Saat itu aku seperti ISIM MUFRAD tunggal sendirian saja...
Seperti kalimat HURUF sendiri tak bermakna...
seperti FI'IL LAAZIM mencintai tak ada yang dicintai.
Tak mau terpuruk dan terdiam.
Aku harus jadi MUBTADA memulai sesuatu..
Menjadi seorang FA’IL yang berawal dari FI'IL.
Namun aku seperti FI’IL MUDHARI’ ALLADZII LAM YATTASHIL BIAAKHIRIHII SYAIUN mencari sesuatu tapi tak bertemu sesuatupun di akhir.
Bertemu denganmu adalah KHABAR MUQADDAM sebuah kabar yang tak disangka.
Aku pun jadi MUBTADA MUAKKHAR perintis yang kesiangan.
Aku mulai dengan sebuah KALAM dari untaian susunan beberapa lafadz.
Yang MUFID terkhusus untuk dirimu dengan penuh mak’na.
Dari sini semua bermula.
Aku dan kamu bagaikan IDHAFAH.
Aku MUDHAF sedang kamu adalah MUDHAF ILAIH nya.
Sungguh tak bisa dipisahkan.
Cintaku padamu BER I'RAB RAFA’ betul-betul tinggi.
Bertanda DHUMMAH bersatu.
Cinta kita bersatu mencapai derajat yang tinggi.
Saat mengejar cintamu aku cuma ISIM BER I'RAB NASHAB susah payah.
Yang bertanda FATHAH terbuka.
SEHIGGA HANYA DENGAN BERSUSAH PAYAH MAKA CINTA ITU KAN TERBUKA.
Setelah mendapatkan cintamu tak mau aku seperti isim yang KAFDH hina dan rendah.
Bertanda KASRAH terpecah belah.
SEHINGGA JIKA KITA BERPECAH BELAH TAK BERSATU RENDAHLAH DERAJAT CINTA KITA.
Karenanya kan ku jaga CINTA kita layaknya FI'IL BER I'RAB JAZM penuh kepastian.
Bertanda dengan SUKUN ketenangan.
Kan kita gapai cinta yang penuh damai saat semua terikat dengan kepastian tanpa ragu-ragu.
Seperti MUBTADA KHABAR dimana ada MUBTADA pasti ada KHABAR.
Setiap ada kamu pasti ada aku yang selalu mendampingi mu disetiap langkahmu.
Seperti tarkib IDHAFAH dimana MUDHAF dan MUDHAF ILAIH menyebabkan hubungan dan tak boleh DITANWIN karena TANWIN menunjukkan perpisahan.
Hubungan pertalian antara aku dan kamu yang menyebabkan tumbuhnya cintaku.
Seperti ISIM ALAM perasaanku padamu itu menyebabkan adanya NAMA yaitu CINTA.