PERANG adalah politik dengan pertumpahan darah”
(Mao Zedong/ Mao Tse-Tung)
Sahabat steemian...
Sore ini sayang akan berbagi informasi tentang sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang bantuan hukum. Berkedudukan di Kota Lhokseumawe, Aceh. Suatu daerah yang menjadi basis Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dulu. Lembaga yang lahir pada masa konflik Aceh ini sedang berulang tahun yang ke-19.
Tepat yanggal 21 Mei 2018 lalu, Lembaga Bantua Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK) Aceh genap berusia 19 tahun. Usia yang terbilang tidak lagi muda bagi sebuah lembaga -- Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)-- nirlaba yang bergerak di bidang bantuan hukum, khususnya bagi perempuan korban kekerasan di Aceh. Di mana banyak lembaga lain yang seusia dengannya sudah tidak “bernafas” lagi.
LBH APIK Aceh lahir sebagai salah satu alternatif solusi atas realitas konflik Aceh yang berkepanjangan dan telah menyisakan para korban, terutama perempuan.
Faktor terkait lainnya adalah, adanya eksploitasi terhadap sumber daya perempuan, penghancuran secara struktural dalam aspek hukum, politik, ekonomi, sosial dan budaya serta mengakarnya budaya patriarkhi di tengah-tengah masyarakat. Kondisi ini menjadi faktor yang diyakini berujung pada ketidakseimbangan relasi antara laki-laki dan perempuan.
LBH APIK Aceh didirikan oleh delapan orang aktivis perempuan Aceh yang pada umumnya berprofesi sebagai pengacara. Sejak 28 Juni 1999, LBH APIK Aceh secara resmi telah menjadi Yayasan LBH APIK Aceh berdasarkan Akta Notaris Siti Maryam Lubis, SH., No. 9,-. Yayasan ini memiliki struktur organisasi, statuta, dan deskripsi pekerjaan, sehingga pelaksanaan mandat dan tugasnya lebih terarah dan memudahkan pengawasan program serta pengelolaan organisasi.
Sahabat steemian...
Dalam pelaksanaan operasionalnya, lembaga ini mempunyai tiga divisi utama, yaitu divisi pelayanan hukum, dan divisi pendidikan dan kajian publik serta divisi informasi dan dokumentasi. Masing-masing divisi tersebut dikoordinir oleh seorang koordinator divisi.
Pertama, Divisi Pelayanan Hukum (DPH). Divisi ini melakukan kegiatan berupa konsultasi, pembelaan, pendampingan hukum baik di dalam ataupun di luar pengadilan bagi perempuan, khususnya perempuan korban kekerasan yang lemah secara politik, ekonomi, sosial dan budaya.
Kedua, Divisi Pendidikan dan Kajian Publik (DPKP). Divisi ini bertugas melakukan kegiatan berupa pendidikan dan penyadaran publik tentang hak-hak perempuan. Tujuannya adalah untuk merubah pola pikir yang melahirkan perubahan tindakan/ prilaku masyarakat dan atau aparat penegak hukum, sosialisasi dan advokasi sehingga terciptanya kebijakan dan sistem hukum yang adil dan berperspektif perempuan. Di samping itu juga melakukan pendidikan khusus untuk mempersiapkan kapasitas paralegal/ paralegal komunitas di wilayah kerja LBH APIK Aceh, sehingga mampu melakukan pendampingan hukum terhadap perempuan korban.
Workshop pendidikan publik untuk penyelesaian sengketa bersama tokoh agama dan tokoh adat di Bener Meriah
Ketiga, Divisi Informasi dan Dokumentasi (DID). Divisi ini diberi tugas untuk melakukan kegiatan-kegiatan berupa pengumpulan, pengolahan, penyimpanan, dan penyebaran data dan informasi yang berkaitan dengan kasus dan penanganan kekerasan terhadap perempuan. Tujuannya adalah untuk membantu kepentingan advokasi terhadap hak-hak perempuan.
Kegiatan nasional penyusunan catatan tahunan kekerasan terhadap perempaun di Bali dan Semarang, tahun 2015
Sahabat steemian...
