Dalam bab pertama telah dijelaskan bagaimana sang penulis mensajikan konsep Acehnologi yang muncul dari pengalaman serta perjalanan akademik sang penulis. Dan pada bab dua ini penulis mencoba menjelaskan tentang apa yang menjadi ranah pengkajian dari studi Acehnologi dan penulis mencoba membuka wawasan mengenai Aceh studies (studi Aceh). Aceh sendiri memang sudah banyak yang megkaji tentang Aceh sedalam mungkin, mulai dari awal sejarah Aceh hingga era kekinian. Bahan-bahan mengenai studi Aceh banyak berserakan dimana-mana mulai dari dayah-dayah hingga ke lembaga riset terkemuka seluruh dunia. Namun dapat disayangkan upaya penggalian tentang Aceh belum sampa pada titik kesimpulan.
Tidak adanya suatu kesimpulan yang dapat menjadikan Aceh sebagai salah satu ilmu yang bisa diterapkan didalam masyarakat Aceh sendiri khususnya dan Indonesia umumnya, menjadikan penulis buku Acehnologi sangat ingin sekali dalam membuat suatu wacana yang bisa diterapkan dalam masyarakat secara nyata agar mereka mengertahu tentang ke-Acehan tersebut. Dan sejauh ini, studi mengenai Aceh lebih banyak dijadikan sebagai sub-studi diberbagai perguruan tinggi di luar negeri diantara seperti Studi Asia, Studi Asia Tenggara, Studi Indonesia, dan Studi Malaysia. Didalam kajian tersebut di paparkan Aceh bukan menjadi bahasan pokok, atau kajian mengenai seluk beluk Aceh itu sendiri melainkan hanya dijadikan sebagai objek “pelengkap”. Yang mana dalam arti, kajian mengenai seluk beluk Aceh bukan merupakan suatu bidang disiplin ilmu yang berdiri sendiri. Oleh karena itu, penulis buku Acehnologi (Kamaruzzaman Bustamam-Ahmad) ingin sekali rasanya menjadikan Aceh sebagai ilmu yang berdiri sendiri, yang setidaknya bisa di pelajari oleh masyarakat Aceh itu sendiri dan kemudian dapat meranah ke jenjang nasional.
Masih memerlukan perjuangan yang sangat amat panjang untuh Aceh studies. Kajian Aceh memang cukup banyak akan tetapi formasi mengenai ke-Acehan masih dapat dikatakan langka. Penulis menjelaskan bahwa membuka disipilin keilmuan tidaklah mudah, sebab suatu disiplin keilmuan menuntut suatu komitmen yang cukup lama, agar masyarakat dapat menerima dan menganggap ilmu tersebut penting bagi mereka dan masyarakat umum. Mungkin disinilah letak kesulitannya yang membutuhkan pengkajian yang cukup lama untuk menjelaskan serta menyakinkan. Jadi, Acehnolgi ini memiliki tujuan untuk mengkaji semua tradisi yang terjadi di Aceh, baik yang memiliki pengaruh terhadap Dunia Aceh ataupun sama sekali belum dikenali oleh publik. Menariknya lagi di Aceh peneliti banyak meneliti tentang Alam pemilikiran orang Aceh yang membentuk sebuah kebijaksanaan lokal atau yang sering diungkapkan dengan kearifan lokal. Pengetahuan yang muncul sangatlah beragam seperti misalnya mulai dari Hadih Maja serta Syair-syair yang terus tercipta dalam masyarakat Aceh. Maka dari tu memerlukan pengkajian yang begitu mendalam untuk menemukan suatu jawaban tentang masyarakat Aceh itu sendiri, baik melalui pendalaman mengenai filsafah atau cara pandang orang Aceh itu sendiri.
Dalam bab ini secara khusus ingin mendalami bagaimana cara memahami alam pemikiran ke-Acehan melalui studi terhadap wacana kearifan lokal dan isu yang paling dilarang di Aceh itu sendiri yakni wahdat al-wujud. Yang mana mayoritas orang Aceh itu sendiri penganut din al-islam, tetapi hal ini tidak seratus persen, karena adanya suatu praktek religi yang di anut oleh sebagian masyarakt Aceh. Misalnya seperti, tradisi meusihe (fenomena yang tidak dapat diabaikan dalam dunia ke-Acehan) atau penggunaan sihir dan magik yang dianut masyarakat Aceh selama ratusan tahun yang lalu, bisa saja hal tersebut sebagai turun temurun dari nenek moyang sebagian bangsa Aceh. Jadi, studi Aceh bisa masuk ke dalam kajian yang selama ini di pandang tabu oleh masyarakat, walaupun pada dasarnya mereka mempraktikkan dalam kehidupan mereka. Dengan begitu, Acehnologi ingin membuka ruang diskusi umum yang seluasnya dalam memahami dinamika kehidupan masyarakat Aceh.
Aceh banyak digemari dan diteliti selama puluhan tahun mempunyai alasan yaitu keunikan dan kekayaan tradisi Aceh. Kajian pada tradisi Aceh yang paling tinggi adalah studi alam pikiran orang Aech itu sendiri membentuk sebuah kebijaksanan lokal atau juga sering diungkapkan dengan istilah kearifan lokal, dan dari sinilah pemikiran orang Aceh dapat diteliti. Dan menyajikan beberapa isu yang dapat mempertegas bahwa studi islam ini juga bisa disebut sebagai suatu bidang keilmuan. Tentang kajian sosiologi, suku bangsa, sejarah pra-kolonial (perlawanan terhadap pemerintahan pusat), masa kolonial, dan lainnya, tidak bisa saya ungkapkan satu persatu melainkan kita harus membacanya sendiri buku ini dikarenakan buku ini sangatlah menarik. Dengan pendekatan yang dikaji oleh penulis melibakatkan semua cabang keilmuan. Setiap kawasan di Aceh memiliki aturan sendiri, yang dibagai kedalam beberapa kabupaten dan dengan ciri khasnya masing-masing, dimana kontak budaya dan bahasa yang sangat beragam. Tentu saja dari masing masing kawasan mempunyai sejarah dan kebudayaan masing-masing, bahkan tidak terkecuali Aceh juga mempunyai banyak keragaman dibidang bahasa. Karena iulah penulis Acehnologi memetakan cara untuk memulai kajian ke-Acehan dari struktur bahasa dan struktur kebudayaan yang mempengaruhi cara pandang orang Aceh.
Sampai saat ini Acehmasih mencari siapa sebenarnya yang dimaksudkan sebagai orang Aceh asli, begitulah penulis menuiskan bahwa ini merupakan tugas dari generasi muda, supaya mereka tidak hilang akan jati diri mereka. Acehnologi sebenarnya sangat penting dijadikan sebagai suatu sumber ilmu yang berdiri sendiri, dikarenakan sat ini kita telah lalai atau kecanduan oleh teknologi dan mengesampingkan adat istiadat di daerah kita.
Sort: Trending