“Siapa di dalam?” tanya Pak Alan setelah membuka kunci pintu, “Halo, apa ada orang di dalam?”
Suara kresek terdengar dan sesuatu muncul dari balik lemari. Miiaw... “Ah, kau, Yoriii... bikin kaget saja. Pus...pus.. ayo segera keluar, aku akan mengunci pintu ini, Manis...” Bujuk Pak Alan pada seekor kucing jantan lokal berwarna abu-abu putih yang dipanggilnya Yori. Seperti sudah sangat karib, Yori menjajari kaki Pak Alan dan menggosok-gosokkan kepalanya manja. Pak Alan segera mengunci pintu dan berlalu.
Gina dan Rinal menarik napas lega. Mereka keluar dari persembunyian dan duduk perlahan di kursi. Rinal sudah dengan cekatan memasukkan kembali kaca objek ke dalam kotak kertas dan menyimpannya ke dalam tasnya. Ia kenakan tas sandangnya dengan posisi tetap siaga.
Gina duduk terpekur dan membenamkan wajahnya ke telapak tangan. Menyapu wajahnya dan kemudian mengenakan kembali kacamatanya. “Apa yang kau pikirkan sebenarnya tak pernah semenarik itu, Rinal.” Ujarnya mulai tenang.
“Kau kira aku memikirkan apa?”
“Hal-hal yang tak masuk akal tentunya...”
“Coba kau sebutkan satu hal yang tak masuk akal tadi. Supaya pembicaraan ini ada juntrungnya.”
“Kau yang harusnya mengungkapkan lebih dulu, kecurigaan apa yang kau tuduhkan buatku.”
“Apa? Bahwa kau aneh semua staf di sini tahu. Kau penuh misteri, terlalu gelap untuk menebakmu.”
“Itulah yang kumaksud... seperti yang kau katakan di awal. Spesies baru, mengakali label di tabung reaksi, dan apa saja yang kau pikirkan...Kau harus tahu aku bukan hanya bekerja di lab dan universitas ini.” Gina mulai memelas.
“Ya, kudengar kau juga tim ahli sebuah perusahaan vaksin, kan?” balas Rinal bertanya.
“Ya, lalu apa kecurigaanmu mengatakanku perempuan aneh dan ...dan apalagi tadi....”
“Ya, seandainya aku bodoh tidak tahu spesies Clostridium apa yang kau semai itu... seandainya aku bodoh, Nona! Kau tahu toksin apa yang ada pada spesies Clostridium itu dan...”
“Dan apa? Pak Rudy bicara apa padamu? Kau mulai gila seperti dia karena harus menutupi semua dosa-dosa dan tangan kotornya!” amarah jelas terpancar dari balik kacamatanya. Rahang Gina mengeras.
“Apa maksudmu...” Gumam Rinal yang mulai melunak. Ia merasa galau sendiri dengan posisinya. “Pak Rudy memintaku memata-mataimu. Dia bilang kau punya proyek besar yang rahasia. Punya misi terselubung selama bekerja di sini. Kuperhatikan tindak tandukmu memang aneh. Apalagi kau selalu menciptakan alibi sebagai peneliti kapang dengan jurnal-jurnal yang rutin kau terbitkan. Proyek-proyek yang kau tawarkan kepada mahasiswa dan tim di lab ini. Tapi kau sendiri fokus sekali pada penelitian bakteri.”
“Apa salahnya menekuni dunia yang lebih aku minati, Ri?” ungkap Gina sembari bertanya.
Rinal menatap wajah Gina lekat. Ada perasaan berbeda, ia seperti sudah pernah mengenali Gina sebelumnya. Di balik wajahnya yang serius dan biasa saja, ada sesuatu yang membuat Rinal penasaran. “Hmm... kupikir... apa aku mengenalmu sebelumnya?” Tanya Rinal tiba-tiba.
Wajah Gina kembali pucat pasi. Terburu dibenarkannya kacamatanya dan berdiri membereskan perlengkapannya. Menyiapkan termos untuk memindahkan biakan bakteri dari inkubator. “Maaf, aku harus segera kembali ke lab perusahaan. Aku akan mengambil milikku kembali.”
“Hei... hei... tunggu!” tahan Rinal.
“Kau simpan hasil pewarnaan itu baik-baik. Tak usah banyak bacot dan katakan pada Pak Rudy aku hanya menumpang lab hari ini dan aku akan mengambil kembali barang-barangku. Lusa aku akan bekerja seperti biasa. Maafkan, karena aku tidak profesional membawa pekerjaan dari kantor sana ke sini.” Gina mencoba menjelaskan dan jelas menghindari diskusi panjang dengan Rinal.
“Kita belum selesai!”
“Apalagi? Kan sudah jelas kecurigaan Pak Rudy itu tidak berdasar.”
“Masih banyak yang ingin aku tanyakan.”
“Tidak hari ini. Maafkan aku...Kau juga punya kunci cadangan tentunya. Aku harus segera pergi.” Sela Gina terburu meninggalkan lab.
Rinal tak bisa menghalanginya. Ia masih teringat dengan perkataan Gina tentang Pak Rudy dengan perkataan ‘tangan kotor dan dosa-dosanya’. Wajah Gina mirip dengan mahasiswi yang tewas kecelakaan lima tahun di lab mikrobiologi lama.
to be continued
Sama-sama.. Terima kasih kembali ustzah
😝😝😝😝😝
Denda kalau baca bawahnya doang!
hahahhaah
Mantap-mantap, cerita fiksinya keren dan enak tuk dibaca.
Tentu tak semantap menu siang ini yang bikin liur meluber 😅😅😅
Makasiih ya sudah membaca cerita kami.
Ceritanya menarik banget, ini Aini. Ga sabar kakak menunggu lanjutannya.
Etapi, kk ada ide, sebelum diterbitkan dalam versi cetak, bisa nih dijadikan e-novel dulu, kk bisa bantu urus isbn-nya dengan menggunakan penerbitan indie kakak. Free. Jika Aini berminat. Ayo, lanjutin yaa!
Kaaaaaaaaaak Aaaaaal....😭😭😭😭😭
You leave me speechless. Beneran.