Sebagai sebuah lembaga yang memberikan pelayanan terhadap masyarakat, dalam perkembangannya Yayasan LBH APIK Aceh pada bulan September 2003 lalu telah melaksanakan Musyawarah Umum Anggota Perkumpulan (MUAP) pertama (I). Dalam musyawarah tersebut telah disepakati beberapa perubahan yang terjadi dalam tubuh lembaga, di antaranya perubahan bentuk lembaga dari yayasan LBH APIK Aceh menjadi perkumpulan LBH APIK Aceh.
Hal ini berdasarkan pertimbangan bahwa yayasan dianggap tidak lagi dapat memberi ruang untuk proses demokratisasi dengan mengacu pada Undang-undang yayasan yang baru. Perubahan bentuk tersebut sejak 31 Januari 2004 telah dinyatakan secara resmi berdasarkan Akta Notaris Nasrullah, SH., No. 141,-.
LBH APIK Aceh memiliki “Mendorong terwujudnya sistem hukum yang tidak diskriminatif terhadap perempuan dan terciptanya kondisi kehidupan yang berkeadilan bagi perempuan dalam bermasyarakat dan bernegara”.
Visi tersebut akan diupayakan diwujudkan dengan beberapa misi, di antaranya: Pertama, mengembangkan kesadaran publik akan Hak Azasi Perempuan adalah Hak Azasi Manusia; Kedua, membangun jaringan kerja untuk memperjuangkan Hak Azasi Manusia dengan fokus pada Hak Azasi Perempuan; Ketiga, mendorong terjadinya pembaharuan nilai, kebijakan dan praktek bermasyarakat dan bernegara yang berkeadilan gender.
Dalam menjalankan misinya, LBH APIK Aceh menganut nilai-nilai berikut: (1) Keadilan gender: menghargai pola relasi yang adil antara laki-laki dan perempuan; (2) Keadilan sosial: menghargai pola relasi yang adil antar golongan dan generasi; (3) Demokrasi: dalam segala tindakan membuka ruang partisipasi dan saling menghargai, memberi kesempatan yang sama dalam mengeluarkan pendapat dan dalam proses pengambilan keputusan; (4) Pluralisme: mengakui dan menghargai perbedaan-perbedaan agama, jenis kelamin, suku, ras, status sosial dan ekonomi, pendidikan serta politik;
Selanjutnya (5) Nondiskriminasi: tidak melakukan pembedaan perlakuan atas dasar agama, jenis kelamin, suku, ras, status sosial dan ekonomi, pendidikan serta politik; (6) Anti kekerasan: tidak melakukan dan tidak mentolerir terjadinya kekerasan; (7) Transparansi dan akuntabilitas: keterbukaan dan pertanggungjawaban dalam setiap tindakan yang dilakukan; (8) Solidaritas: mengutamakan kerjasama dalam mendorong perubahan; dan (9) Imparsial: berpihak pada nilai-nilai kebenaran.
Sahabat steemian...
Dalam perjuangan selama lebih kurang 19 tahun itu, tujuh tahun saya berada di dalamnya, sejak 2005 - 2009. Meskipun saya hanya bekerja paruh waktu karena ada tugas di lembaga lain. Pertama sekali saya aktif di LBH APIK Aceh pada Januari tahun 2005. Saat itu, Aceh baru saja dilanda musibah mahadahsyad yaitu gempa bumi dan tsunami. Musibah yang meluluhlantakkan sebagian besar Aceh.
Pertengahan tahun 2009, saya minta izin untuk melanjutkan pendidikan S2 ke kampus Unsyiah di Banda Aceh. Selesai pendidikan pascasarjana pada tahun 2014, saya kembali lagi membantu divisi informasi dan dokumentasi. Masih dengan jam kerja paruh waktu. Selain itu saya juga berperan sebagai notulen (pembuat notula) pada kegiatan-kegiatan seminar, diskusi, dan pelatihan-pelatihan yang dilaksanakan LBH APIK Aceh dan beberapa lembaga lain. Baik di tingkat lokal kabupaten, provinsi maupun nasional. Posisi ini saya jalani hingga Juni 2018 lalu.
