagai pemateri, Dr. Efendi Hasan, peneliti isu radikalisme Aceh dan juga wakil dekan Fisipol Unsyiah Banda Aceh.
Berikutnya Dr. Ahmad Fauzan, Lc., MA, dosen Politeknik Lhokseumawe, dan Tgk. Iswadi,S.Sos.I., M.Sos, Dosen IAIA Al Aziziyah Samalanga, Bireuen. Seminar yang berlangsung pukul 16.30 s.d. 18.30 WIB itu dimoderatori oleh Dr. Syarkani, M.Pd, yang juga dosen Unimus.
https://ipfs.busy.org/ipfs/QmXvqHRK6zZGsdm3AxEHYjKaGwnZEN5cT4KFKvUCM1MWtR Peserta nampak serius mengikuti materi
Setelah mengantar acara, Syarkani selaku moderator memberikan kesempatan pertama kepada Tgk. Iswadi, S.Sos.I., M.Sos untuk bicara. Iswadi dalam makalahnya menyampaikan bahwa radikalisme merupakan suatu paham yang dibuat oleh sekelompok orang yang menginginkan perubahan dan pembaharuan sosial dan politik secara drastis, dengan menggunakan cara-cara kekerasan.
Ia menambahkan, terorisme tidak mungkin dilahirkan dari sebuah agama tertentu. Karena setiap agama pasti tidak membawa ajaran kekerasan dan juga ujaran kebencian. "Setiap agama mengajarkan anti kekerasan, cinta dan kasih sayang. Terorisme direkatkan pada umat Islam khusunya pasca hancurnya WTC di Menhattam, Amerika Serikat. Pemikiran ekstrim dan radikal sebenarnya sudah ada pasca wafatnya rasulullah saw," lanjut Iswadi.
Menurutnya, munculnya terorisme dalam kalangan Islam, disebabkan oleh faktor internal dan eksternal. Secara internal diakibatkan oleh kurangnya pemahaman tentang agama itu sendiri. Sementara faktor eksternal dipengaruhi oleh banyak faktor. Salah satunya adalah pengaruh media sosial sebagai sarana penyebaran informasi yang mengarah pada wujud tindakal radikal.
https://ipfs.busy.org/ipfs/QmNYUYBetqvpePrfy26qJTouGG17hVyzZacop8DrEqXeKw Foto: @farizalm, Tgk Iswadi sedang menyampaikan materi
Untuk manangkal radikalisme dan tindakan terorisme yang sedang berkembang saat ini, lembaga pendidikan seperti sekolah dan dayah memegang peranan penting. "Dayah harus berperan dalam mengembalikan ummat kepada pendidikan agama, akhlah, dan tasawuf," ungkap Iswadi.
Adapun Dr. Ahmad Fauzan, Lc., MA selaku pembicara kedua tidak lagi bicara soal makna radikal dan radikalisme. Ia lebih banyak mengurai sejarah dan asal mula munculnya paham radikalisme dan prilaku radikal itu sendiri. Menurutnya kata radikal tidak ada dalam kamus bahasa arab atau Islam. Ia adalah produk politik.
"Kalau di Aceh saya kira prilaku radikal susah masuknya karena hampir setiap dayah/ pesantren di Aceh diajarkan tentang pemikiran Almaturidi dan Asy'ari. Pemikiran kedua tokoh ini diyakini bisa menangkal paham radikalisme tersebut," kata Fauzan.
Sementara Dr. Efendi Hasan, MA selaku pembicara penutup menyampaikan materi tentang peran lembaga pendidikan dalam manangkal paham radikalisme dan terorisme. Mengutip hasil penelitian LIPI, menurutnya,
di Indonesia pemikiran radikal sebenarnya sudah muncul di kalangan mahasiswa di perguruan-perguruan tinggi besar di pulau jawa. Namun hal tersebut hanya sebatas pada pemikiran. Tidak sampai pada sikap dan prilaku radikal.
Selain itu, Efendi juga mengupas beberapa kasus radikalisme yang pernah terjadi di Indonesia. Sebut saja kasus bom bunuh diri di Bali, bom hotel JW meriot di Jakarta, bom kedubes Australia di Jakarta, bom Thamrin, dan lain-lain hingga bom tiga gereja di surabaya yang terjadi baru-baru ini.
