Jejak Hindu di Pinggiran Sungai Cibanten

in #culturevulture7 years ago (edited)

Seharusnya saya tak perlu heran lagi dengan kepernahadaan agama Hindu di Banten. Di Aceh pun jejak agama Hindu masih ada hingga sekarang, apalah lagi di Banten yang di Pulau Jawa ini. Tapi saya tak bisa tak melongo ketika mengetahui ada peninggalan Hindu di Serang, Banten.

Saat itu saya menemani Gara berkunjung ke Banten Girang. Salah satu tempat bersejarah yang lazim dijadikan lokasi ziarah umat Islam. Karena di tempat inilah pengikut setia Sultan Hasanudin bersemayam. Yaitu Ki Mas Jong dan Ki Agus Ju.

Makam-makam yang dikeramatkan ini berada di dalam sebuah bangunan kecil yang terdiri dari dua ruang (jika saya tidak salah karena saya tidak bisa memasuki ruangan makam), ruangan pertama berisi benda-benda peninggalan purbakala seperti keris, guci, uang logam, pecahan-pecahan keramik dari Tiongkok, genteng-genteng, sebuah arca kuningan, Al-Quran tulisan tangan, dan benda-benda pamer lainnya.

Sekitar 400 meter dari Situs Banten Girang, terdapat pula sebuah gua yang dahulu dijadikan tempat pertapaan umat Hindu. Gua yang dipahat pada batu ini terdiri dari 3 ruangan. Ruangan pertama selebar kurang lebih 2,5 meter dengan lebar kurang dari 1 meter dan tinggi 1 meter lebih. Ruangan kedua lebih kecil dari yang pertama dan ruangan yang ketiga lebih kecil lagi dari yang kedua. Lantai pada ketiga ruangannya digenangi air. Pada langit-langit ruangan ketiga saya temukan sebuah ceruk dan seekor kelelawar yang sedang gelantungan.

Gua ini berhadapan langsung dengan Sungai Cibanten, yang mengingatkan saya pada Masjid Indapuri di Aceh Besar yang berlokasi di pinggir sungai juga. Saya menanyakan hal ini pada Gara. Apakah ada hubugannya tempat pemujaan dengan sungai dalam Hindu? Gara menjelaskan, Hindu adalah agama air. Makanya tempat-tempat pemujaan selalu berada di dekat sumber air.

Ketika saya berdiri menatap aliran Sungai Cibanten yang berwarna coklat itu, saya membayangkan pada tahun 932 Masehi lalu ada banyak pendeta di pinggir sungai melakukan pemujaan. Dan di aliran sungai itu ada banyak perahu-perahu para pedagang yang lalu lalang. Saya berbalik ke belakang dan menatap punden yang berlokasi lebih tinggi dari tempat saya berdiri. Ke sanalah para pendeta itu membawa aneka rupa bunga sebagai sajen untuk ritual pemujaan.

Peninggalan gua di Banten Girang ini terbilang cukup baik. Sudah ada pagar besi yang mengitarinya. Halamannya pun bersih. Hanya saja persis di atas gua, telah berdiri rumah warga. Sedangkan punden yang berlokasi sekitar 50 meter dari gua tampak tak terawat. Undakannya sepenuhnya telah tertutupi tanah dan terlihat lebih mirip gundukan ketimbang sebuah punden. Terlepas dari cerita mistis yang saya dengar dari seorang bapak yang rumahnya persis berada di samping punden, sudah selayaknya punden ini juga mendapat perhatian dari dinas terkait agar dipugar dan diberi pembatas agar tak hilang dijarah.

Saya memang tak begitu menyukai sejarah secara umum, tapi mengenal sejarah masa pra Islam selalu menarik perhatian saya. Sebagai penghayal kelas berat, saya berandai-andai ada mesin waktu yang bisa mengantarkan saya ke masa itu. Seperti apa sih kehidupan beragama pada masa sebelum Islam itu? Bagaimana orang-orang dulu menjalani hidupnya sehari-hari? Apakah sama benar seperti dalam novel-novel silat yang saya baca? Saya hanya mampu berimajinasi berdasarkan penggalan-penggalan sejarah dan novel itu. Saya mampu tenggelam di dalamnya sampai berjam-jam sampai saya lupa apakah saya sedang bermimpi atau berkhayal?

Sort:  

Thank you for taking part in this months #culturevulture challenge. Good Luck.

Aku iri... Tulisan culturevulture aku g lebih dari 1 paragraph, trus blank 😂😂😂😂

Kalau aku selalu dibantu dengan melihat foto-foto, Mir. Dengan melihat foto, pikiranku langsung berimajinasi dan mengembangkan cerita-cerita.

Ngeri kali bang. 😁. Saya liat dollar nya dulu, baru baca. Kalau berkenan folback ya bang. @djamidjalal steemians yg masih reputasi rendah. 😂

Jangan biasakan melihat hasil vote dulu, bang. Baca dulu dan pelajari. :D

Hehee...bercanda bang. 😁

Salam kenal bg

Salam kenal juga, Bang Izul.

Ilmu yang bermamfaat,terima kasih sudah berbagi,ini yang selama ini yang saya cari cari

Oh oke. Akhirnya ketemu ya. Terima kasih, Bang.

Serem juga lihat guanya. Apakah malam hari gua tersebut diberikan cahaya?

Enggak ada lampunya, Bang. Lagian guanya ga terlalu dalam.

wah, mantab ne pengalaman dari sang traveler... dan pada dasarnya di Aceh masih sangat banyak jejak atau peninggalan hindu yang sekarang sebagian besarnya sudah menyatu dengan kebudayaan setempat...

Betul, Bang. Sekarang kebudayaan Hindu telah menyatu dan menjadi kebudayaan sehar-hari.

saat ini, yang penting tidak bertentangan dengan adat dan hukum di daerah masing-masing pasti diterima oleh masyarakat bahkan bisa menyatu...

Buset itu goa diatasnya dibangun rumah

Yah mau gimana lagi? Hehe

Itu bisa masuk dalam Goanya mbak? Harusnya bangunan bersejarah seperti ini lebih diperhatikan ya supaya keberadaannya tetap terjaga.

Bisa masuk, Mbak, kalo mau. Cuma sempit bagian dalamnya.

Tulisan sejarah menjaga kisah tetap bermakna. Semua pembaca akan mendapatkan arti penting sejarahnya dari post ini.

Amin. Semoga bisa demikian. Amin.

Oooh itu sebabnya sering di pinggiran sungai ya. Nggak perhatian kali tapi baru ingat tentang Dewa Air itu.