Sebagai Mayoritas, Umat Islam Harus Mengayomi dan Menjadi Pelopor Bagi Kenyamanan Lingkungan Sosial

in #indonesia7 years ago

1518421919761.png
Meunasah Mancang, Meureudu. Sumber

Saya lahir dalam keluarga muslim, jadi sejak lahir sudah menjadi pemeluk agama Islam yang sah. Kalau lahir dalam keluarga non muslim, saya tidak tahu apakah saya hari ini pemeluk Islam atau bukan. Sejak mengerti baca tulis saya sudah diajarkan tentang Islam oleh kedua orang tua, lalu di Sekolah Dasar juga mendapat pendidikan agama, masuk ke Tsanawiyah selama 6 hari seminggu saya belajar ilmu fiqh, bahasa arab, aqidah akhlak, al-quran dan hadist. Lalu 3 tahun kemudian melanjutkan ke tingkat Aliyah. Di sana saya memperdalam ilmu fiqh, aqidah akhlak, al-quran dan hadist, sejarah kebudayaan Islam, ushul fiqh, ilmu mantiq, ilmu tafsir, hingga pidato alias khutbah dalam bahasa arab dan bahasa inggris. 3 Tahun berlalu saya melanjutkan kuliah ke fakultas syariah, jurusan perbandingan mazhab di Institut Agama Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, dan kebetulan satu almamater bersama @teukukemalfasya, rektor sekolah menulis Dokarim Banda Aceh, Fauzan Santa dan penulis buku yang sangat produktif doktor @kba13.

28783738_10155620257709865_4982136521189490688_n.jpg
SumberFauzan Santa dan saya dalam sebuah iklan kedai kopi @cangkir9.

Puluhan tahun belajar Islam memang berat, dan makin dipelajari semakin kita merasa bodoh. Jika ada candu yang dianjurkan, maka itu adalah menuntut ilmu. Kalau tidak percaya, tanya saja kepada doktor @kba13 yang sudah bukan saja kecanduan, tapi sudah level ketagihan stadium 4.

Namun, cobaan berat sebagai umat Islam bukan hanya saat menuntut ilmu keislaman, ternyata ada cobaan yang lebih berat, yaitu menghadapi dan memahami umat Islam yang beragama seenak perutnya dan selalu merasa paling benar walau belajar Islam hanya dari google dan di pesantren kilat.

17862730_10154757832059865_5539783611239653331_n.jpg
Belajar Islam di warkop Gampong Limpok bersama orang-orang pintar yang tidak sombong; Prof. Warul Walidin, doktor Fikri Sulaiman. Sumber

Masalah umat Islam hari ini sesungguhnya diakibatkan oleh kebodohan dan kesombongan. Sudah bodoh lalu sombong karena merasa mayoritas, khususnya di Indonesia. Salah satu contoh nyata adalah dalam hal menggunakan load speaker alis toa di masjid atau musala.

Saya tinggal di komplek apartemen Kalibata City yang dikelilingi beberapa kelurahan dan di setiap kelurahan memiliki 1-2 masjid. Persisnya saya tinggal di tower Herbras, dan saya mendeteksi ada 3-4 masjid yang pengeras suaranya setiap hari mengaum mulai sebelum subuh hingga jelang tengah malam. Apalagi di bulan puasa, pengeras suara d masjid sekitar saya tinggal makin aktif dan makin tidak jelas apa yang dikoarkan. Yang paling bikin kuping sakit adalah bunyi suara yang sepertinya keluar dari hidung dan tidak jelas apakah itu doa atau sedang ngigau. Begitu juga dengan suara azan, entah bagaimana cara menikmatinya ketika semua masjid berlomba-lomba membesarkan pengeras suaranya yang kemudian beradu di udara dan membuat suara azan menjadi suara gaduh yang justru menjadi polusi suara.

