Pada kesempatan kali ini saya akan melanjutkan menulis dari hasil bacaan buku Acehnologi Volume 3 Karya Kamaruzzaman Bustamam Ahmad, PH.D bab 24 Tentang Jejak Budaya Aceh. Ada teori yang menyebutkan bahwa islam datang ke Aceh langsung dibawa dari Arab. Disamping itu, orang Aceh juga sering memberikan definisi terhadap kata ACEH dengan dimulai kata A yang dipahami Arab, C sebagai Cina, E dengan Eropa, dan H dengan Hindia. Agaknya kata Aceh terkandung empat kebudayaan besar dunia yang telah mengalami proses blenderisasi selama ratusan tahun. Namun, demikian ada persoalan yang sangat krusial yaitu bagaimana kita memahami keberadaan budaya Aceh yang ternyata telah terjadi proses penyatuan berbagai budaya besar di dunia ini, namun budaya Aceh sendiri tidak mampu bertahan sebagai piring peradaban bagi orang Aceh.
Kebudayaan Aceh telah mengalami proses arabisasi, maka kita harus menelaah bagaimana keberadaan islam dalam arti sebuah produk kebudayaan, bukan Islam sebagai produk teologi ( aqidah ). Hans Georg mengemukakan konsep tentang budaya ( bildung ), sebagai berikut : “Bildung is intimately associated with the idea of culture and designates primarily the properly human way of developing one’s natural talents and capacities”. Dengan begitu dapat dipahami bahwa budaya yang merupakan sistem dari ide-ide dapat dibangun di dalam masyarakat.
Menulis tentang budaya Aceh, merupakan topic yang sangat luas sekali. Hal ini disebabkan peradaban Islam sendiri di Aceh merupakan hasil perkawinan Islam dan budaya-budaya dari timur tengah dengan budaya-budaya tempatan yang ada di Aceh saat Islam dating ke negeri ini. Jadi, tidak mungkin dijelaskan disini semua aspek peradaban Islam di Aceh. Jadi sekarang akan difokuskan pada perkembangan budaya Aceh dan bagaimana kita memahami budaya Aceh.
Persoalan cara berpikir dan cara kemajuan masyarakat disimbolkan dengan reusam bak bentara. Aturan ini sesungguhnya menyiratkan standar kehidupan masyarakat yang tidak terlalu agamais. Jika adat istiadat dikendalikan dibawah sultan dan mengikat seluruh penduduk negeri, maka reusam ini lebih pada gaya hidup masyarakat Aceh. Namun untuk persoalan upacara-upacara yang bersifat kerakyatan namun disitu ada symbol budaya, maka dikenal dengan istilah qanun bak putroe phang. Putrid phang disimbolkan sebagai tokoh wanita yang mengurusi persoalan wanita. Sehingga didalam tradisi Aceh, wilayah kerja wanita dan pria pun berbeda-beda.
Kontek budaya Aceh ada 4 yaitu, pertama, untuk memahami budaya Aceh, maka yang perlu dilakukan upaya dari perspektif irfani yaitu apa yang dipikirkan oleh orang Aceh mengenai cara hidup mereka. Kedua, untuk melihat bagaimana proses pengaruh islam terhadap Aceh, maka kita perlu melihat apa titik terakhir dari aspek Islam yang berhenti di Aceh. Ketiga, untuk melihat dunia Aceh, maka yang perlu dilakukan adalah bagaimana orang Aceh mempersepsikan diri mereka dari bagian kosmologi. Dan yang keempat, mengetahui bagaimana pergeseran makna dan perilaku budaya dikalangan orang Aceh.