Mendaki gunung tidak sesulit atau semudah yang banyak orang bayangkan. Banyak gunung-gunung yang menjadi objek wisata diseluruh indonesia termasuk aceh. Namun pengalaman dan suasana serta perjuangan yang sesungguhnya tidak dapat ditemukan pada gunung-gunung tersebut.
Di Aceh sedikit sekali gunung yang dijadikan tempat wisata, berbeda dengan Sumatra Utara apalagi pulau jawa. Kami mendaki tiga puncak dengan puncak tertinggi 2100 mdpl, mungkin bagi sebagian para pendaki atau mountaineers ketinggian tersebut bukan apa-apa, namun karakteristik gunung di Aceh dengan hamparan hutan yang luas menjadikan setiap pendakian membutuhkan waktu yang lebih lama dari pendakian pada gunung-gunung di daerah lainya.
Perjalanan kami diawali dengan penyebrangan sungai sebagai titik start pendakian, meski hal ini saya rasa sangat menjengkelkan karena pada awal pendakian kita sudah berjalan dengan kondisi sepatu basah dan pakian basah, namun itu bukanlah masalah besar. Dengan perencanaan dan skenario lapangan yang telah diatur sebelumnya kami melakukan perjalanan dari jam 09:00 sampai jam 17:00 dengan waktu istirahat siang satu jam pada saat shalat zhuhur sekaligus makan siang. Malam harinya setelah mendirikan camp kami briefing untuk membicarakan target hari ini dan rencana besok sesuai skenario dan hasil perjalanan hari ini. Dengan struktur tim yang jelas diketuai oleh seorang ketua tim pegambilan keputusan dan arahan pada tim menjadi lebih mudah.
Meski kami mendaki gugung yang sudah sering didaki oleh kelompok pencinta alam lainya, tentunya telah ada jalur pendakian normal pada gunung tersebut, namun kami tetap menggunakan peta dan kompas sebagai acuan penunjuk arah perjalanan dengan seorang navigator yang bertugas mengontrol arah jalan. Serta terdapat seorang leader yang berjalan paling depan dengan arahan navigator untuk membuka jalan kepada anggota tim lainnya dan ada seseorang paling belakan sebagai sweeper yang bertugas memperhatikan apakah ada barang anggota tim yang ketinggalan atau tercecer serta memasang tali jejak untuk membantu saat turun.
Hari-hari di hutan kami lewati dengan perencanaan yang matang dan tampa ada kendala, meski keadaan medan tidak seutuhnya dapat tergambarkan dalam peta namun dengan perhitungan dan asumsi dari navigator itu semua dapat dilalui. Dalam rimba tuhan yang menghampar begitu luas, kami merasa hanya kami lah yang ada disana, mejadi khalifah dibumi untuk menaklukan itu semua. Disana kami merasa terbebas dari masalah, hidup tampa batas, dengan suasana yang tenang dan damai tampa hiruk pikuk kendaraan, keramain, serta kemacetan seperti di kota, beban-beban di pundak serasa hilang ditelan keindahan hutan. Setiap malam kami mendirikan tenda, membuat api unggun, memasak bersama serta sambil bernyanyi ria, seakan-akan igin hidup selamanya didalam rimba.
Namun tidak selamnya semua itu indah, pada pendakian hari ini kami berjumpa dengan tebing yang menjulang tinggi, yang tak mungkin kami lewati. Karena kami tidak membawa perlengkapan memanjat tebing dan kami tidak bertujuan menanjat. Kami menelurusuri pinggiran tebing, berjalan di samping tebing untuk menemukan celah yang bisa untuk melakuan srambling, karena metode ini yang dapat didukung dengan peralatan yang kami bawa. Hanya mengunakan bantuan tali sebagai pegangan tambahan tanpa harus mengunakan alat panjat tebing sebagai tambahan. Dikarenakan jalur ini sudah lama tidak dilalui oleh orang lain, maka sudah banyak jalur yang hilang dan leader harus banyak membuka jalur jadinya. Akhirnya kami sampailah pada tempat srambling yang dituju dengan kondisi yang sangat semak dengan ranting-ranting kayu yang malang melintang. Leader memanjad duluan untuk membersihkan jalur serta memasang tali untuk pegangan anggota tim agar dapat melewati tebing tersebut. Bukan hanya dihadapkan dengan jalur yang sulit tapi kami mendapat rintangan baru, yaitu hari sudah mulai sore dan sebentar lagi akan gelap. Kami harus berpacu degan waktu untuk mendaki lebih cepat, bukan hanya masalah di tempat pendakian tapi juga dengan kondisi ditepi tebing akan sangat sulit untuk menemukan tempat camp bahkan bisa terancam tidak dapat tempat untuk mendirikan tenda. Dengan kondisi hujan, jalanan licin, terlebih lagi kami sudah berada diatas ketinggian 1500 mdpl membaut udara lebih dingin kami mendirikan tenda pada tempat yang seadanya karena tidak memungkinkan untuk melanjudkan perjalanan dengan kondisi tersebut dan untuk menminimalisir resiko yang mungkin terjadi. Kami mendirikan tenda ditempat yang sempit dan juga miring diatas tebing, tenda harus didirikan karena supaya saat tidur jika berguling masih tertahan dalam tenda dan tidak jatuh ke bawah tebing.
