Belajar Membenci Cina
“Ini semua karena Asing! Apa apa dari Cina! Sudah tak benar lagi! Negeri ini dijual ke Cina”
Dalam hati, saya bertanya tanya, salah siapa? Cina? Yang berhasil membangun ekonomi dan hegemoni. Atau kita yang ternyata terbelah dengan semua keaneka ragaman budaya, agama, dan sukunya?
Rasanya, jauh sekali. Seorang bapak rumah tangga, pengangguran dan ipk jongkok bahas negara. Jauh!
Sore ini, saya rindu duduk di Peunayong. Udah sebulan lebih tidak ngopi arabica di kawasan Pecinan Banda Aceh ini.
Pun pemiliknya, teman karib saya sejak 4 tahun lalu ini,adalah etnis thionghua.
Kampung Peunayong ini, punya cerita jauh sebelum keriuhan anti Cina bergema di Indonesia.
Sebuah lonceng bernama Cakra Donya, berdiri tegak di pelataran museum Aceh itu, adalah pemberian dari Laksamana Cheng Ho. Hadiah langsung dari Kaisar Yongle. Waktu itu, penguasa Tiongkok. Sebagai ungkapan persahabatan dua Kerajaan besar. Tiongkok dan Samudra Pasai.
Abad Kehebatan Aceh ada pada Sultan Iskandar Muda. Paling tidak begitu kata sejarah di buku pelajaran saat saya SMP dulu.
Dalam buku Berjudul Kerajaan Aceh Jaman Iskandar Muda yang ditulis Dennya Lombard, tertera hubungan dagang dan diplomatik antara Aceh Dan Cina.
Pun, pada masa Sultan Iskandar, sempat terjadi migrasi orang beretnis thionghua ke Aceh. Menariknya, sultan sendirilah yang mendatangkan mereka. Didatangkan dari Semenanjung Melayu. Jumlahnya 20 ribu orang. Sebagian besar adalah India dan Cina.
Kawasan peunayong yang berasal dari kata peumayong. Artinya, memanyungi, melindungi, tempat berteduh.
Pun, 1873, Orang orang etnis thionghua kembali didatangkan oleh Belanda. Ketika kolonial berhasil menguasai banda Aceh. Berlanjut sampai pembubaran dinasti kekaisaran Pu Yi. Mereka berduyun duyun masuk ke Indonesia, dan Aceh tak ketinggalan. Sebagian dari mereka berasal dari Fujian (Amoy).
Iya, saya harus akui, ada konflik yang terjadi di Aceh dengan etnis ini. Salah satuny menyebabkan produsen Sirup Kurnia atau sirup cap patung, yang dulunya produksi rumahan di Peunayong, pindah ke Medan.
Nun di Jakarta sana, ada putra Aceh yang bernama Azni, mendirikan museum Pustaka Peranakan Thionghua. Paling lengkap di Asia Tenggara. Kini, museum tersebut, telah mengangkat harkat martabat orang Cina dalam Sejarah Indonesia dan kawasan. Tentu karena khasanah intelektual mereka, dan menariknya, yang membangun museum itu bukanlah orang Cina, melainkan Orang Aceh tulen!
Ada lagi, hal yang paling menarik. Dalam sejarah negari Siti Badriah ini, orang orang yang paling dipercaya oleh para Pembesar negeri dan taipan Cina adalah Orang Aceh.
Pada masa orde baru, ada genk pengusaha terbesar dengan sebutan Genk of Four. Isinya, Liem Sio Liong, Juhar Sutanto (Cina), Sudwikatmono ( Sepupu Suharto) dan Ibrahim Risjad. Satu satunya pribumi. Dan dia orang Pidie! Asli Reubee.
Atau, teman tandem Ciputra, bernama Ismail Sofyah. Sejak muda mereka telah bersahabat baik. Proyek prestisius yang paling terkenal adalah komplek Pondok Indah.
Saya masih ingat, cerita pemilik warung kopi di Peunayong, kawan saya itu, yang cina itu, "Abang bisa bantu saya? Ngurusin bisnis warung kopi saya yang baru? Nanti kita bagi hasil dan ambil gaji. Abang yg aja yang urus semuanya. Suka hati abang"
Orang diluaran berteriak Cina ini, dan itu. Berkomentar komen masih pakai made in Cina. Partner Bisnis dalam elektronik, mentok mentok sama mereka juga.
Bagi saya, segelas kopi tubruk sore ini, yang dibuat langsung oleh teman karib Peunayong ini, cukup menyatakan, betapa saya dan cina adalah cinta lama yang bersemi kembali
Right, @puncakbukit has resteemed to thousand followers..
benci namanya, pakai produknya. wkwkwk klasiknya negeri ini.
dan terus bergema di pupuk oleh semangat keagamaan.
Memang kek tu lah.... Mau kek mana lagi
Ka kupiyoh siat keunoe.
Baang, numpang lewat yaa,
Congratulations @anakkorea! You received a personal award!
You can view your badges on your Steem Board and compare to others on the Steem Ranking
Vote for @Steemitboard as a witness to get one more award and increased upvotes!