Apa kabar steemian semua? Sudah sebulan lebih tak menyapa. Banyak urusan di luar sana. Ini kali aku akan kembali berbagi cerita. Tentang orang-orang Polisi Pamong Praja yang merazia sebuah kedai kopi.
Cerita ini berkisar sepekan lewat atau mungkin lebih. Maklum, aku agak sering pikun kalau berurusan dengan waktu. Pokoknya cerita ini terjadi pada sebuah pagi yang tengah menuju tengah hari. Pada hari kerja pertama setiap pekannya, saat jam kantor sedang padat-padatnya.
Kebetulan hari itu aku ngopi seorang diri, di kedai kopi langganan, yang juga dilanggani oleh para pegawai sebuah kantor instansi pemerintah, yang letaknya hanya sepelemparan bola kasti belaka. Tidak seperti biasanya, kedai kopi ini hari ini agak sedikit kaku, para pelanggan, terutama beberapa yang memakai pakaian seragam kedinasan tampak agak bermasam muka.
Pertama aku agak penasaran dengan suasana yang agak ganjil itu, tapi tak lama kemudian langsung terjawab ketika kulihat satu mobil pick-up yang di bak belakangnya terdapat dua kursi panjang dengan posisi saling membelakangi. Itu bukan mobil patroli polisi sebab ada tulisan Satpol PP di pintu depannya. Kurang lima puluh detik setelah kulihat itu serombongan orang-orang berbadan tegap, berseragam coklat muda, bersepatu lars, ada baretnya juga di kepala, keluar dari belakang kedai kopi.
Tahulah aku ini hari para Satpol PP itu sedang merazia kedai kopi, dan orang-orang kedinasan yang bermasam muka itu, kiranya baru saja tertangkap tangan. Mangkir dari jam kerja, dan tentu saja harus kena teguran atau bahkan hukuman.
Aku tersenyum sendiri melihat tingkah dua pihak yang sama-sama abdi pemerintah itu. Kontras adanya. Satu pihak tampak pongah, satu pihak lagi tak ubahnya pesakitan yang tak bisa berbuat apa-apa. Kecuali manut saja untuk bersegera balik ke kantor sebelum urusan ketidak-disiplinan diperpanjang sampai ke tingkat yang tak sanggup di jangkau oleh mereka.
Ketika salah satu anggota Satpol PP itu kembali menghampiri meja orang-orang dinas yang pesakitan itu, salah satu di antara mereka mencoba berkilah dengan beberapa alasan. Tentu saja alasan agar diperbolehkan melanjutkan sesi ngopi mereka, toh, kopi pesanan pun masih penuh dalam gelas, baru sekali seruput saja.
"Boleh, pak. Lanjut saja ngopinya, datanya sudah ada sama kami. Nanti bapak-bapak jelaskan sendiri ke atasan sekira nanti siang mendapat panggilan," jawab si Satpol PP itu kalem tapi dengan intonasi yang tegas dan volume suaranya yang juga keras.
Mendengar perkataan si Satpol PP itu, beberapa anak-anak muda pekerja game PUBG, tertawa ngakak, begitu pun beberapa pelayan kedai kopi yang mencoba menahan tawa agar tak diketahui pelanggan tetapnya.
Aku sendiri ikut tersenyum sembari menjepret beberapa orang anggota Satpol PP lainnya dengan kamera gawai, yang gambarnya bisa kalian lihat di sela-sela tulisan ini. Ketika hendak kubidik muka-muka masam yang baru saja kena hardik si Satpol PP, salah seorang di antaranya mengetahui aksiku. Langsung memelototi, lalu dengan menampakkan kesan ancaman dari mimiknya yang tengah pesakitan itu mencoba melarangku untuk memotret mereka.
Sekadar menghormati orang-orang yang tengah teraniaya oleh sebab ketiban sialnya, aku urung memotret mereka, kecuali kuumbar nyengir sinis ke arah si pengancam yang dia sendiri tengah merasa terancam itu. Lalu agar aku merasa tak kalah gertak olehnya, nyengir sinis kuulang beberapa kali. Dan mimik yang kupasang agar tampak jelas oleh mata yang memelotot itu adalah mimik penuh kasihan sekaligus makian.
Pokoknya ketika ia melihatku lagi untuk yang keberapa kali sambil beranjak dari kedai kopi itu, jelas tertangkap di pikirannya kalah aku tengah berkata padanya, "Cok lhieh!"
You received an upvote as your post was selected by the Community Support Coalition, courtesy of @sevenfingers
@arabsteem @sevenfingers @steemph.antipolo
Thank you to support me.
Congratulations You Got Upvote
& Your Content Also Will Got Curation From
Many thanks guys.