Karena itu, sekolah/ madrasah, dayah dan kampus, sebagai lembaga pendidikan harus menangkal isu radikalisme melalui beberapa hal berikut: Pertama, penerapan kurikulum yang berbasis deradikalisasi. Tujuannya adalah untuk memberikan pemahaman kepada mahasiswa tentang radikalisme dan dampak yang ditimbulkannya.
Kedua, pemantapan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945. Misalnya melalui penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) yang dulu gencar dilaksanakan di sekolah-sekolah dan kampus-kampus.
Ketiga, penerapan nilai-nilai religius melalui pelajaran Alquran hadis dan akidah akhlak di sekolah-sekokah/ madrasah. Sayangnya setelah pemberlakuan kurikulum K13 tidak ada lagi mata pelajaran tersebut. "Ini sangat disayangkan. Kenapa hal-hal baik tidak dipertahankan dalam proses pembelajaran," ujar Efendi.
https://ipfs.busy.org/ipfs/QmYQWvHW1yeWo31MSrcK6uqiXmKMSBRKMsKbrQiDDMyvQm Salah satu peserta sedang bertanya
Keempat, penguatan dasar kurikulum. Selama ini kurikulum sering kali mengalami peeubahan-perubahan dengan menghilangkan beberapa elemen kurikulum yang sebenarnya sudah baik. Perubahan kurikukum pendidikan di negara kita, biasanya sering sekali gonta-ganti. "Ganti pimpinan, ganti kurikulum," sebutnya.
Kelima, dalam proses pendidikan seorang guru harus menjadi suri teladan bagi peserta didiknya. Guru adalah sosok yang di gugu dan ditiru oleh murid-muridnya.
Keenam, perkembangan teknologi yang semakin canggih menuntut kita untuk mawas diri terhadap berbagai informasi yang masuk. "Setiap informasi yang masuk harus dipelajari dulu kebenaran dan keabsahannya. Jangan sesekali menyebarluaskan informasi sebelum jelas keberadannya," lanjut Efendi mengingatkan.
https://ipfs.busy.org/ipfs/QmTRG3wf1uQR5MQxHobZzTpEzgqmuDcsCopXCneBuVz6hA Penyerahan sertifikat kepada pemateri
Di akhir materi dibuka sesi tanya jawab. Para peserta terlihat sangat antusias mengajukan pertanyan yang kemudian dijawab oleh masing-masing pemateri secara bergiliran. Di akhir acara diskusi dilanjutkan dengan buka puasa bersama.
https://ipfs.busy.org/ipfs/QmR7frATyyqie9ENV4PJwJPz2wKjvZxFWv5NktVBNJf9UF
https://ipfs.busy.org/ipfs/QmVMo6YWDYXAKo32fKYoH2xGnPcutKK8VNw2mk9ZCtyofU
https://ipfs.busy.org/ipfs/QmcxpJ9z5ikj2gUux9vYVTwz7Z1kWqZ2VdpzAHTzB4Pyym
Foto: Panitia, Buka puasa bersama
Demikian sahabat steemian sedikit informasi yang dapat saya sampaikan. Semoga bermanfaat.
Salam,
@farizalm
Cukop saket, tuwe lon. Lon pike singeh. Padahai ka lon siapkan pertanyaan keu Iswadi Arsyad😁
Oma,lon pih tuwoe lon hibungi.krn bunoe ka teulat lon jak.teungeut.
Kiban cara dile ban lheuh meudaftar nomor 20 kalupa hadir...hahahaha.
Nyan payah ta replay kembali sebagai pembicara @tinmiswary agar tak lupa hadir.
Nyankeuhnyan, salah kalen tanggai, buleun puasa memang kayem tuwe muwe, haha
Beutoi bang @danisyarkani.tgk @tinmiswary payah ta "culik" untuk bri ilme keu tanyoe masalah menukis
Informasi yang sangat bermanfaat, terimakasih atas postingan yang anda bagikan @farizalm
Terima kasih @ghaisan. Sepertinya lana sudah Anda tak mengudara. Ada apa gerangan?
Pesertanya rame yang anggota FAMe sepertinya ya
Ada sebagian kak @ijas.jaswar
Seulamat
Slamat kembali bang @dedycado.trimakasih