ACEHNOLOGI (Ulasan) ''FILSAFAT ACEH'' (VOLUME II:Bab16)

in #edukasi6 years ago

IMG_20180717_222428[1].jpg
Kali ini sayaa akan membahas tentang Filsafat Aceh bab ke-16, disini saya juga tidak terlalu paham dengan bab ini
Seperti yang dikatakan oleh guru besar dalam buku acehnologi pada bab ini yang mengatakan bahwa level orang islam baru sampai pada pemikir,bukan filosof.demikian pula,ada yang menyasingkan bahwa tidak ada peluang bagi kita untuk menandingi filsafat barat,yang sudah berkembang pesat.hal ini tentu saja dipicu bahwa filsafat barat yang telah memberikan pengaruh pada islam,bukan sebaliknya.demikianlah ketinggalan muslim dalam bidang filsafat, jika dibandingkan dengan perkembangan filsafat barat. Ada 4 hambatan di dalam menggambarkan apa yang dimaksud dengan Filsafat Aceh. Pertama,gagasan atau ide orang Aceh yang belum pada tingkatan kajian filsafat yang mapan seperti filsafat barat, dimana cenderung melihat yunanai dan romawi sebagai rujukan utama. Filsafat india yang yang memiliki pengaruh yang amat kuat terhadap penyebaran agama hindu dan budha,hal ini yang menjadi hambatan bagaimana gagasan atau ide di Aceh setara dengan filsafat yang ada.kedua,tidak ada tokoh atau intelektual dari Aceh yang begitu dikenal dikalangan peminat kajian filsafat.sehingga tidak mengejutkan jika kemudian,Negara atau bangsa yang selalu mengedepankan kajian-kajian filosof, mendapati warganya sebagai manusia yang selalu ingin ‘’berubah’’ dari ‘’kesadaran hewani’’ menuju ‘’kesadaran insani’’. Ketiga, hambatan secara konseptual.banyaknya istilah kunci yang dihasilkan intelektual Eropa, sehingga,istilah yang muncul didalam masyarakat non-Eropa, kerap dicari padangannya dengan tidak meenghilangkan makna asli dari bahasa aslinya,tentu ini sangat menyulitkan. keempat, adapun yang terjadi adalah Aceh sering dijadikan sebagai laboratorium sosial, oleh mereka yang telah mapan secara basis keilmuan didalam ranah ilmu sosial dan humaniora yang berkembang di Eropa dan Amerika.
Namun kemuculan karya-karya intelektual di Aceh, membuktikan bahwa ada suatu sistem ide yang dikembangkan di Aceh. Istilah berlin menyebutkan bahwa tujuan filsafat adalah ‘’ to assist men to understand themselves and thus operate in the open, and not wildly, in the dark’’. Dual hal tersebut, yakni pertualangan ide-ide dan pola manusia memahami diri mereka di dalam keterbukaan, sesuhguhnya pernah terjadi di Aceh, terutama ditambah dengan hasil pemikiran orang Aceh yang memiliki karakteristik ke-Aceh-an, yang telah diterima tidak hanya ditingkat nasional dan juga di level internasional. Ada suatu istilah yang merupakan titik pangkal yang muncul didalam imajinasi orang Aceh yaitu endatu (leluhur), dan masih banyak lagi istilah yang merupakan titik keberangkatan pola pikir orang Aceh yang menghubungkan informasi. Dan juga tidak diherankan jika orang Aceh mampu menghadirkan sikap dan karakter dalam kehidupan mereka,selalu menghubungkan setiap gerakan kehidupan yang berakhir pada Allah.
Terdapat beberapa nama filosof yang muncu di Persia,yaitu: Abu Bakar Muhammad ibn Zakaria al-Razi (863-925M),Afdal al-Din kashani (1213-1214 M), Abu ya’qub al-sijistani, (9971M), Abu Rayhan Muhammad al Biruni (973-1048 M), Ahmad ibn Muhammad Miskawayh (932-1030 M), Nasri-I Kusraw (1004-1072 M) dll. Tak hanya Persia,Andalusia juga memiliki filosof muslim yang hidup di Eropa, yaitu: Abu Bakr al-sa’igh ibn bajjah (1138 M), Abu Muhammad Ali ibn hazm (944-1064 M), Muhammad ibn Abd Allah ibn Masarra (883-931 M), Abu al-walid Muhammad Ibn Rushd (1126-98 M), Abu Bakr Muhammad Ibn tifayl (1185 M).deretan para filosof tersebut menunjukan bahwa dikalangan umat Islam, kajian filsafat tidak dapat diabaikan sama sekali. Dibarat kajian filsafat semakin modern pemikiran filsafat maka semakin jauh manusia dengan tuhan, dalam islam semakin dekat manusia kehadapan tuhan, bisa dimaksudkan bahwa filsafat islam tidak lari dari spiritual.
Salah satu cara untuk studi filsafat adalah melalui perbandingan filsafat. Hal ini disebabkan, melalui perbandingan filsafat, akan diketahui bagaimana perkembangan ide-ide yang berkembang didalam suatu masyarakat. Tidak hanya merujuk atau membandingkan apa yang telah dilakukan oleh filosof barat. Selain itu,hamper tidak ada yang mengatakan bahwa ada legasi Filsafat Aceh yang membuat masyarakat Aceh mampu bertahan dari setiap kepungan pemikiran. Intinya, masyarakat Aceh memiliki pemikir dan masyarakatnya selalu memiliki semangat kebertahanan dari kepungan pemikiran.
Dapat disimpulkan bahwa Filsafat Aceh merupakan bentuk pemikiran yang dihasilkan oleh orang Aceh yang memiliki kesadaran diri terhadap masyarakat Aceh yang dibentuk oleh standar berpikir dan berperilaku sesuai dengan apa yang diyakini orang Aceh dari sumber-sumber dalam tradisi masyarakat Aceh sendiri. Jadi, kemudian , apa yang diperlu dieksplorasi dari filsafat Aceh adalah masalah semangat orang Aceh, yang membentuk kesadaran Aceh itu sendiri.