Setelah menunggu sekitar satu minggu, akhirnya novel Kura-kura Berjanggut karya Bang Azhari Aiyub, tiba di tanganku. Sebelumnya, tanggal 29 Mei di Aula Dinas Arsip dan Perpustakaan Aceh, aku menghadiri kelas FAMe (@forumacehmenulis) ke-43 yang hari itu juga membahas proses kreatif novel Kura-kura Berjanggut (KB) ini.
Aku masih ingat bagaimana ketika mikrofon berpindah dari Pak @yarmen-dinamika ke Bang Azhari Aiyub, ia langsung mengusap rambutnya dan memulai dengan kata-kata seperti ini, “Hm... bagaimana, ya? Saya juga tidak tahu harus memulai dari mana. Kalau dikatakan kali ini ingin menceritakan tentang novel Kura-kura Berjanggut, rasanya saya sudah mual. Sebenarnya selama sebulan ini saya ingin jauh-jauh dulu dari buku ini. Kepala saya masih terasa penuh sekali.” Sambil menggeser novel yang beratnya mungkin mencapai 1 kg, tebal halamannya saja 956, tidak termasuk halaman ucapan terima kasih dari penulis.
Bang Azhari bercerita, bagaimana seluruh tokoh-tokoh yang ada, belum sepenuhnya enyah dari kepalanya. Keseluruhannya minta dilayani, diajak bicara dan dipenuhi maunya. Bang @hermanrn dalam tanggapannya di diskusi hari itu, menyatakan bahwa belum pernah ditemuinya penulis yang memberikan kebebasan sepenuh ini pada tokoh-tokoh di novelnya. Mereka hidup dan berbuat sesukanya, penulis hanya memenuhi tugasnya menyelesaikan cerita sesuai dengan karakter dan alur yang diciptakan oleh tokoh-tokoh tersebut.
Barangkali ini pula yang membuat jerat erat saat pertama kali aku membuka halaman awal dan masuk ke dalam cerita yang berseting di Lamuri abad keenam belas ini. Novel yang kaya akan wawasan dan diksi maritim ini terus-terusan minta dituntaskan. Terkadang aku tak tahan akan magisnya yang terus memerangkap rasa ingin tahuku. Dalam dua hari ini aku jadi terburu mengerjakan urusan domestik, tak ada tenangnya. Bagaimana cara berberes ini agar praktis dan kalau bisa disulap saja, tinggal mengucapkan hocus pocus atau abrakadabra rumah menjadi beres dan kain-kain tersetrika rapi, karena aku telah menyaksikan dua pasang mata kelelahan dan penuh kecemasan yang baru saja keluar dari lambung kapal. Mata Ramla dan Kamaria. Dua perempuan Abesy yang menarikku ke dalam lorong waktu Buku si Ujud dan berjumpa kembali negeri-negeri Selat Malaka abad ke-16.
Novel ini mengingatkanku pada intrik dan kebulusan dalam tokoh-tokoh Taj Mahal, Kisah Cinta Abadi karya John Shors yang kubaca sebelas tahun silam. Rasa khawatir dan was-was yang mencekam dan penasaran yang merajam. Dalam dua hari aku baru bisa menyelesaikan 75 halaman tanpa terasa. Dengan perjuangan mencuri-curi waktu di antara bermain bersama anak-anak, membereskan rumah, menjalankan wajibat insan, dan mengedit naskah.
Novel yang mulai ditulis pada pertengahan 2006 ini sebenarnya idenya sudah tercetus sebelum tsunami meluluhlantakkan Aceh 2004, dengan diskusi panjang dan riset yang melelahkan dan mungkin nyaris membuat sedeng, akhirnya selesai pada 2018. Tidak rutin ditulis dengan target berapa halaman dalam seminggu atau sebulan, tapi Bang Azhari dengan ketekunan dan konsistensinya yang tinggi mampu menghadirkan karya yang luar biasa ini. Siapa yang tak tercengang dengan bilangan 12 tahun dalam menyelesaikan sebuah novel?
