Dapat dikatakan tradisi meugure memang menjadi satu nafas kehidupan rakyat Aceh. Karena seseorang di anggap berguna dan berfungsi dalam masyarakat jia orang tersebut pernah meugure pada seorang ulama atau guru, baik di dayah maupun di madrasah. Tradisi ini memang tidak hanya monopoli orang Aceh saja tetapi dalam setiap masyarakat di nusantara dimana tradisi meugure tidak dapat di hindarkan.
Bagi orang Aceh dayah merupakan pusat dari ilmu pengetahuan. Sistem pendidikan yang saling berkait dengan masyarakat dan kegiatan yang melingkupinya, menjadikan pendidikan orang Aceh saling terintegrasi antara dunia ilmu pengetahuan dengan keerluan massyarakat. Sehingga, keberadaan tradisi meugure seperti ini, menjadi lembaga ini sebagai tempat untuk mencari jejak spirit ke-aceh-an.
Proses transfer ilmu dengan spirit menjadi dua mata koin yang tidak dapat dipisahkan. Akibatnya jebolan dayah saat itu memang betul-betul dapat di rasakan oleh masyarakat. Beberapa ulama terkemuka kemudia menulis kitab yang di jadikan sebagai pedoman. Di samping itu mereka juga terlibat aktif dalam jihad dan kehidupan sosial politik.
Dalam halaman 859 di katakan kenapa di kaitkan dengan sistem pendidikan ketika membahas tradisi meugure ini adalah bahwa dayah atau pesantren merupakan pusat sumber peradaban yang paling asli di nusantara. Hal ini disebabkan karena lembga pendidikan ini mampu menghasilkan self (jiwa) yang memiliki spirit, sebagaimana diketahui bahwa salah satu fase pencerahan yang terjadi di barat, ketika mereka mampu menjelaskan konsep spirit yang ada di dalam jiwa manusia. Falsafah penemuan kesadaran jiwa atau kesadaran diri itu telah menjadi fondasi bagi perjalanan peradaban barat. Dari fase ini kemudian berlanjut pada proses pencarian being (keberadaan) sebagi manusia di muka bumi ini.
Di Aceh fase dari tradisi meugure untuk mendapatkan jati dirisebagai manusia, memang telah lama dilakukan oleh orang Aceh. Proses pencarian pengenalan self yang di bingkai dalam tradisi meudagang telah menciptakan suatu sistem kosmologi Aceh yang bersifat transeden. Dari tradisi tersebut, kemudian orang Aceh mampu memahami keberadaannya sebagai manusia.
Di Aceh istilah untuk mencari ilmu adalah jak meudagang ( pergi berdagang). Sistem berfikir ini tdak jauh dari tradisi meugure (berguru) yang dijalankan oleh endatuorang Aceh, tujuannya adalah seorang ilmuan barat seorang pedagang yang tidak memilikiuntung untuk hari itu saja, tetapi juga mewarisi cara dan gaya kehidupan pada generasi berikutnyadengan proses pembelajaran. Pola mewarisi model meudagang dengan proses pembelajaran, pola mewarisi modal meudagang dengan pola berdagang dapat dilihat dari tradisi aneuk keunde pada sebagian pedangang. Seseorang yang sukses bukanlah seseorang yang mewariskan harta melimpah ,elainkan mampu mewariskan ilmu pengetahuan yang di miliki.