MENIKAH BULAN BEURAPET, HUKUMNYA???

in #culture4 years ago

JANGAN TUNDA NIKAH!!!

7x0wrf.jpg

pyf3s4.jpg
Menghindari pelaksanaan nikah pada buleun beurapet termasuk dalam tradisi adat dan budaya masyarakat Aceh yang telah lama ada. Pembicaraan seputar Islam dan kebudayaan, selalu menarik untuk dikaji, apalagi praktik agama Islam khususnya di Aceh tidak sepenuhnya bersih dari pengaruh budaya, bahkan keduanya saling terkait dan mempengaruhi. Produk budaya yang dipengaruhi tasawuf misalnya tari saman yang di ambil dari tradisi tarekat Sammaniyah.

6vnweo.jpg
Menurut perhitungan kalender Islam, dalam satu tahun itu dibagi 12 bulan tiap-tiap bulan terdiri dari 29 dan 30 hari dengan berganti-ganti. Dalam bulan-bulan tertentu dalam Islam secara umum dan khsusunya masyarakat Aceh memiliki keistimewaan dan momen khusus seperti puasa di bulan suci Ramadhan, haji pada bulan Dzulhijjah dan Maulid pada bulan Rabiul Awal. Berbagai tradisi dan adat terkait dengan bulan-bulan tertentu juga terjadi dalam masyarakat Aceh seperti bulan safar diyakini dengan bulan turunnya bala dan adanya larangan dan kepercayaan untuk tidak melaksanakan nikah pada buleun beurapet yakni bulan diantara hari raya Idul fitri dan Idul Adha yang masih dipercayai oleh sebagian masyarakat.
Dalam fiqh munakahat larangan nikah disebabkan beberapa hal dan kondisi tertentu yang berkaitan dengan hubungan individu dengan individu yang lain. Secara rinci wanita-wanita yang haram dinikahi karena nasab (keturunan), karena sesusuan dan karena mushaharah (bersemenda) yang terjadi oleh sebab pernikahan. Pernikahan juga dilarang karena poliandri, pernikahan terhadap wanita yang di li’an, juga bagi laki-laki yang telah mempunyai istri 4 (empat) orang, larangan karena perzinaan, larangan karena talak tiga. Larangan pernikahan dalam fiqh munakahat tidak berkaitan dengan waktu atau keadaan, kecuali memang dilarang oleh agama, misalnya pada saat ihram umrah atau haji, seseorang tidak boleh kawin atau dikawinkan.
Dalam fiqh munakahat tidak ada nash secara khusus, yang menentukan hari tertentu sebagai hari disyariatkannya pernikahan, hanya saja disunatkan menikah pada bulan syawal mengikuti pernikahan Rasulullah SAW dengan Aisyah yang dilangsungkan pada bulan Syawal, dan tidak ada juga nash yang melarang untuk menikah pada hari- hari tertentu, masalah teknis seperti itu diserahkan kepada masing-masing yang bersangkutan dengan hajat tersebut, setiap orang bisa menetapkan hari untuk melangsungkan pernikahan, karena pada dasarnya adalah semua hari adalah baik dan boleh digunakan untuk prosesi pernikahan dan tidak ada larangan hari tertentu.
Dalam Kitab Nihayatuz Zain disebutkan waktu disunahkan menikah yakni pada bulan Syawwal dan Sahafar, hal tersebut mengikuti baginda Rasulullah Saw yang menikah dengan Aisyah pada Bulan Syawwal dan menikahkan putrinya Sayyidatina Fatimah dengan Saidina Ali pada bulan Shafar. Sedangkan dalam kitab I’anatut Thalibin disebutkan bahwa hendaknya akad nikah dilaksanakan di Masjid pada hari jum’at di awal hari (pagi hari) dalam bulan Syawal dan hendaknya menjalani dukhul (senggama) juga pada hari itu.

