Ilmu ini lahir pada abad ke-18 M, maka amat perlu ditelaah bagaimana wujud ilmu ini. Sebab, penjelasan Aceh melalui ilmu sosiologi telah dimulai pada awal Orde Baru. Bryan S. Turner menyebutkan bahwa : "As sociology evolved as a positivist science of society, the failures of socialism created a set of conditions in which sociology became increasing a nationalist discipline, whose findings on the working class, urban environment and criminal behaviour were increasingly useful in the formation of state policies. Sociology constituted a series of national interpretations of the emergence of western capitalism and its consequences. Although it is controversial, it can be argued that karl Marx's Asiatic mode of production involved an Orientalist view of history which, following Hegel's philosophy, treated the West as a dynamic and the East as a static social system". (Hasil kutipan buku Acehnologi Volume : 2, halaman : 486)
Untuk menerapkan model pencarian Sosiologi Aceh tentu amat berat untuk mengatakan bahwa sudah muncul upaya para sosiolog Aceh untuk melahirkan sistem berpikir yang berdasarkan pada pengetahuan ke-Aceh-an. Terlebih lagi sosiolog di Aceh, tampaknya belum melahirkan paradigma atau school of thought untuk menompang teori-teori sosiologi. Paling tidak, karya-karya sosiolog Aceh masih, seperti pengalaman orang Arab, yaitu menyandarkan diri mereka pada teori-teori dari Barat.
Didalam membangun sosiologi Aceh, dapat dilakukan melalui metode perbandingan dan sejarah. Penjelasan inti di dalam kajian sosiologi, yaitu individu dan masyarakat, kontruksi jiwa dan masyarakat, dan struktur sosial, institusi, dan kehidupan sehari-hari.
Membahas teori dalam sosiologi pada prinsipnya sama seperti dalam ilmu tafsir, dimana konsep harus dijabarkan sesuai dengan tingkah laku dengan alasan-alasan pembenarnya. Adapun teori sosiologi adalah : "the range of abstract, general approaches and competing and complementary schools of thought which exist in sociology". Dengan demikian, teori yang berkembang dalam sosiologi adalah pendekatan atau model pemahaman yang sudah berkembang dalam bidang ilmu ini.
Istilah fenomena memang kerap dihubungkan dengan kehidupan sosial. Sehingga muncul istilah fenomena sosial (social phenomena). Adapun fenomenologi adalah kajian tentang deskripsi mengenai pengalaman-pengalaman. Lintas yang dapat dijalani oleh Aceh ketika didekati melalui teori-teori ilmu sosiologi atau bahkan, Aceh dapat menemukan konsep tersendiri, di dalam membangun konsep sosiologi Aceh.
Sejauh ini, penjelasan mengenai Aceh lebih banyak dikaji atau dianalisa menurut teori-teori ilmu sosial dan humaniora dari Barat. Karenanya, tampilan Aceh cenderung harus masuk di dalam framework cara berpikir yang bersifat Eropa dan Amerika sentris.
Ada beberapa pilihan ketika hendak dikonseptualisasikan gejala sosial dan gejala budaya, sebagai bangunan Sosiologi Aceh. Pertama, apakah digunakan cara pandang ilmu sosiologi dari Barat untuk menjelaskan fenomena kehidupan masyarakat Aceh. Kedua, apakah dicari sendiri formula keilmuan yang ada di dalam masyarakat, kemudian mencoba membangun sendiri Sosiologi Aceh, dimana tidak harus mirip dengan bangunan ilmu sosiologi di Barat. Ketiga, apakah memungkinkan untuk menemukan fondasi sosiologi Aceh melalui metode bolak bolik, melihat apa saja yang terdapat di Aceh melalui Sosiologi Barat, kemudian di telaah, lantas dikembalikan lagi konsep-konsep tersebut, lantas dibiarkan kembali dipahami sebagaimana adanya oleh masyarakat Aceh.
Salah satu hal yang paling substansi di dalam mencari akar Sosiologi Aceh adalah menemukan konsep-konsep yang memunculkan kesadaran akal dan diri, sebagai pemicu untuk membangun masyarakat. Adapun tahap-tahap yang dapat dilalui adalah melalui mencari fondasi berpikir mengenai spirit, bagaimana akal memahami spirit, bagimana bentuk kesadaran dari pemahaman tersebut, pembentukan individu aceh, kondisi yang diharapkan dari sistem sosial Aceh, serta bagaimana dijadikan sebagai falsafah kebajikan di dalam masyarakat berdaulat atau bernegara.