Mungkin cara terbaik untuk menghapus subsidi BBM: Pertamina berhenti jualan minyak, urus eksplorasi dan pengolahan saja. Buka kran seluas-luasnya untuk swasta dan SPBU asing. Serahkan harga pada mekanisme pasar murni. Kalau harga dunia naik ya tentu saja harga eceran naik, kalau turun harga minyak dunia turun ya harga eceran turun. Berhentilah mengatur harga BBM. Sebab makin diatur, makin banyak kepentingan bermain di sana.
Tidak perlu pengumuman naik-turun, biarkan saja seperti harga telur, ya kadang Rp 20 ribu perkilo, kadang Rp 25 ribu, kadang tembus sampai Rp 30. Meskipun telor juga berpengaruh sistemik terhadap pedagang makanan, tapi harga makanan tidak terlalu ngaruh, paling yang dinaikin atau diturunin harga telor bulat balado. Kalau dadar harganya bisa tetap tapi ukurannya dibesarkan atau dikecilin.
Pengumuman naik turun dan pengaturan seperti selama ini justru bikin gonjang-ganjing, ketidakpastian. Baru wacana naik saja tukang gado-gado sudah naikin harga. Ketika naik beneran, harga sudah tinggi dan itu pun naik lagi. Tidak usah terlalu genitlah, apalagi cari panggung, ngomong sana-ngomong sini BBM diperimbangkan naik atau apalah. Udah diam saja. Naik secara evolutif aja. Itu lebih aman untuk pasar. Tidak ada gejolak.
Persoalan BBM bukan sederhana omongan, "Kalau gak bisa beli bensin ya tidak usah punya mobil atau moto." Itu lebih cocok jadi omongan orang tak sekolahan. Harga BBM itu berpengaruh sistemik, karena semua harga barang ada unsur BBM. Emang ada angkutan barang dari sebuah pabrik ke distributor hingga ke kios di pelosok kampung dibawa pakai kuda yang minumnya cukup air sungai? Semua pakai mobil yang minumnya bensin atau solar.
Kalau gak mau dibilang konyol, berhentilah ngomong "Orang punya mobil bagus kok protes harga bensin naik." Penguasa juga perlu berhenti koar-koar bahwa selama ini subdisi lebih banyak dinikmati oleh orang kaya. Kalau pun iya memang kenapa? Orang kaya pasti bayar pajak lebih besar, emang kenapa kalau mereka mendapatkan reward lebih besar pula. Masalah buat lo? Wajar dong, bayar lebih dapat fasilitas lebih.
Tapi poin saya bukan itu. Pertama, seperti saya sebut di atas, minyak itu kan menjadi bagian dari biaya semua barang, mulai dari biaya angkut bahan baku, biaya produksi, hingga biaya distribusi. Sehingga naik-turun harga eceran minyak akan membuat biaya-biaya itu naik semua harga barang naik. Jangan jauh-jauh deh, tukang siomai langganan Anda di bengkolan jalan, kalau ke pasar beli bahan baku siomai dia bukan naik onta atau sapi, tapi naik sepeda motor atau angkot.
Karena harga BBM naik, otomatis biaya angkutan dia untuk beli bahan baku siomai jadi naik. Tiba di pasar, e rupanya harga-harga bahan baku siomai sudah melonjak. Mau pulang, ambil motor di parkiran, tukang parkir pun minta tambahan ongkos parkir. Alasannya, "Ongkos ojek saya ke sini naik bang," kata tukang parkit tanpa seragam itu. Apa boleh buat. Di jalan, ia mampir di toko susu untuk beli susu untuk balitanya. Sudah naik pula.
Sehingga si tukang siomai kena beberapa kali "pukulan harga" karena harga BBM. Apakah ia diam saja? Enak aja. Hari itu juga ia pasang harga baru Rp 15 ribu dari sebelumnya Rp 12 ribu. Pelanggan protes, "Kenapa naiknya tinggi amat bang, sampai 3 ribu, harga BBM aja cuma naik 2.300 sekian?" Si tukang siomai tangkas menjawab: "Yang naik itu bukan hanya BBM, tapi bahan baku siomai, parkir, hingga harga susu. Kalau aku gak naikkan harga, aku tidak bisa beli susu anak, apalagi kawin lagi."
Kedua, jika memang pemerintah menganggap subsidi lebih banyak dinikmati orang kaya, ya sudah naikin aja harga BBM untuk mereka (mobil berplat hitam tanpa kecuali). Tapi mobil plat kuning (angkutan umum dan angkutan barang) serta motor tetap bisa dapat BBM murah. Kenapa? Agar harga-harga tetap stabil, ongkos angkutan tidak naik, dan orang-orang kecil yang jadi ojol maupun opang tidak menjerit-jerit. Inflasi pun bisa tetap rendah.
Kenaikan harga BBM tak haram, sejauh dikelola dengan baik dan tidak bikin gejolak. Sistemnya bisa dibikin sederhana. Mungkin pemerintah berdalih, ketimpangan harga bisa berpotensi penyelundupan dan pasar gelap. Lah, justru yang harus diperangi ya penyelundupan dan pasar gelap itu. Kalau ada banyak tikus di rumah -- kata kakek saya dulu -- jangan bakar rumah, tapi kejar tikusnya. Kalau perlu pakai pasukan jin. Penyair juga mau diajak ngejar tikus, tapi kasih horornya ya. Jangan gratisan melulu.
