Menurut buku sumber upacara adat pernikahan 1979-1978, suku Bugis ada di provinsi Sulawesi Selatan salah satunya berada di Wajo, luasnya 2.422,02 km2. Daerah ini terdiri dari tanah datar, bukit, gunung dan danau, dengan populasi sekitar 368.975 orang. Daerah ini terdiri dari 10 kecamatan, 51 desa dan 200 dusun. Penduduk asli Kabupaten Wajo adalah suku Bugis yang beragama Islam. Nenek moyang mereka selalu menganut ajaran Islam. dan jumlah orang Wajo meningkat seiring dengan berkembangnya populasi Bugis.
Latar Belakang Sejarah
- Periode Lontara
Massa masyarakat lompulengeng boli dan cinna cinatabbi (sekitar abad ke-12) tentang massa struktur masyarakat masih sangat sederhana dan tatanan masyarakat masih diatur dalam situasi yang sangat sederhana. Dalam periode sistem pemerintahan yang tidak diketahui ini, kekuasaan dinilai hanya dari sudut pandang kekuatan supranatural mereka.
- Pemerintah Wajo Batara
Pada waktu itu posisi raja dikenal sebagai tempat berlindung tertinggi atau dengan gelar (langit). Periode ini berawal dari sekitar awal abad XIV. Pada masa awal sistem pemerintahan ini kebataraan berlangsung sampai Wajo la pateddungi tomasallangi (1466 - 1469).
Sistem Masyarakat Suku Bugis
Bugis adalah kelompok etnis yang menganut sistem patron klien atau kelompok sistem loyalitas antara pemimpin dan pengikut yang komprehensif, namun memiliki mobilitas yang sangat tinggi. Mereka terkenal dengan karakter mereka yang keras dan sangat menjunjung tinggi kehormatan, pekerja keras untuk menghormati nama keluarga.
Sistem Kekerabatan
Suku Bugis termasuk sistem hubungan kekerabatan bilateral, dimana silsilah ini telah menjadi tradisi nenek moyang mereka. Sistem kekerabatan dari Bugis disebut (asseajingeng). Hubungan anak dengan anak alami sang ayah sama dengan sang ibu, garis keturunannya didasarkan pada kedua orang tuanya.
Tarian tradisional
Berbagai tarian pada suku Bugis salah satunya, yaitu:
Tarian Bosara adalah tarian yang biasanya dipentaskan pada resepsi tamu, dengan menyediakan hidangan yang disebut bosara berisi kue sebanyak dua kasera. Hidangan itu sebagai rasa syukur dan kehormatan. Awalnya tarian ini ditarikan untuk menghibur sang Raja, tamu besar, pesta adat, dan pesta pernikahan.
Tarian Lolosu ini merupakan persembahan tarian para tamu besar, raja-raja Wajo, dan juga bisa digunakan dalam upacara pernikahan.
Arsitektur Rumah
Rumah panggung kayu adalah salah satu rumah Bugis tradisional yang berbentuk persegi panjang, mem- bentang ke belakang. Menurut panda- ngan orang Bugis ada istilah (sulapa 'eppa) yang berarti persegi panjang adalah pandangan dunia empat sisi yang berusaha mencari kesempurnaan ideal dalam mengenali dan mengatasi kelemahan manusia.
Pakaian Tradisional
Pakaian bodo adalah kostum tradisional wanita Bugis di Sulawesi Selatan. Baju dengan lengan pendek bagian atas siku. Pakaian bodo juga dikenal sebagai salah satu busana tertua di Indonesia. Menurut kebiasaan Bugis, setiap warna pakaian bodo yang dikenakan wanita Bugis menunjukkan umur atau martabat pemakainya.
Alat Musik Tradisional Bugis
- Kacapi (kecapi) salah satu alat musik tradisional Sulawesi Selatan, terutama orang Bugis. Secara historis kacapi tersebut ditemukan oleh seorang pelaut, sehingga bentuknya menye- rupai kapal, yang memiliki dua senar. Biasanya ditampilkan pada acara menjemput tamu, pernikahan, perayaan, bahkan hiburan di hari ulang tahun. Instrumen ini terbuat dari kayu yang penuh ornamen / ukiran yang indah. Alat musik lain yang menyerupai sampek adalah Hapetan dari daerah Tapanuli, Jungga dari Sulawesi Selatan.
- Gendang Ganrang, bahannya terbuat dari kayu seperti batang kayu cendana, batang pohon nangka, batang pohon kelapa dan kayu jati. Drum yang diblok oleh kulit binatang (kulit kambing) sebagai sumber suara dan ketajaman.
- Seruling Ponco (seruling pendek) adalah seruling yang memiliki 6 (enam) nada lubang. Seruling Lampe (seruling panjang) memiliki 5 nada lubang dan pada akhir seruling ditambahkan tanduk kerbau yang berfungsi sebagai corong pembesar. Seruling Lontarak adalah seruling yang memiliki 4 nada lubang.