Oya, saat pertama kali bergabung di LBH APIK Aceh, saya dipercaya sebagai staf pada divisi pendidikan dan kajian publik, hingga pertengahan tahun 2007. Selanjutnya saya pindah ke divisi informasi dan dokumentasi, khususnya mengelola data kasus kekerasan terhadap perempuan. Juga ikut membantu membuat laporan tahunan LBH APIK Aceh. Menjadi salah satu kontributor data kasus kekerasan terhadap perempuan di Aceh untuk disampaikan ke Komisi Nasional Anti kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan).
Menurut pengamatan saya, selama ini LBH APIK Aceh dalam aktif memberikan layanan kepada perempuan dan anak korban kekerasa, pendidikan paralegal komunitas dan ikut menyumbang data dan informasi dengan berbagai lembaga, baik pemerintah maupun non pemerintah dalam upaya melakukan advokasi kepada perempuan. Lembaga ini juga aktif mengampayekan “stop kekerasan terhadap perempuan” melalui berbagai cara dan media.
Sahabat steemian...
Apa yang sudah-sedang dilakukan dan diperjuangkan LBH APIK Aceh selama ini sangat membantu para perempuan korban. Juga berdampak pada peningkatan pemahaman sebagian masyarakat luas, terutama yang terimbas dari proses layanan yang diberikan lembaga ini.
Namun di usia yang menjelang 20-an tahun ini, menurut saya LBH APIK Aceh saatnya merubah strategi perjuangan. Tidak lagi berperan sebagai “pemadam kebakaran” atas berbagai kasus kekerasan terhadap perempuan yang tidak berhenti terjadi. Peran itu biarkan diambil pihak lain. Sementara LBH APIK Aceh hendaknya menjadi “pembuat jalan” menuju suasana negari yang berkeadilan.
Mengingat pemilihan kepala daerah (pilkada) dan pemilihan legislatif (pileg) tahun 2018 dan 2019 sudah di depan mata. Maka saya mengajak kawan-kawan aktivis perempuan untuk ambil bagian dari moment ini. Mari untuk ubah strategi!
Jika dulu kita ini asyik “berperang” dalam malayani masyarakat perempuan korban kekerasan, maka sekarang saatnya “berpolitik” dengan terlibat langsung melahirkan instrumen hukum yang kemudian digunakan oleh berbagai lembaga peradilan yang ada.
Akhirnya, Saya @farizalm mengucapkan:
SELAMAT ULANG TAHUN KE-19 LBH APIK ACEH
(21 MEI 1999 – 21 MEI 2018)
Semoga di usia yang hampir dua dasawarsa penuh ini lembaga ini masih tetap konsisten dengan perjuangannya –namun strategi sebaiknya diubah--, dalam rangka mencapai visi, misi, dan nilai-nilai yang dianut selama ini. Kawan, perjalanan perjuangan untuk penegakan hak-hak asasi perempuan sebagai hak asasi manusia belum usai. Pemenuhan hak-hak perempuan korban kekerasan juga belum kesampaian. Karena itu kawan-kawan, teruslah berjuang, berjuang, dan terus berjuang, hingga sebuah negeri yang berkeadilan terwujudkan.
Demikian sahabat steemian. Semoga bermanfaat.
Salam Anti Kekerasan,
@farizalm
Saya suka dengan Postingan kamu @farizalm
saya telah upvote
semangat terus dalam membuat konten menarik dan teruslah berkarya!
Saling membantu dan berbagi informasi !
Terima kasih @andylsyahputra. Kita saling menyemangati untuk sesuatu yang baik
Selamat berulang tahun LBH APIK kiprahmu selalu dinantikan oleh kaum perempuan Aceh.
Terimakasih atas pengabdian dan kepedulian mu terhadap kaum perempuan.
Trimakasih bang @danisyarkani atas ucapannya. Semoga keadilan akan hadir di bumi tercinta
Kekerasan terkadang merusak keadilan, tapi kekerasan juga mampu menegakkan keadilan.
Ibarah mata pisau, semoga penggunaanya tepat. Tidak dipegang anak2 yang belum paham manfatnya