Ada yang bilang, "subsidi langsung ke orang dalam bentuk BLT dan segala macam akan lebih adil karena diterima oleh yang berhak daripada subsidi BBM." Adil ndasmu! BTL paling banter berapa bulan sih? Tapi kenaikan harga itu abadi. Apa setelah BLT habis rakyat miskin itu disuruh puasa gitu. Belum lagi kebocoran di sana-sini. O, sekarang transfernya pakai rekening. Ente pikir para penghisap orang miskin itu tak punya cara untuk minta jatah?
Satu lagi: saya juga heran kok Vivo bisa menjual bensin seharga Rp 8.900, sebelum pemerintah "berkomunikasih dengan mereka" sehingga mereka pun menaikkan harga jadi Rp 10.900. Tentu saja Vivo tidak ngasih subsidi ke BBM itu. Ini pukulan telak bagi Indonesia yang koar-koar subsidi gede. Jadi banyak orang bertanya-tanya hitungan harga pokok dan harga jual BBM Indonesia kayak apa sih? Kok bisa besar betul subsidinya? Ada yang tahu cara menghitungnya? Coba deh kasih hitung-hitungannya di sini. Biar saya dan teman-teman lain pada paham.
Terakhir, sementara demi membantu pemerintah agar subdisi tidak makin membengkak, barangkali kita tidak perlu lagi mengisi bensin di SPBU Pertamina. Soalnya, dalam harga Rp 10 ribu itu -- konon katanya -- masih ada unsur subsidinya. Jadi mari ramai-ramai kita ngisi bensin di SPBU asing. Pelayanan lebih ramah lagi. Kaca mobil kita suka dilap dan dibersihin. Harganya gak jauh beda kok. Kalau di daerah gak ada SPBU asing ya apaboleh buat.
Atau itu tadi, seperti saya sebut di awal status ini: sudahlah, Pertamina berhenti jualan minyak. Sebab, jualan minyak itu berat. Biar SPBU asing dan swasta aja. Sehingga pemerintah tidak perlu lagi empot-empotan mengucur subsidi. Mending uang itu dipakai untuk mempercepat penyelesaian ibu kota negara baru. Biar kita nanti bisa piknik rame-rame ke sana. Seru pasti.
MUSTAFA ISMAIL
Twitter/IG @ moesismail
Foto-foto: pixabay.com
#indonesia #kvi #photography #BBM #energy #hargabbm #pertamina
harus kita akui dan sadari kita hanyalah objek dari para politikus tersebut atau entah siapasajalah yang punya power dan aura untuk di denagrkan banyak orang terlebih benar atau salahnya.
tak jelas pula bagaimana sebenarnya perhitungan standar harga untuk BBM tersebut, jika kita ramai-ramai belanja ke SPBU asing, apakah itu bisa dilakukan oleh mereka di pelosok sana? Kemudian jika mau BBM murah, sudahkah kita semua mau mengerti dan menerima perbaikan infrastruktur yang diperlukan, atau nanti akan ada selentingan "kita tidak butuh jembatan"!
Apadaya sepertinya memang negara ini sedikti lebih susah unutk dibenahi, kutukan sumber daya alam itu sepertinya nyata, karena sumber daya manusia kita masih lumayan dibawah, termasuk saya sendiri.
seandainya saja BBM tak lagi disubsidi, apakah itu tidak akan jadi bahan gorengan para politisi bermuka tebal lainnya. ah sudahlah, : )
benar, kita tidak tahu seperti dasar perhitungan harga pokok dan harga jual BBM kita. Lucunya, SPBU asing -- seperti Vivo -- bisa menjual BBM di bawah harga Pertamina. Pastilah Vivo tidak mensubsidi BBM yang mereka jual.
Katakanlah jika mau dinaikin, ya naikin saja untuk kendaran pribadi (plat hitam), sementara plat kuning (angkutan umum dan barang) serta motor tidak perlu naik, agar harga barang dan ongkos angkutan tetap stabil. Sehingga daya beli masyarakat tidak merosot.
Tapi BBM sudah jadi mainan politik sih.
jika saya lihat VIVO hanya berada di area jakarta yang proses distribusinya memakan biaya sedikit dengan jalan yang sudah ok pelabuhan sudah dekat.
Pertamina yang perlu menyalurkan SPBU ke seluruh Indonesia Raya tentu biayanya jauh lebih besar, disana mungkin ada perhitungannya. selain itu juag penyaluran ke kantong-kantong cecurut juga mesti dihitung om, hahaha
Kalau saya sih mending sekalin di cabut saja subsidi sekalian tanpa membedakan harga karena celah penyalahgunaannya tetap besar, sayang sekali memang public transport kita masih sangat kurang, bahkan saya yang tinggl di Bali saja hampir tidak ada transportasi umum. jika BBM tanpa subsidi dan transportasi umum diperbaiki maka sepertinya akan jadi lebih baik.,
tapi tentu saja para cecurut itu tidak mau aliran dananya terpotong kan ya?
Kalau saya mending Pertamina gak usah bisnis minyak, tapi fokus pada eksplorasi dan pengolahan. Biar swasta aja yang jualan, termasuk swasta asing, sehingga harga jadi kompetitif. Pemerintah pun tidak perlu lagi mensubsidi, karena sudah dipegang swasta. Masyarakat pun punya banyak pilihan. Sehingga swasta akan memberi service dan harga yang kompetitif.
The Hivebuzz proposal already got important support from the community. However, it lost its funding a few days ago and only needs a few more HP to get funded again.
May we ask you to support it so our team can continue its work this year?
You can do it on Peakd, ecency, or using HiveSigner.
Your support would be really appreciated.
Thank you!Dear @musismail, we need your help!