Akhirnya kami sampai di puncak, semua jerih payah kami terbayar dengan keindahan yang kami dapat serta rasa syukur yang amat tinggi pada yang Maha Kuasa yang telah menciptakan bumi begitu indahnya membuat semua rasa lelah kami sirna. Namun tujuan kami bukan hanya di puncak ini masih ada dua puncak lagi yang harus kami taklukan. Semangat kami tumbuh kembali, energi dalam tubuh serasa terisi penuh dan perjalanan kami lanjudkan. Kami harus turun kesetengah pendakian untuk pindah jalur menuju puncak lain, dengan adanya jali jejak perjalanan turun tidak menjadi hambatan bagi kami, dan resiko tersesatpun sangat minim sekali. Dan tentunya semua yang kami bawa naik kepuncak kami bawa turun kembali, termasuk tali jejak yang kami pasang. Karena jika kau mencintainya, jagan pernah mengotorinya, apa pun itu, termasuk hutan kita ini.
Pendakian kami pertama yaitu menuju puncak Gle. Batemeucica yang selanjudnya menuju Gle. Meutala dan Gle. Meundon dengan satu jalur pendakian. Jalur metala dengan mendom jauh berbeda, pada saat naik Gle. Batemeucica banyak punggungan yang semestinya pada peta itu merupakan punggungan yang jelas dan bisa diikuti sebagai jalur, namun pada Gle. Meutala dan Gle. Mendom memang satu punggungan yang menuju puncak yang dipinggirnya jurang, sehingga jalur sangat jelas dan tidak mungkin tersesat dengan salah punggungan. Perjalanan lebih mudah bahkan navigasi juga tidak banyak digunakan, hanya perlu jiwa mountaineer untuk memilih jalan yang nyaman dan mudah dilalui. Sifatnya gunung semaikin mendekati puncak maka akan semakin terjal dan perjalanan semakin sulit. Namun kami tidah menjumpai tebing, hanya saja kami perlu beberapa kali srambling dikarenakan tanah yang lembek karena hujan dan tidak adanya pegangan yang kuat untuk itu. Akhirnya kami menapakkan kaki dipuncak dan mengakhiri pendakian dengan menuju titik finish yaitu pada titik start pendakian.
Hari-hari kami lewati dengan hujan yang selalu menemani jerjalanan kami dari pergi hingga pulang tampa henti. Dari camp yang indah dengan posisi tenda yang nyaman serta api unggun yang selalu menghangatkan sampai dengan posisi yang sempit-sempitan serta camp pada pungunggan denga kondisi agin kencang dari segala arah dan udara yang sangat dingin bahkan api unggunpun tak mapu hidup. Namun kebersamaan dalam hutan menunjukkan kepribadian kita sebenarnya, seberapa kita atau orang-orang yang mendaki dengan kita peduli dan rela berkorban untuk sesama, hal ini lah yang membedakan dengan mendaki gunung objek wisata. Kebersamaan, keharuan, bahkan kebahagian yang hanya didapat ketika kita berhari-hari di hutan dan bersama-sama mencapai tujuan. Mendaki bukan hanya sekedar gaya atau hobi, namun jauh didalamnya terdapat cinta yang begitu besar dianukrahkan Tuhan. Karena gunung bukan hanya puncaknya, tapi juga hamparan hutan yang luas disekitarnya, yang semuanya menjadi sinergi jika kau menikmati keduanya, maka jagalah hutan dan seisinya karna jika tampa itu semua tiada arti.
Congratulations @cipitih! You received a personal award!
Click here to view your Board
Congratulations @cipitih! You received a personal award!
You can view your badges on your Steem Board and compare to others on the Steem Ranking
Vote for @Steemitboard as a witness to get one more award and increased upvotes!