Dalam 75 halaman, aku baru saja bertemu Si Ujud, Kamaria, Jean si Pemanggang, Anak Haram Lamuri, Ramla, dan masih banyak tokoh lainnya yang mulai bermunculan satu per satu. Belum lagi kelompok pelawak yang disinyalir adalah kelompok perompak rahasia Kura-kura Berjanggut. Ya, judul novel ini diambil dari nama kelompok perompak yang berambisi menghabisi Sultan Lamuri. Awal tercetus nama KB dari sahabat Bang Azhari, Nezar Patria yang menyebutnya dalam sebuah obrolan telepon mereka.
Disunting oleh sastrawan Yusi Avianto Pareanom, karya Bang Azhari Aiyub ini tentu sudah melalui tahapan dan tempaan yang luar biasa ketatnya. Hal yang paling berbeda dirasakan penulis setelah menyelesaikan buku ini adalah bisa berpergian tanpa membawa laptopnya ke mana pun. Sebelumnya, Bang Azhari selalu membawa serta draft novelnya ini dan berasumsi akan duduk di sebuah tempat yang tenang dan melanjutkan menulis, walau pada akhirnya tidak satu baris pun lanjutan cerita ia tuliskan, tapi ke mana pun pergi, ia membawa-bawa laptopnya. Tidak terbayangkan olehku beratnya hari-hari semacam itu. Menghabiskan waktu meriset dan mempelajari sejarah maritim Indonesia, apa itu bajak laut dan perompakan, dunia Hindia Belanda dan Prancis, lada, Filipina, hingga dunia filsuf.
Dalam novel KB ini kita juga diberikan sajian kemewahan diksi baru. Bang Azhari mengatakan ia bahkan memiliki kamus khusus selama menyelesaikan novel KB, semacam kamus maritim tentang dunia kelautan dan juga membaca-baca mengenai perompak dan istilah-istilahnya. Tentu saja juga berasal dari kekayaan diksi dan wawasan penulis itu sendiri.
Akhirnya, dengan sedikit terburu, aku juga ingin menuntaskan tulisan ini dan melanjutkan membaca KB. Sebab membaca saja sudah membuat penuh dan diksi menohok-nohok kepala, kurasa aku harus rehat dengan menulis sejenak. Sebab aku tak sekuat Bang Azhari Aiyub, kalau ia bilang kepalanya penuh, maka kepalaku bisa pecah, meletus, terburai-burai isinya, dan tumpah ruah. Angkat topi buat Bang Azhari Aiyub dengan karyanya yang luar biasa!
photo credit: @fardelynhacky
Penasaran dengan novel ini tapi masih dalam proses PO, luar biasa tegangnya hari-hari bang Azhari Ayyub yang penuh dengan ide dan beratnya laptop beserta kamus. Pingin cepat membersamai si KB
Selamat menunggu, Kak @rahmayn :D
Wedehh, ini mah payah dibaca nih. Penasaran! Mau anu...sama Bunda😂
hapah? pinjam? Nggak dikasih!
Buahahahhaha
Gak asih ya Bun? Ya udah gak apa-apa lah. Nak ambil terus diam"😂😂
Hmmm...
Wah makin pnasaran
Silakan tuntaskan penasarannya kalau buku sudah sampai ya, Bang. Hehe
Jadi penasaran dan pengen baca juga 😍
Yuk, hunting di Tobuk atau wapri aja nanti nomor Bang Maop yang berjualan buku ini.
Ini mesannya dimana mom?
Pegen baca
Dalam bahasa indonesia atau aceh?
Bahasa Indonesia @bundaqubeki. Bisa ditunggu aja di gramed kayaknya.
Ihan udah sampai juga, tapi belum sempat buka bungkusnya, biar dululah....
Nggak usah dulu, nanti sukar berhenti. Hehe
Penasaran pengen baca, tapi tebal sekali y novelnya
Kurang tebal jadinya kalau seru kayak gini, @rikanurrizki. Hehe...novel yang penuh intrik dan muslihat, ngeri memang isi kepala Bang Azhari.