WANITA KETURUNAN PORTUGIS DI ACEH
Desa keturunan portugis di aceh-LamNo adalah salah satu kabupaten yang ada di Nanggroe aceh serambi mekkah,Saat menyebut nama Lamno aceh jaya,yang terlintas di pikiran anda pasti wanita bermata biru,Gadis atau wanita lamno indentik dengan wanita bermata biru,atau cewek bermata biru.
Jika orang dari luar aceh mengunjungi desa di LamNo aceh jaya,Mereka akan sulit mempercayai bahwa masyarakat di sana adalah asli orang pribumi,Darah portugis yang mengalir dari generasi ke generasi membuat orang sulit mempercayainya.
Namun inilah buktinya bahwa Gadis-Gadis atau perempuan di desaan Lamno indentik dengan perempuan bermata biru,Jika anda melihat perempuan cantik bermata biru di kota banda aceh kemungkinan besar itulah orang lamno.hehehe.
Lahirnya wanita bahkan pria bermata biru di lamno aceh jaya bukan tanpa sejarah,Naggroe aceh serambi mekkah tidak luput dari berbagai sejarah.
Sejarah LamNo Aceh jaya
Sejarah mencatat,sekitar tahun 1492-1 511,kapal perang Portugis pimpinan Kapten Pinto yang kalah perang dengan Belanda di Selat Melaka,mengalami kerusakan saat berlayar dari Singapura.Kapal ini terdampar di pantai Kerajaan Daya.
Raja Daya tak ingin membiarkan kapal itu lari dan mendarat tanpa izin di Kuala Daya.Laskar Rimueng Daya menghujam tembakan ke kapal itu dengan meriam besar hingga tenggelam.Semua awak kapal dan tentara Portugis akhirnya menyerah dan meminta perlindungan.Sambil menunggu bala bantuan armada kapal dari negerinya menjemput mereka,pasukan Portugis menjadi tawanan kala itu.
Awak kapal dikarantina dalam satu kawasan berpagar tinggi.Hari demi hari mereka terus menunggu pertolongan.Tapi bantuan tak kunjung datang.Mereka pun menyerah pada Raja Daya.Raja Daya yang terkenal arif itu membebaskan mereka tanpa syarat harus menjadi budak.Tentara Portugis itu kemudian berbaur dengan penduduk Lamno.Mereka diajarkan bertani,berbahasa,dan diperkenalkan adat istiadat dan budaya masyarakat Aceh.Para mantan tawanan perang itu kemudian juga dibolehkan untuk mempersunting gadis pribumi,tentu setelah memeluk islam.
Menurut versi lain asal-usul Orang putih di Lamno(sebutan untuk orang bule)
Mereka bukan terdampar,melainkan sengaja datang berdagang dengan penduduk Negeri Daya. Mereka membawa berbagai barang berharga,mulai dari porselen hingga senjata dan mesiu. Balik ke negerinya,mereka mengangkut rempah-rempah dan berbagai hasil dari aceh.Kala itu Daya merupakan bandar dagang yang ramai di Aceh.Para saudagar berdatangan dari India,Arab, Cina,dan Eropa tentu saja.
Hubungan baik antara Raja Daya dan para saudagar berkulit putih,yang tersiar sampai jauh, membuat gusar Raja Kerajaan Lamuri di Banda Aceh,Ali Mugayat Syah.Ali,yang ingin Pahlawan Syah memutuskan hubungan dengan pedagang Portugis,yang menurutnya kafir,lalu menyerang dan menguasai Daya.Beliaulah yang kemudian menawan "orang-orang putih(orang bule portugis)" di Meunanga.
Dua tahun kemudian,Ali menguasai dua kerajaan lain:
Pase dan Pedir (Pidie),lalu mendirikan Kerajaan Aceh Darussalam dan mengangkat dirinya sebagai raja yang pertama (1511-1530).Melihat lokasi Lamno yang tak terlalu jauh dari jalur dagang Portugis Atlantis,Selat Malaka,Pasifik cerita tentang Daya sebagai pelabuhan dagang nan ramai di Aceh cukup masuk akal.
Tempat itu mudah ditemukan.Marco Polo melakukan itu pada 1292 dalam pelayarannya dari Cina menuju Persia,seperti bisa disimak dalam bukunya,Far East. Antara lain,Marco Polo mengatakan pernah berlabuh di enam bandar di sebelah utara Sumatera,termasuk Ferlec, Samudera,dan Lambri atawa Lamuri.
