Angin berdesir kencang, menyelinap ke celah tirai jendela dan memasuki kamar dengan cat dinding warna biru. Nampak Nadia tengah termangu di depan layar pipihnya yang tengah menyala, tetapi tidak ada kegiatan. Gadis tersebut terpekur, sembari memainkan tumpukan kertas yang ada di hadapannya.
“Sampai kapan kamu akan begini, Nad?” suara tersebut membuyarkan lamunanya.
“Kamu, Ra. Masuk kamar orang kog tidak permisi? Ia kalau aku, _”
“Kalau kamu apa?” Timpal Rara sambil mendengus kesal. “bahkan aku sudah mengetuk pintumu berkali-kali, tetapi kau pun tak mendengar.”
Rara mendekat, sembari menepuk bahu karibnya tersebut. Ada rasa iba atas apa yang menimpa pada Nadia menjelang hari pernikahannya. Senja itu benar-benar meninggalkan luka yang mendalam. Senja yang merenggut nayawa kekasihnya. Danar. Karena motor yang ditumpanginya menabrak gerdu perbatas jalan saat hendak mengantar Nadia ke salon. Padahal, hari itu adalah satu bulan menjelang pernikahan mereka. Namun siapa sangka, di hari tersebut harapan yang selama ini mereka rajut justru sia-sia. Busana pengantin, katering, jadwal bulan madu, sirna bak air yang menguap begitu saja.
“Nanti jangan telat yah, antar aku pukul 15.00 , karena salon itu antri dan aku harus sampai di tempat pesta pukul 17.00,” ucap Nadia pada kekasihnya.
Jam dinding menunjukan pukul 15.10 pertanda sepuluh menit telah melewati waktu yang ditentukan. Danar memacu kencang kendaraan roda besi yang ia tumpangi menuju rumah kekasih yang dicintainya. Sedangkan di belahan lain , Nadia dengan cemas mondar mandir menanti kadatangan Danar untuk mengantarnya ke salon.
“Kemana saja sih? Disuruh jemput pukul 15.00, sampe sam segini juga belum sampai? Awas kalau ketemu nanti.”
Source
“Maafkan aku telat, Sayang? Soalnya tadi ada sedikit urusan,” tutur pria yang turun dari kendaraanya dan memasang senyum semanis mungkin. Namun, sang gadis pujaan tetap dingin tak bereaksi, justru segera menyambar helm yang berada di jok belakang dan membonceng motornya.
“Ayo berangkat sekarang! Sudah telat ini.”
Tanpa menunggu kemarahan yang berikutnya, Danar segera menghidupkan mesin kendaraannya. Sesuai ke arah yang diinginkan gadisnya tersebut. Menuju ke sebuah salon yang kerap dikunjungi Nadia, yang berada di tengah kota. Salon tersebut memang cukup terkenal di kalangan perempuan pecinta trend kecantikan.
“Kamu masih marah, Sayang. Maafkan aku yah kalau selama ini sering membuatmu kesal dan kurang senang,” tutur Danar di antara deru angin perjalanan.
“Aku kan suruh agak awal datang, ini malah telat. Belum lagi di salonnya antri, terus aku harus ke pesta jam berapa?――”
“Ia. Aku tahu. Tapikan semua tidak kusengaja, Sayang. Kamu boleh menghukumku apa saja, tetapi kumohon maafkanlah kesalahanku kali ini, karena aku janji tidak akan mengulanginya lagi.”
Nadia tetap bergeming, seolah tak ia tak mendengar ucapan maaf dari kekasihnya tersebut.
Dan permintaan maaf itu merupakan kalimat terakhir dari Danar, karena tiba-tiba dari arah yang berlawanan, muncul mobil teronton yang tengah kehilangan kendali. Mobil itu hampir menyeruduk kendaraan yang tengah dinaiki Nadia dan Danar. Berniat menghindar, ia justru menabrak tugu pembatas jalan raya, karena kurang keseimbangan saat mengaendarai motor karena terlalu lelah.
“Brakkkk!..."
Tabrakan itu tak dapat dielakan. Darah sengar membuncah deras, membasahi kemeja putih yang dikenakan pemuda tampan yang satu bulan lagi akan menyongsong hari bahagia di atas pelaminan. Danar mengembuskan nafas terakhirnya di perjalanan saat menuju rumah sakit. Sedangkan pada saat kecelakaan tersebut Nadia juga mengalami luka serius dan tak sadarkan diri, sehingga ia tidak mengetahui saat-saat terakhir bersama kekasihnya tersebut. Hanya ucapan maaf yang ia ucapakan. Dan itu merupakan salam perpisahan.
Source
Kini Nadia hanya bisa merenungi semuanya, mengeja setiap cinta melalui aksara yang ia pahat dengan sisa-sisa kenangan dalam kebersamaan. Andaikan saja ia tidak egois, andaiakan saja ia tidak memaksa Danar untuk mengantar. Mungkin senja ini ia takkan sendiri. Meratapi diri di dalam sunyi.
Terima kasih sudah membaca kisah ini. Terkadang seseorang masih memilih sendiri, karena ia masih ingin mengenang bagian kehidupan yang telah hilang.
Taiwan, 6 Juni 2018
Salam Hangat
@ettydiallova
Senja di ujung cinta....
beginilah cinta deritanya tiada akhir (Tju Patkai)
Cinta yang bisa memberikan kekuatan Mas @happyphoenix.
Dan tangguh menghadapi kegidupan😊
Akhir kisah cinta yang tragis...
Hikssss😢
itulah mengapa terkadang seseorang senang dalam kesendirian Mba @dyslexicmom. Sebab ia masih ingin mengenang bagian dari kehidupan yan telah pergi.
Terima kasih berkenan membaca Mba😊
Pasti sangat sulit untuk bangkit dan sembuh dari pesakitan itu, sebuah rasa dan asa yang hilang😥.
Benar Kak @yuslindwi.
Separuh hati yang pergi, menyisakan nyeri yang sulit ditanggulangi.
Terima kasih sdh bersedia membaca kak..😊
Like story which based from true story...
Atau sekedar curhatan?
Almost true of story...
..
Oh ih uh eh ah...
Abis sahur yah,.
kepedesan😉
Itu lagi ngelatih vokal... :v
Awalnya pasti akan sulit, namun jika kita mau keluar dari zona pesakitan itu akan mudah melupakannya, sulit karena terus mengurung diri dan meratapinya.
Tetap saja membekas di dalam angan @masbudy94.
3 tahun sudah peristiwa ini berlalu, tetapi maih lekang dlm ingatan.
Penuh haru..
Penuh piluuuu
Bang @imam03...
hikss
Hehee 😊😊😁
SENJA ITU LUKA 😢
Iya Mba.
SENJA PENUH JELAGA😢
Mengiris hati, betapa tak terbaca apa yang tersirat dalam takdir.
Benar sekali @bundaumy.
Hanya Yang Kuasa, maha mengerti segalanya.
Wow faksi. Fakta dan fiksi.
Semoga sudah mulai sembuh lukanya
Berkat Steemit Mba @cicisw
Sedikit demi sedikit kian membaik😊
Terdiam sesaat setelah membaca sambil ngatur nafas nahan sedih. huhuhuhu sudah lama tidak baca tulisan seperti ini. Mungkin karena saya kebanyakan baca instastory hmmm.
Salam kenal dari Pekanbaru mbak :)