Cinta, omaygosh.
Ini kata luar biasa menarik perhatian siapapun, berlebihan kah?
Cinta itu sebuah konsep universal yang bisa bermakna berbeda untuk tiap orang. Berbekas sekali, saat masa-masa kuliah dulu bagaimana resahnya wajah lelaki paruh baya itu saat masa pembayaran uang semester datang, dua orang anaknya sedang sedang kuliah. Getir senyum yang selalu di bagi diantara gundah. 'cukup atau tidaknya kebutuhan bulanan'. Kekhawatiran yang nyata, tapi selalu dijalani dengan nikmat.
Kenapa? Karena dasarnya cinta. Meski tak ada jaminan kebahagiaan setelahnya, atau kesempatan untuk menuai hasilnya. Semua dilakukan beralaskan cinta, selesai. Tak ada alasan lain yang dibutuhkan setelahnya.
Menjadi pejuang cinta berarti berpeluh perih, berselimut derita. Semenyedihkan itu kah?
Kita tentu tahu Pejuang tidak pernah tentang banyaknya kesenangan, justru sebaliknya. Tapi para pejuang adalah pemilik hati yang besar, dan kekuatan yang teguh. Nikmat yang dirasakan oleh pejuang membuatnya mampu berdiri tegak di atas setiap goncangan. Karena dia tahu apa yang diperjuangkan, yakin dan berpegang atasnya.
Waktu menggeser makna cinta menjadi sebuah pengorbanan yang 'lebih layak' dan seharusnya 'diperjuangkan'. Bukan sekedar kisah kasih dan kesenangan pemuas diri. Cinta seharusnya adalah kerelaan yang besar dari diri untuk orang yang tercinta.
Karena cinta tak layak jika hanya menjadi sebuah kebutaan, yang kemudian membuat pelakunya hilang kendali pada diri. Sementara seharusnya cinta tetap menjadi kata 'kerja', di mana raga punya kuasa penuh atas kendalinya. Setidaknya begitulah kata Ustadz Salim A Fillah dalam bukunya.
Ah, betapa cemburu diri pada para pejuang Cinta. Ingin rasanya mengecap manis rasanya. Tapi ada ketakutan yang masih mematung di hati. Mampukah? Teman, Siapakah guru yang patut dijadikan landasan bagi para pejuang baru ini??? Tunjukkan aku!!!