Rumoh Aceh (Rumah Aceh) adalah sebuah tempat tinggal bagi orang di provinsi ujung barat Indonesia. Rumah ini merupakan rumah panggung dan rata-rata mempunyai 16 tameh (tiang) rata-rata 2,5 – 3 meter. Rumoh Aceh mempunyai tiga ruang, seuramoe keu (serambi depan) dan seumoe likoet (serambi belakang) dan satu rambat (bilik tengah).
Rumoh Aceh juga dipenuhi motif-motif yang menarik disetiap sudut dindingnya. Selain itu, Di dalam Rumoh Aceh Selalu ada beberapa motif hiasan yang dipakai antara lain adalah Motif atau ukiran-ukiran keagamaan yang diambil dari ayat-ayat Al-Quran.
Disamping itu, Rumoh Aceh juga menggunakan motif- motif lainnya seperti motif flora dan fauna seperti tumbuh-tumbuhan baik berbentuk daun, akar, batang, ataupun bunga. Ukiran berbentuk stilirisasi tumbuh-tumbuhan ini kemudian diberi warna, bisasanya warna yang digunakan adalah merah dan hitam. Ragam hias ini biasanya terdapat pada rinyeuen (tangga), tulak angen, kindang, balok pada bagian kap, dan tingkap (jendela rumah). Motif fauna yang biasanya digunakan adalah binatang-binatang yang sering dilihat dan disukai, Motif alam digunakan oleh masyarakat Aceh di antaranya adalah langit dan awannya, langit dan bulan dan bintang dan laut.
Adapun keunikan lain dari Rumoh Aceh adalah penggunaan bahan-bahan dalam pembuatannya. Bahan-bahan yang digubakan hampir 100% menggunakan kayu, bahkan untuk setiap sambungan tiang dengan setiap penyangganya tidak menggunakan bahan logam seperti baut dan paku, melainkan menggunakan bajoe (pasak) yang diraut dari kayu jati atau pohon pinang yang sudah tua. Untuk memperkuatnya pembuat Rumoh Aceh menggunakan serabut ijuk sebagai tali untuk mengikat beberapa bara (balok penghubung setiap tiang).
Rumoh aceh mempunyai banyak kelebihan, diantaranya adalah bisa menyimpan barang-barang dibawahnya, seperti jeungki dan kroeng pade. Kelebihan lainnya adalah Rumoh Aceh tidak akan rubuh meskipun terjadi gempa.
Sangat disayangkan, setelah datangnya era Millenium, satu per satu Rumoh Aceh mulai dihilangkan dan digantikan dengan rumah-rumah beton yang brtingkat. Sehingga identitas Aceh sendiri seakan-akan perlahan mulai hilang. Hampir tidak bisa lagi kita jumpai rumoh Aceh saat kita berkunjung kebeberapa tempat, hanya beberapa rumah saja yang masih tersisa di pedesaan.
Sebagai bentuk inisiatif, Pemerintah Indonesia khususnya pemerintah daerah Aceh telah mengabadikan Rumoh Aceh di komplek Kantor Museum Aceh dan Rumah Cut Nyak Dhien yang ada di Desa Lampisang, 10 km dari pusat Kota Banda Aceh, serta di Taman Mini Indonesia Indah (TMII).
Penulis: Mahathir Rafsanjani