Catatan lebih tua bahkan menyebut perdagangan global di Aceh telah dimulai sejak abad ke-6 M. Para pedagang Cina,misalnya,meninggalkan catatan-catatan tentang sebuah kerajaan di bagian utara Sumatera,yang mereka beri nama Po-Li.Wilayah ini juga disebut-sebut dalam catatan kuno yang ditemukan di India,berasal dari awal abad ke-9 M.
Perdagangan di bandar Aceh bertambah maju setelah Portugis mengalahkan Malaka pada 1511,bersamaan dengan berdirinya Kerajaan Aceh Darussalam.Para pedagang dari Asia dan Arab mulai menghindari Selat Malaka dan beralih ke pelabuhan-pelabuhan di Aceh.Sejak itu,dominasi Aceh dalam perdagangan dan politik di wilayah itu menguat,dan mencapai puncaknya antara 1610 dan 1640.
Karena hidup dalam komunitas terbatas selama Ratusan tahun,darah Portugis masih mengalir dalam diri sebagian masyarakat Lamno,terutama yang menetap di Kuala Daya dan Lambeuso serta Ujong Muloh.Selain identik sebagai daerah asal gadis bermata biru,Lamno juga dikenal sebagai negeri para raja.Tokoh yang sering disebut misalnya Poeteumerom. Bernama lengkap Sultan Alaidin Ri’ayatsyah,beliau lah yang membawa Islam menyebar ke kawasan itu.
pemerhati budaya di Lamno mengatakan,Poetemeureuhom berasal dari kerajaan Samudra Pasai.Bersama rombongannya,beliau mulai melakukan perjalanan mulai dari Desa Mareu mengikuti arah hulu sungai dan kemudian menyisir kawasan pesisir pantai. “Rombongan kemudian berhasil menaklukkan raja-raja kecil disepanjang aliran sungai,” katanya.Di kawasan itu terdapat kerajaan meliputi kerajaan Lamno,yaitu Keuluang Daya,Kuala Unga,dan Kuala Daya.Setelah berhasil menaklukkan kerajaan-kerajaan kecil itu,Poteumeureuhom tak langsung membubarkannya.
Namun Wilayah yang ditaklukinya diberikan hak otonomi dan tunduk dalam Kerajaan Daya atau yang dikenal dengan Meureuhom Daya.Sebagai bentuk terimakasih rakyat kepada sang raja,digelar lah upacara Peumeunap dan Sumeuleueng.Dalam upacara itu raja disuapi nasi yang berasal dari hasil panen terbaik.Upacara penabalan raja ini kemudian dikenang dan dilangsungkan sampai sekarang setiap tanggal 10 Zulhijjah atau pada hari raya kurban.
Nasib Lamno Setelah sepeninggalan Poteumeureuhom
Sejarah juga mencatat sepeninggal Poteumeureuhom kondisi Kerajaan Daya sedikit goyah. Kerajaan daya yang kemudian juga tunduk pada kerajaan Aceh Darussalam,harus bertahan melawan portugis yang ingin menguasai seluruh wilayah.Pada 1511-1530 saat pergantian pucuk pimpinan di Kerajaan Aceh Darussalam dari Sulthan Syansu Syah kepada puteranya Sulthan Ali Mughayat Syah,perang Aceh dan portugis memuncak.
Raja Mughayat Syah terpaksa mengutus adiknya Raja Ibrahim memimpin perang di perairan Arun untuk membendung Portugis masuk menguasai pesisir Timur Aceh.Namun naas,Raja Muda itu tewas di Arun.Untuk menggantikan pimpinan armada Aceh di Arun,Sulthan Ali Mughayat Syah mengirim menantu Poteumeureuhom,Raja Unzir yang kala itu memegang tampuk pimpinan Negeri Daya. Sejak itu Negeri Daya tak punya raja lagi.akhirnya kerajaan Daya Tunduk ke kerejaan Aceh Darussalam.
