Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) adalah organisasi mahasiswa diprakarsai oleh Lafran Pane beserta 14 orang mahasiswa Islam saat itu, didirikan di Yogyakarta pada tanggal 14 Rabiul Awal 1366 H bertepatan dengan tanggal 5 Februari 1947, Sekolah Tinggi Islam saat ini sudah berubah nama yaitu universitas Islam Indonesia, hari ini tidak terasa usianya sudah 71 tahun lamanya
Himpunan mahasiswa Islam telah lama memproklamirkan diri sebagai organisasai kader yang berasaskan Islam, tertuang dalam pasal 3 anggaran dasar, mau tidak mau menjadikan perkaderan sebagai jantung kehidupan organisasinya. Namun sebetulnya aspek perkaderan di HMI mulai dibenahi secara serius pada akhir tahun 50-an dimana HMI sudah bertahun-tahun menjalankan peranannya, jadi perkaderan di HMI tidak lahir berbarengan dengan kelahiran HMI itu sendiri, melainkan lahir seiring proses waktu dan perubahan zaman.
Awalnya proses perkaderan baru mulai terpikirkan oleh para kader HMI ketika masa kepengurusan Ismail Hasan Metareum (periode 1957-1960), dan masih berupa wacana-wacana yang digulirkan oleh PB HMI sendiri. Ismail Hasan yang merupakan penggagas utama ide perkaderan formal di HMI menginginkan agar HMI tidak menjadi tempat berkumpul orang yang punya kesamaan hoby atau aktivitas saja, tapi menjadi second campus bagi para anggotanya. Selain itu, yang menjadi faktor penting pendorong gagasan diadakannya perkaderan formal di HMI adalah karena waktu Ismail Hasan melihat adanya perbedaan aliran pemikiran dalam dinamika pergerakan aktivitas HMI, dimana ada anggotanya yang punya background lingkungan pesantren. Selain itu, dia juga melihat adanya perbedaan para anggotanya dilihat dari sisi lingkungan ormas yang membesarkannya semisal dari kalangan NU, Muhammadiyah, dan lainnya. Oleh karenanya, Ismail Hasan Metareum punya obsesi untuk bisa mengambil persamaan serta mengembangkannya dari para anggota HMI agar mampu menciptakan suatu sinergitas pemikiran dan gerakan hingga menjadi satu kesatuan dalam tubuh HMI yang diharapkan menjadi ciri khas dan karakteristik para kadernya.
Saat ini sesuai perkembangan zaman terhadap kondisi social yang sudah tidak sesuai dengan cita-cita dan tujuan kondisi social, politik dan sebagainya, sikap beberapa kader HMI sedikit mengecewakan target-target yang harusnya dicapai kader tidak terlaksanakan seperti ada beberapa kader yang paham akan fungsi dan perannya terhadap organisasi, tetapi tidak mampu meningkatkan kualitas akademis, mampu meningkatkan kemampuan akademisnya tetapi tidak mampu menjalankan ajaran islam dalam kehidupan sehari-hari. Contohnya saja ada beberapa kader dari suatu komisariat, suatu cabang HMI yang mereka paham akan fungsi dan perannya terhadap HMI sendiri, dan loyal akan organisasinya tetapi di sudut lain mereka lalai akan akademisnya sehingga ada diantara mereka sampai di drop out dari universitas tempat salah satu dia meningkatkan kemampuan akademisnya tersebut.
Pada jalur akademis kampus HMI sudah semakin memudar, nama organisasi HMI tidak banyak dikenal oleh mahasiswa pada umumnya, dan berkurangnya kader-kader HMI yang berkompeten. Karena akhir-akhir ini pengkaderan hanya menfokuskan pada kuantitas bukan kualitas. HMI sebagai organisasi pengkaderan seharusnya dapat menjadi wadah mahasiswa untuk mengembangkan dirinya dan juga melahirkan kader yang menggunakan kemampuan intelektualnya dalam menganalisis demi menyelesaikan persoalan-persoalan yang terjadi di dalam masyarakat. Sehinga dalam konteks sekarang identitas keilmuan dan keislaman Sudah mulai memudar sampai menjadi kronis sehingga selalu berputar pada kisaran poltik struktural padahal secara historis adalah organisasi khittahnya berjuang untuk mewujudkan masyarakat adil makmur yang diridhai Allah SWT.
Untuk mensinergikan itu maka kedepan hmi sebagai wadah kepemudaan terdepan, harus mampu melakukan tranfigurasi (perubahan bentuk/ penjelmaan) organisasi dengan ujung tombak sistem perkaderan yang maju dan berdaya saing, nafas religiusitas dan intelektualitas, serta tata kelola organisasi yang moderen, sehingga kader-kader HMI bisa memotivasi perubahan di tengah masyarakat ,dengan daya cipta yang dimilikinya untuk kemudian menjadi pemimpin dari generasi baru yang dapat menjadi tauladan pada semua bidang sesuai dengan skill yang akan dipimpinnya.
Dengan bermacam dinamika organisasi dan tuntutan jaman di jow maka kedepan saatnya wacana tersebut menjadi realitas. Semua orang sudah jenuh dan lelah terhadap persoalan bangsa ini kini gerakan-gerakan baru harus diciptakan sehinga kedepan, kader HMI bergerak dan berkembang secara merdeka dan dinamis sesuai dengan kapasitanya dan badan formal perkaderan HMI harus selalu siap sekaligus memproduksikanya berbagai unsur dalam perkaderan itu sendiri. Peran HMI seperti yang dinyatakan dalam anggaran dasarnya sebagai sumber insani pembangunan (pasal 10 AD) dituntut secara moral untuk ikut dan aktif dalam setiap proses pembangunan yang telah dicanangkan pemerintah. HMI memandang bahwa partisipasi dalam pembangunan harus tetap dilandasi oleh pemikiran rasional dan kritis serta memperlihatkan keberpihakan pada kesejahteraan dan kebutuhan masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, konsepsi pembangunan tentang pembangunan harus dikaji secara akademik agar seluruh proses pembangunan yang dijalankan tidak lantas mengorbankan hak-hak serta rasa keadilan masyarakat. Salah satu upaya yang dilakukan HMI untuk mengantisipasi hal tersebut adalah berupaya menciptakan kualitas kader HMI yang punya kemampuan dalam ilmu agama, ilmu pengetahuan lainnya dan bisa menguasai teknologi agar kader HMI bisa berpartisipasi secara aktif ditengah-tengah masyarakat.
Selamat Milad HmI ku sayang ke-71
Supriadi Daysin