Mungkin kita pernah bertanya, kenapa karya saya kurang diminati?
atau kenapa karya di zaman sekarang cepat tenggelam?
Jawabannya adalah karya kita tidak menyentuh hati, musik tidak menyentuh hati pendengar, atau tulisan yang tidak menyentuh hati pembaca. Namun bagaimana agar karya kita bisa menyentuh hati?
Setiap sesuatu yang menyentuh hati itu harus berasal dari hati... (Bicara soal hati, mendalam sekali ya...?)
Mungkin kita pernah mencintai seseorang wanita, satu hal yang harus kita tau bahwa untuk meluluhkan hati seseorang wanita tersebut tentu kita harus menyentuhkan hatinya, baik itu dengan cara menyiapkan segala rasa, menyayanginya dengan penuh cinta, membuat hatinya nyaman ketika berada di sisi kita. Yup... secara lambat laun wanita tersebut akan merasai sentuhan di hatinya yang berlahan mengetuk di dindingnya.
Itulah gambaran kecilnya, namun bukan itu yang ingin kita bahas akan tetapi, sebuah karya yang dapat menyentuh hati itu adalah yang berasal dari hati, yaitu sang pemilik karya membuat karyanya dengan hati, artinya membuatnya dengan penuh ikhlas hati, bukan hanya karena ini atau itu, apalangi hanya karena uang, kenapa? karena yang namanya uang itu membutakan mata!
Memang uang bisa membutakan mata? ia! uang bisa membutakan mata, buktinya sedikit dari mereka orang kaya yang dermawan, bahkan yang miskin lebih dermawan.
Adapun karya yang hanya untuk uang, seorang penulis buku hanya mengharap royal, maka karyanya akan kehilangan jati dirinya, hilang keberkatannya, sekalipun bukunya sangat bermamfaat. Bukyinya banyak banyak buku-buku yang diterbitkan di zaman sekarang 1 atau 2 tahun hilang di mata pembaca.
Sementara penulis di masa Salafunas-shaleh, mengukirkan karyanya dalam lembaran, di setiap malam, dengan hatinya penuh dengan keikhlasan, berharap bisa digunakan oleh genarasi akhir zaman. maka hingga kini karya-karya mereka masih digunakan oleh generasi kini, lebih-lebih di pesantren menjadi sebuah rujukan kurikulum yang dikupas, dihafal setiap pagi, siang, dan malam.
Kenapa? Karena ulama terdahulu menulis bukan karena uang, tapi ikhlas Lillahi Ta'ala.
(Aisyarief Is A Pen Of Love)