ey5rcz.jpg
Terkait dengan adanya larangan menikah pada buleun beurapet dan kepercayaan bahwa menikah pada bulan tersebut akan membawa akibat yang tidak baik dan kesialan, kepercayaan semacam itu sudah ada sejak zaman jahiiyah pada masa Nabi Muhammad SAW. Dahulu, orang-orang jahiliyah menganggap bulan shafar adalah bulan kesialan dan tak menguntungkan, maka oleh Nabi Muhammad Saw. hal ini kemudian dibatalkan berdasarkan hadist yang diriwayatkan Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda:
لاَ عَدْوَى وَلاَ طِيَرَةَ وَلاَ هَامَةَ وَلاَ صَفَرَ) رواه مسلم(
Artinya: Tidak ada penularan penyakit (dengan sendirinya), tidak ada thiyarah (menganggap sial dengan sesuatu), tidak ada kesialan dengan keberadaan burung hantu dan tidak ada pula kesialan bulan Shafar.(HR. Muslim)
Rasulullah SAW meniadakan kebenaran anggapan masyarakat jahiliyah. Beliau kabarkan bahwa bulan Shafar itu sama dengan bulan yang lain, tidak ada pengaruhnya dalam menarik kemanfaatan dan menolak kemudharatan. Demikian pula hari-hari, malam-malam dan waktu-waktu lain, tidak ada bedanya. Semua hari dipandang baik dalam Islam. Imam Malik mengatakan, “janganlah kalian menjauhi sebagian hari di dunia ini. Tatkala hendak melakukan sebagian pekerjaan. Hari-hari itu semuanya milik Allah, tidak akan menimbulkan malapetaka dan tidak pula bisa membawa manfaat apapun”.

aj1myq.jpg
Hari-hari dalam buleun beurapet adalah hari-hari yang baik. Menikah pada buleun beurapet tidak akan membuat rezeki sempit. Justru pernikahan adalah sarana untuk beroleh rezeki dan kadar rezeki ditentukan oleh Allah (setelah manusia dengan berusaha memperolehnya. Tidak tepat pula ketakutan bahwa jika pernikahan dilangsungkan pada buleun beurapet akan berujung pada perceraian. Perceraian lebih sering terjadi karena masing-masing pihak, suami/istri, lalai terhadap kewajibannya. Sepanjang pasangan suami/istri menjalankan kewajibannya dan fokus kepada tujuan perkawinan, perceraian tidak akan menerpa sebuah institusi perkawinan manapun.
Kepercayaan tidak baik menikah pada buleun beurapet berkaitan dengan kebiasaan dalam sebagian masyarakat di Aceh dapat dimasukkan ke dalam kategori ‘urf atau adat. Dalam menyikapi berbagai tradisi dan budaya di masyarakat, termasuk pantangan untuk tidak menikah pada buleun beurapet harus disikapi dengan bijaksana, karena hukum Islam itu dinamis dan dapat diimplementasikan dalam berbagai keadaan jaman dan berbagai corak ragam adat, budaya dan masyarakat. Namun satu hal yang harus diingat yaitu tetap berpegang pada prinsip tidak menghalalkan apa-apa yang telah diharamkan oleh Allah, tidak melanggar dengan syariat dan sesuai dengan prinsip tauhid.
Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa menurut perspektif fiqh munakahat, tidak ada larangan untuk melaksanakan akad nikah pada buleun beurapet, karena tidak ada larangan melangsungkan akad nikah pada hari dan bulan tertentu kecuali waktu ihram untuk haji atau umrah. Dalam fiqh munakahat hanya disebutkan hari dan bulan yang disunatkan untuk menikah. Kepercayaan tidak baik menikah pada buleun beurapet merupakan adat dan tradisi yang berkembang dalam masyarakat. Bagi masyarakat yang menghindari menikah pada buleun beurapet sah-sah saja selama tidak melanggar dengan syariat dan sesuai dengan prinsip tauhid dengan tidak meyakini baik dan buruk dalam pernikahan ditentukan oleh buleun beurapet karena dapat membawa kepada syirik.

Terimakasih

STAY AT HOME

09042020

Sort:  

Kami sudah upvote dan rehive yaa ke ribuan follower.. :^) Trim's telah memvoting @puncakbukit sebagai witness dan kurator anda.

Adat bangsa aceh, bangsa teulebeh ateuh rung donya.

Congratulations, your post has been upvoted by @dsc-r2cornell, which is the curating account for @R2cornell's Discord Community.

Manually curated by @jasonmunapasee

r2cornell_curation_banner.png