Aku melihat jam digital di bus dengan panik, sisa 7 menit untuk lari keluar dari bus sampai ke peron yang aku tuju.
"Grazie!" teriakku.
"Prego!" teriak si Pak Bus gak kalah semangat.
Aku berlari ke dalam stasiun kereta sambil mencari kertas kecil didalam jaket.
"Peron 4. Umm peron 4.." mataku buru-buru mencari tulisan angka empat di stasiun.
Dan aku lanjut berlari ke arah peron. Akhirnya dengan terbatuk-batuk dan kehabisan napas aku berhenti di depan tempat duduk kayu di peron 4. Sisa 1 menit sebelum kereta datang.
Suara kereta api semakin terdengar dan kereta berwarna putih birupun mendekat. Aku mengambil posisi dibelakang line putih sambil menyiapkan tiket kereta yang harus dilubangi oleh petugas kereta nantinya.
Memasuki kereta aku segera memilih tempat duduk yang kosong. Paling pojok dekat dengan jendela.
Dan disitulah aku melihatmu disana, duduk didepanku, tersenyum. Bukan senyum manis atau sopan, tapi senyum jahil khasmu yang sangat kukenal.
Hatiku mencelos sepersekian detik. Dan selama beberapa detik berikutnya aku bahkan gak tahu apa yang harus aku lakukan agar tidak terlihat grogi didepanmu.
Kamu menjawil lenganku sambil tertawa kecil melihat gelagatku yang aneh.
"Kamu bagaimana kabarnya?" tanyamu.
Aku membereskan jilbabku buru-buru. Masih sedikit salah tingkah dan menjawab sekenanya, "baik. Kamu?"
"Aku baik," kamu menjawab sambil tersenyum sopan, "aku ada cerita. Mau dengar?"
Kamu pun mulai bercerita, tentang banyak hal, dari A sampai Z. Dan aku tertawa melihat gayamu yang terkadang suka kelewat semangat dan gak ada habis-habisnya berbicara. 30 menit kemudian kamu mengambil napas panjang, akhirnya berhenti bercerita, dan mulai melihat keluar jendela.
Aku melirik kamu sekilas. Dan aku langsung tersedot kesemua hari yang pernah kita lalui bersama. Jabatan tangan yang hangat itu. Ketika kita berlari mengejar kereta. Obrolan panjang sampai pagi hari via messanger. Dan tawa khas kamu yang membuat aku jatuh hati padamu dulu. Atau mungkin sampai sekarang.
"Kamu tahu kenapa cuma orang Indonesia yang bisa masuk angin tapi kalau Bule gak?" Tanyamu tiba-tiba.
Aku menggeleng sambil menyipitkan mata curiga, "kamu kentut ya?"
"Hahaha gak!" Kamu kembali tertawa dan kita mulai berdebat lagi tentang hal yang sebenernya sangat gak penting untuk dibahas oleh dua mahasiswa seumuran kita.
Sayup-sayup terdengar suara informasi kereta mengenai pemberhentian selanjutnya. Aku melirik papan digital di kereta, ternyata aku harus turun di stasiun berikutnya. Akupun segera merapihkan pinggir bajuku yang kusut dan mulai mengeluarkan kamera. Laju kereta mulai melambat, aku melirik kursi dihadapanku.
Kosong.
Kamu gak ada disana.
Aku menghela napas dan memandang keluar jendela, dan aku masih bisa melihat ekspresi tawamu dipantulan jendela.
Kereta akhirnya berhenti di stasiun Tiburtina, Roma, dan aku berjalan menuju pintu kereta dan melangkahkan kaki keluar sambil tersenyum lebar, "Boungiorno, Roma!"
Different place, different time, but still the same memories. You.
Notes:
Grazie: terima kasih
Prego: terima kasih kembali
Buongiorno: selamat pagi
Dalam bahasa Italia
Source: spacebus.deviantart.com
Jadi ga da jawaban ne tentang kenapa orang bule ga bisa masuk angin?
Ceritanya bagus...
Hahahaha ga ada.. Tapi mereka mah tetap masuk angin. Istilahnya aja beda..
Eaaaaaaaa 😍😍😍😍
Uhuyyyy 😘
Uhuyyyy 😘
wah ketemu disini juga para suhu suhu dalam dunia menulis haha
Hai Bang Kamal.. Belajar bareng2 kitaa.. Hahaha
Nah, ini sudah luar biasa, ayo lebih aktif lagi, semakin aktif semakin lebih baik
Siap, Bang!
Gunakan tag dlm bahasa inggris ya ?
Cerita = story
Siap! Saya kira kalau full bahasa Indonesia gak perlu pakai tag dalam bahasa inggris hehe. Makasih masukannya, Bang.
errmmmmm....
Ditulis ketika jaman galau dulu 😂