tribun-kalteng-pengeras-suara-masjid_20170802_064202.jpg
Sumber

Problem ini sudah banyak dikritik, namun sangat sulit merubah mentalitas mayoritas yang sombong menjadi mayoritas yang mau belajar dan memahami sesama warga agar kehidupan sosial alias hablum minannas menjadi tenteram. Pernah suatu waktu saya tinggal di sekitar Mampang, rumah saya persis di sebelah masjid. Satu jam sebelum subuh sudah ada yang menyetel kaset, lalu mulai teriak-teriak suruh orang bangun untuk salat shubuh, sementara di sekitar masjid juga banyak keluarga non muslim yang menjadi warga di situ. Setelah itu baru azan. Selesai azan, proses shalat subuh juga disiarkan dari awal sampai akhir melalui toa yang cempreng dan bacaan imam yang hafalannya juga belepotan.

1024x1609_0_0_1024_1609_2f7e6e87055e49574046d612a926a282caaf318c.png
Sumber

Selesai salat ada kultum 10-15 menit, lalu pengeras suara sering tidak dimatikan dan suara gaduh anak kecil dan obrolan orang-orang dalam masjid juga terdengar di speaker dan meraung-raung ke seluruh Mampang saat pagi masih gelap. Jam paling nyaman saya tinggal di sana waktu itu adalah sekitar jam 7 pagi sampai jam 9 pagi, karena speaker masjid mati total. Jam 10 pagi mulai hidup lagi, ini lebih parah; pengajian ibu-ibu lengkap dengan arisan dan berbagai pengumuman mengaum-ngaum lewat speaker masjid yang memang tepat mengarah ke rumah yang saya tinggali. Dan speaker baru mati sekitar jam 9 malam setelah selesai pengajian anak-anak. Begitu terus setiap hari. Suatu hari saya coba datangi pengurus masjidnya, dan saya coba keluhkan tentang speaker, saya justru dicurigai sebab saya bukan penduduk tetap dan menyewa rumah milik non muslim. Jadi sepertinya prilaku ini memang disengaja dan entah ilmu dakwah dari mana yang menarik simpati orang dengan cara membuat kesal?!

Di banyak negara yang mayoritas penduduknya Islam, maasalah pengeras suara ini diatur dengan tegas, karena memang suara apapun kalau tidak pada waktu dan tempat yang tepat pasti akan mengganggu kehidupan sosial. Di Mesir misalnya, melarang pengeras suara selama bulan ramadan agar ibada lebih tenang. Begitu juga di Arab Saudi, hanya boleh menggunakan speaker dalam masjid, untuk azan, salat Jumat, Salat Id dan doa meminta hujan. Dan di Indonesia saya kira Kementerian Agama masih kurang tegas dalam menegakkan aturan tentang pengeras suara di masjid ini. sehingga kesan umat Islam sebagai mayoritas yang sombong dan memamerkan kebodohan dan ketidakpedulian terhadap kenyamanan lingkungan sosial yang beragam masih terus berlangsung hingga hari ini. Sebagai mayoritas harusnya umat Islam mengayomi dan menjadi pelopor untuk kenyamanan lingkungan sosial. Semoga masjid-masjid di tempat lain sudah mulai memperhatikan masalah toa ini, sehingga tidak terjadi ketidaknyamanan seperti yang saya alami, dan kita berharap umat Islam Indonesia makin dewasa dan makin mampu menghargai perbedaan dalam beragama.

banner steemit.jpg

Sort:  

Meunasah Mancang, Meurah Dua sudah lama tak lewat ke sana. Saleum Brader @beladro

Saleum kembali bro @isnorman, konten sejarah ente keren2 👍

Waaahh postingan kereenn

Dan ternyata sudah 51 juga

Thx bro... Dari 49 langsung ke 51 adalah hadiah kesabaran dari @utopian-io :)

Mantap bang, aku mau belajar soal @utopian-io deh tapi ntar habis lebaran