Senja mulai tenggelam dengan langit yang mulai menampakkan gelapnya malam. Aku berdiri di jendela kamarku sambil memandangi lautan yang luas. Sejenak kuberpikir perkataan kak Randy tadi pagi tentang pertukaran pelajar Indonesia-luar negeri.
“Belajar di Saudi itu luar biasa loh. Kamu coba daftar aja, paling testnya Cuma dua kali. Gak usah takut sama anak-anak orang kaya itu. Aku yakin, dengan otak encermu itu, pasti bakalan lulus. Percaya sama aku dong. Purnama! Kamu pasti bisa! Coba aja!”. Kata-kata kak Randy masih terngiang-ngiang di telingaku.
Kulirik jam beker di atas nakas kamarku yang menunjukkan pukul 18:30, sayup-sayup suara azan magrib terdengar dari mesjid di kampungku, suara merdu yang mengajak hamba-hamba Allah untuk sujud kepada-Nya, masuk ke telingaku, kucerna dengan otakku dan kulafazkan dengan lidahku. Allahuakbar..Allahuakbar.”
Purnama Ayunda. Itulah namaku, memang simple, tapi nama itu telah mengharumkan nama keluarga dan sekolahku. Siapa sangka bahwa anak dari seorang petani sepertiku berhasil menang dari medan perang otak di kantor tempat dimana test pertukaran pelajar dilansungkan. Luar biasa bukan? Tapi pada saat penentuan negara manakah aku dikirim? Disitulah aku sangat cemas, aku berharap sekali kalau Saudi Arabia adalah tempat dimana aku bisa menuntu ilmu. Saudi Arabia adalah tempat para nabi, dan juga tempat para ulama menuntut ilmu sekaligus berdakwah. Aku benar-benar terinspirasi dengan tokoh-tokoh pejuang islam seperti keempat imam mazhab. Saudi Arabia.. tunggu aku!
Pagi-pagi sekali setelah shalat subuh, aku lansung bersiap-siap untuk berangkat ke kantor tersebut guna melihat hasil test. 101,120,103,128,129. “129!”.
Aku sudah mencari nomor urutku hampir ke lembaran keempat. Akhirnya dapat juga. Saat kugeser jari telunjukku ke nomor urutku. “Amerika Serikat”.Wow!, aku tidak tahu harus gimana, disatu sisi aku sedikit kecewa karena tidak dapat belajar di negeri para nabi. Tapi disisi lain, Amerika adalah negara super power, hanya orang-orang hebat dan punya uang saja yang dapat belajar di negeri Paman Sam. Dan itu hal yang luar biasa. Aku akan mengikuti skenario Allah. Aku yakin, semua ini sudah diatur oleh-Nya. Aku yakin bahwa aku akan sukses, aku pasti bisa menaikkan martabat orang tuaku di masyarakat. Aku yakin.”Man jadda wa jadaa”.
Keesokan harinya. Aku pergi ke sekolah. Tapi tidak seperti biasanya niatku yang ingin belajar, melainkan hanya untuk mengurus semua keperluan keberangkatanku ke Amerika 2 minggu lagi. Aku berada di kelas unggulan XII IPA 1 dan di semester 2 ini, aku akan belajar di negeri orang selama 4 bulan. Setelah itu, kembali lagi ke SMAku untuk menngikuti try out dan UN. Akan tetapi, aku masih bingung, apakah aku bisa melanjutkan kuliah? Orang tuaku memang tidak sanggup membiayaiku. Tapi aku akan cari solusi tentang masalah ini, semangat Purnama!!
Para pertukaran pelajar mengikuti pelatihan dan beberapa pengujian termasuk uji kesehatan. Kami terdiri dari 15 orang yang akan disebar ke berbagai negara terkenal di penjuru dunia. Oh senangnya hatiku, selesai sudah penderitaanku selama ini menjadi orang yang dikucilkan oleh masyarakat karena latar belakang keluarga yg kurang mampu, dan akan kubuktikan bahwa orang miskin sepertiku juga bisa sukses. Itu isi pikiranku pada saat itu, tapi, apakah nasibku akan semudah yang kubayangkan? Seperti apakah rasanya hidup di Amerika? Kita lihat saja nanti! Dan di sinilah kisah perjuanganku di mulai.
bersambung....
Karangan #iklima
Sebuah cerita terinspirasi generasi pembawa pencerahan bagi anak negeri. Latar belakang profesi orang tua bukanlah patokan untuk keberhasilan seorang anak, namun yang terlebih penting keinginan dan semangat yang besar dalam jiwa yang sangat menentukan sebuah keberhasilan.
Postingan yang sangat termotivasi, selamat terus berkarya dan salam sukses @edumat-steemit.
terima kasih bapak, mohon dukungannya