Ungkapan “Tinggal Landas” sering diserukan keras-keras pada jaman Orde Baru. Setelah tumbangnya rezim itu dan berjalannya Orde Reformasi kondisi Indonesia secara mendasar dan signifikan belum banyak berbeda. Artinya, belum jelas kapan bakal tinggal landas.
Dahulu mereka yang merencanakan pembangunan nasional membayangkan bahwa suatu saat Indonesia bakal tinggal landas, terbang ke angkasa nan biru memasuki kemakmuran seperti negara maju. Untuk itu diperlukan tiga syarat: pesawat pembangunan yang laik terbang, landasan moral dan mental bangsa yang kokoh kuat, dan udara sosial-politik-ekonomi yang cerah dalam kendali demokrasi.
Ternyata, Indonesia belum sepenuhnya memiliki ketiganya. Pesawat pembangunannya belum punya sayap yang lengkap. Landasan moral masih harus diperbaiki lewat proses panjang revolusi mental. Kondisi sosial-politik-ekonomi sedang diuji oleh praktik demokrasi yang diwarnai fitnah, kata-kata benci dan memaki-maki yang membuat orang merasa ngeri. Sebagian orang ingin meraih kursi pemimpin dengan meninggalkan akal, hanya mengandalkan otot; berpikiran pendek sehingga mudah kebakaran jenggot.
Tiga syarat di atas jauh dari terpenuhi karena adanya egoisme (suku, agama, kelompok) yang kuat. Egoisme itulah yang melemahkan ikatan kebangsaan dan berpotensi memecah negara ini sehingga tinggal landas masih akan jadi mimpi. Realita yang ada bukan tinggal landas, tapi tetap tinggal di landasan.
Selama setiap orang atau kelompok ingin mengutamakan kepentingannya sendiri, niscaya cita-cita negeri ini tetap jauh panggang dari api. Sikap terbuka dalam membangun kerjasama di antara komponen bangsa tidak boleh dibiarkan tinggal sebagai wacana. Itulah syarat mutlak untuk tinggal landas. Jika bangsa ini tidak cermat dan bijaksana salah-salah negeri ini akan mengalami nasib seperti negara yang dahulu besar dan kini sudah tiada. Semoga optimisme dan harapan masih menyala-nyala di dada setiap anak bangsa.
MoBert290418
Optimis dan mohon berkat Tuhan di dalam pembangunan di negri tercinta ini.