Foto rumoh aceh bentara pineung, Gampong Meunasah Mee, Mukim Guci Rumpoeng, Kec Peukan Baro, Kab Pidie
Bentara Pineung Teuku Ibrahim. Siapa yang tidak kenal dengan beliau. Ia adalah ayah dari Mr Teuku Muhammad Hasan, Gubernur wilayah sumatera pertama setelah Indonesia merdeka. Tapi kami tidak membahas lebih lanjut tentang riwayat hidup beliau. Hanya saja kami akan membahas sedikit tentang Rumoh Aceh peninggalan dari Teuku Ibrahim.
Rumoh Aceh Bentara Pineung terletak di pinggir jalan nasional Banda Aceh-Medan, tepatnya di Gampong Dayah Bubue Kecamatan Peukan Baro Kabupaten Pidie. Rumoh Aceh Bentara Pineung masih berdiri kokoh hingga sekarang. Rumoh Aceh tersebut merupakan Rumoh Aceh milik keluarga Teuku Ibrahim. Seorang Uleebalang yang mewakili Negeri Pineung pada masa Kesultanan Aceh Darussalam. Rumoh Aceh tersebut memiliki 26 tiang penyangga yang sangat kuat. Diperkirakan telah beumur 200 tahun lebih.
Di setiap Rumoh Aceh, tiang-tiang penyangga diletakkan dengan posisi sejajar sebanyak empat baris dengan jarak tiap tiang kira-kira 2,5 hingga 4 meter. Tedapat dua buah tiang yang khusus di dalam barisan tiang-tiang itu, yaitu Tameh Raja dan Tameh Inoeng. Masing-masing Tameh itu diletakkan di bagian utara dan selatan.
Terdapat perbedaan pada Rumoh Aceh Bentara Pineung dengan Rumoh Aceh umumnya, yaitu pada bagian belakang terdapat Rumoh Miyub (bawah). Bentuknya seperti Rumah Eropa dan berlantai marmer. Di sekeliling Rumoh Miyub di bangun tembok beton yang berfungsi sebagai dinding. Rumoh Miyub ini memiliki dua fungsi, pertama sebagai dapur dan kedua sebagai kamar tambahan untuk orang tua yang anak perempuannya sudah menikah. Pada bangunan Rumoh Aceh umumnya Rumoh Miyub ini disebut juga dengan Tifiek.
Sedikit informasi, dalam proses pembangunan Rumoh Aceh dilakukan upacara adat dengan tiga tahapan. Pertama dilakukan pada saat pengambilan material dari hutan. Kedua, upacara adat dilakukan saat proses pembangunan dimulai. Pada tahap ini akan diadakan musyawarah terlebih dahulu antara kepala adat atau Teungku dengan keluarga pemilik rumah untuk membahas mekanisme pembangunan Rumoh Aceh. Ketiga, upacara adat akan dilakukan ketika pembangunan Rumoh Aceh sudah rampung. Tepanya saat pemilik rumah akan menempatinya (Peusijuek).
Upacara dengan tiga tahapan ini bertujuan untuk meningkatkan rasa gotong royong anatar sesama masyarakat. Hal inilah yang menyebabkan terciptanya keharmonisan dalam lingkungan masyarakat yang berjalan selaras dengan adat. Adapun aturan penempatan ruang dalam Rumoh Aceh dapat dikatakan sebagai lambang ketaatan terhadap aturan yang telah ditetapkan.(zk)