Isteri Raja Unzir Siti Hur kemudian diperintahkan mengurus roda pemerintahan di Kerajaan Daya,Pada Bulan Jamadil Awal Tahun 1526,Raja Unzir pun meninggal di Aru.Pasca Unzir Siti Hur meninggal, pemerintah di Negeri Daya mengalami kemunduran.Ini disebabkan karena karena seringkali terjadi perang saudara dan percecokan akibat selisih paham diantara sesama raja yang memperebutkan kekuasaan dan hasil pajak lada.Hal seperti itu terus terjadi dalam kuran waktu hampir dua abad lamanya.
Sekitar 1711 sampai 1735,Sulthan Jamalul Alam Badrul Munir berkuasa di Aceh Darussalam. Pemerintahnya tidak terlalu disukai oleh para petinggi kerajaan yang berpengaruh di Aceh saat itu.
Sang raja pun tak memperoleh dukungan kuat di kalangan istana.Untuk menghilangkan paradigma miring,Jamalul sering melakukan lawatan keluar daerah untuk mendapat simpati dari raja-raja kecil yang merupakan kesatuan terpisah di Kerajaan Aceh Darussalam.Sulthan Jamalul yang bergelar Poteu Jamaloy ini berkeinginan melakukan kunjungan khusus ke Negeri Daya untuk menertibkan situasi kerajaan yang semraut karena perang berebut pajak raja.
Untuk memuluskan lawatannya,Poteu Jamaloy mempelajari tradisi dan adat budaya yang belaku di Negeri Daya.Akhirnya ia berhasil mempertegas kembali ketentuan seperti yang pernah diprakarsai oleh Poteumeureuhom.
Mengenang jasa sang raja,makam Poteumeureuhom yang berada di perbukitan kecil di pesisir Desa Gle Jong kini dikeramatkan warga.Setiap hari raya Idul Adha,banyak warga mengunjungi makam itu untuk berziarah atau melepas nazar.Berziarah ke makam dipercaya membawaberkah.
Di Lamno,jejak-jejak masa jaya itu kian sulit dilacak.
Dulu banyak peninggalan kuno seperti porselen dan mata uang dari berbagai kerajaan dunia ditemukan.Hampir semua peninggalan sejarah itu telah berpindah tangan.Lamno kini juga tak lagi dikenal sebagai kota penghasil Lada.Hanya biji kopi Arabica Lamno yang masih punya nama. Sekarang pemburu Lada telah berganti dengan para pemburu sarang walet dari gua Teumiga dan gua Keuluang di bibir lembah Geurutee.
Tsunami 2004 silam juga membuat Lamno nan masyur tak lagi berjaya karena jembatan penghubung antar kabupaten di Lambeusoi putus. Sejak enam tahun lalu itu warga terpaksa menggunakan rakit untuk menyebrang, karena jembatan juga belum rampung.
Musibah besar itu juga menewaskan 6.000 penduduk Lamno. Gadis atau cewek bermata biru juga jarang dijumpai. Kini sepotong legenda mata biru dan kerajaan daya pun seperti bersembunyi di bibir lembah Geurutee.
Ini lah Perempuan bermata biru Dari LamNo aceh jaya
Banyak perempuan berasal dari Kecamatan Lamno, Kabupaten Aceh Jaya, memiliki wajah yang benar-benar menawan. Mereka juga memiliki perawakan yang tinggi, berhidung mancung, berambut pirang alami, berkulit putih, dan beberapa di antaranya memiliki mata biru.
Keunikan Gadis LamNo
Tentu saja Tidak semua penduduk di Lamno memiliki ciri-ciri fisik yang mirip dengan portugis.
Keunikan Gadis LamNo
Mereka yang memiliki penampilan fisik semacam ini hanyalah penduduk asli Daya, yang memiliki darah keturunan Portugis.
Keunikan Gadis LamNo
Adapun wilayah Lamno yang menjadi tempat tinggal perempuan-perempuan “blasteran” Paling banyak adalah di Ujong Muloh, Kuala Daya, Gle Jong, Teumareum, dan Lambeso.
Keunikan Gadis LamNo
Namun demikian, akibat bencana tsunami di Aceh yang terjadi padatahun 2004 silam memaksa mereka untuk tinggal menyebar di wilayah Aceh lainnya.
Copyright© Seur4moe
Pah that tamita dara baro keunan, nyo tapesiap jeulame aju. Nyak ta grak keunan
Hi! I am a robot. I just upvoted you! I found similar content that readers might be interested in:
https://seur4moe.blogspot.com/2016/11/Keunikan-Gadis-LamNo.html