Usai tarawih (12/6/2018), bersama putraku Soeryadarma Isman mengellingi Kota Padangpanjang. Tadi malam, kota ini memang tidak seperti malam-malam sebelumnya. Di setiap sudut kota ramai dengan pedagang kaki lima yang menjajakan dagangannya. Sementara manusiapun tumpah ruah, ramai sekali. Akupun menuliskan puisi berjudul :
PADANGPANJANG 1020
pada
keramaian. Aku
tetap memungut kabut
gigil menderu pada entah mengunci
diri-kawinkan hati.
: Gerimis masih singgah di pipi.
pada
keramaian. Aku
tak bisa mengirim bulan-hanya
bisa mengirim hujan. Meriwayatkan
lebaran bagi anak-anak yang hanya mampu merekam
malam dijiwa.
: akupun minta pamit pada hati.
Pada
keramaian. Aku
sunyi dalam pikiran menghitung sansai
sedang rindu terjaring di kulit daun
: aku jemput kabut dalam teriakan orang-orang yang diterbangkan angin.
Pada
keramaian. Aku
gigit malam agar pekatnya sampai ke ubun
Ah!
-Padangpanjang, 12 Juni 2018-
Ini aku tulis dalam pikir. Sesampai dirumah jadilah puisi ini aku tulis. Sepanjang perjalanan mengelilingi sudut kota. Orang-orang banyak menghabiskan rupiah untuk berbelanja apa saja yang dikehendaki oleh anak-anaknya sebab lebaran (Hari Raya Idul Fitri 1439 H) sudah diambang pintu. Menyaksikan itu, aku teringat anak-anak yatim piatu, anak-anak yang tak memiliki orang tua lagi, selayaknya KITA juga harus menyantuni mereka. LEBARAN SEBENTAR LAGI, KITA MEMANG TAK BOLEH SALING MEMANGSA, KINILAH WAKTUNYA UNTUK SALING BERBAGI. MARI! [***]
The night vendor look so busy. In my town, it held every wednesday night