I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemimpin dalam Islam berarti umara atau sering disebut dengan ulul amri. Seperti yang tertera dalam QS. An-Nisa ayat 5: “Hai orang-orang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri diantara kamu”. Dalam ayat tersebut dikatakan bahwa ulil amri, umara atau penguasa adalah orang yang mendapat amanah untuk mengurus urusan orang lain. Dengan kata lain, pemimpin itu adalah orang yang mendapat amanah untuk mengurus urusan rakyat. Jika ada pemimpin yang tidak mau mengurus kepentingan rakyat, maka ia bukanlah pemimpin yang sesungguhnya.
Pemimpin sering juga disebut khadimul ummah atau pelayan umat. Menurut istilah itu, seorang pemimpin harus menempatkan diri pada posisi sebagai pelayan masyarakat, bukan minta dilayani. Dengan demikian, hakikat pemimpin sejati adalah seorang pemimpin yang sanggup dan bersedia menjalankan amanat Allah SWT untuk mengurus dan melayani umat atau masyarakat.
Al-Quran dan Hadits sebagai pedoman hidup umat Islam sudah mengatur sejak awal bagaimana seharusnya kita memilih dan menjadi seorang pemimpin. Ada dua hal yang harus dipahami tentang hakikat kepemimpinan. Pertama, kepemimpinan dalam pandangan Al-Quran bukan sekedar kontrak sosial antara sang pemimpin dengan masyarakatnya, tetapi merupakan ikatan perjanjian antara dia dengan Allah SWT.
Dengan kata lain kepemimpinan adalah amanah, titipan Allah SWT, bukan sesuatu yang diminta apalagi dikejar dan diperebutkan. Sebab kepemimpinan melahirkan kekuasaan dan wewenang yang gunanya semata-mata untuk memudahkan dalam menjalankan tanggung jawab melayani rakyat. Semakin tinggi kekuasaan seseorang, hendaknya semakin meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Bukan sebaliknya, digunakan sebagai peluang untuk memperkaya diri, bertindak zalim dan sewenang-wenang. Balasan dan upah seorang pemimpin sesungguhnya hanya dari Allah SWT di akhirat kelak, bukan kekayaan dan kemewahan di dunia. Karena itu pula, ketika sahabat Nabi SAW, Abu Dzarr, meminta suatu jabatan, Nabi saw bersabda: “Kamu lemah, dan ini adalah amanah sekaligus dapat menjadi sebab kenistaan dan penyesalan di hari kemudian (bila disia-siakan)”(H.R. Muslim). Sikap yang sama juga ditunjukkan Nabi saw ketika seseorang meminta jabatan kepada beliau, dimana orang itu berkata: “Ya Rasulullah, berilah kepada kami jabatan pada salah satu bagian yang diberikan Allah kepadamu. “Maka jawab Rasulullah SAW: “Demi Allah Kami tidak mengangkat seseorang pada suatu jabatan kepada orang yang menginginkan atau ambisi pada jabatan itu” (H.R. Bukhari Muslim).
Pemimpin menurut Islam erat kaitannya dengan figur Rasulullah SAW. Beliau adalah pemimpin agama dan juga pemimpin negara. Rasulullah merupakan suri tauladan bagi setiap orang, termasuk para pemimpin karena dalam diri beliau hanya ada kebaikan, kebaikan dan kebaikan. Hal ini sejalan dengan firman Allah dalam Al-Qur’an:
Artinya :“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah”. (QS Al-Ahzab:21)
Sebagai pemimpin teladan yang menjadi model ideal pemimpin, Rasulullah dikaruniai empat sifat utama, yaitu: Sidiq, Amanah, Tablig dan Fathanah. Sidiq berarti jujur dalam perkataan dan perbuatan, amanah berarti dapat dipercaya dalam menjaga tanggung jawab, Tablig berarti menyampaikan segala macam kebaikan kepada rakyatnya dan fathanah berarti cerdas dalam mengelola masyarakat.
Di sisi lain, diciptakannya manusia dimuka bumi ini adalah untuk menjadi seorang pemimpin. Dimana setidaknya pemimpin bagi dirinya sendiri. Bagus tidaknya seorang pemimpin pasti berimbas kepada apa yang dipimpinnya. Karena itu menjadi pemimpin adalah amanah yang harus dilaksanakan dan dijalankan dengan baik oleh pemimpin tersebut. Dimana kelak Allah akan meminta pertanggung jawaban atas kepemimpinannya itu. Oleh sebab itu, didalam Islam banyak sekali rambu-rambu yang mengatur tentang kepemimpinan dengan berbagai kriteria yang sudah ditetapkan.
II. PEMBAHASAN
A. Pemimpin dan Tanggung Jawab
Memimpin adalah amanah dan tanggungjawab yang akan dipersoalkan di akhirat nanti. Amanah dan tanggungjawab ini tidak akan terlaksana tanpa adanya pemimpin yang berwibawa memiliki ciri-ciri dan sifat-sifat yang tertentu, sesuai dengan tugas dan tanggungjawabnya, mengajak manusia mengabdikan diri sesungguhnya kepada Allah swt, melalui kerja-kerja memakmurkan bumi Allah swt, melakukan islah, menegakkan kebenaran, mengujudkan keamanan, keharmonian dan kesejahteraan dalam masyarakat dan negara.
Berdasarkan amanah dan tanggungjawab seorang pemimpin, maka orang yang lemah dan tidak memiliki kelayakan tidak boleh menjadi pemimpin. Oleh karena itu, melantik seorang pemimpin atau pegawai yang tidak memiliki kelayakan kepada sesuatu jabatan, sedangkan masih ada orang yang lebih layak kepada jabatan tersebut, merupakan suatu pengkhianatan besar kepada Allah swt dan Rasulullah saw. Dan sangat bertentangan dengan ajaran syariat Islam kerena akibat dari perbuatan itu, masyarakat dan negara akan musnah dan tergadai serta diangkat keberkatannya.
Sabda Rasulullulah saw : “Apabila disandarkan pekerjaan kepada orang yang bukan ahlinya, maka tunggulah kiamat (saat kehancuran)”. Sabda Rasulullulah saw lagi; “Barang siapa melantik seseorang sebagai pemimpin/pegawai di dalam sebuah kumpulannya sedangkan masih ada di kalangan mereka orang yang lebih layak, orang yang lebih disukai Allah swt daripadanya maka sesungguhnya dia telah mengkhianati Allah swt dan Rasul-Nya dan mengkhianati orang-orang yang beriman”.
Demi menjaga kepentingan umat dan negara, demi menjaga pengaruh keduniaan agar tidak meresab masuk ke dalam jiwa pemimpin, Rasulullah saw melarang meminta sesuatu jabatan di dalam pemerintahan, apa lagi merebut tanpa kelayakan dan persediaan yang mencukupi. Sifat loba, tamak serta menginginkan jabatan akan mendorong seseorang untuk berbuat zalim dan dosa demi untuk mendapatkannya. Apabila sudah dapat jabatan maka akan dipergunakannya untuk kepentingan-kepentingan dirinya.
Adapun orang yang diberikan jabatan berdasarkan kelayakan, sedangkan ia tidak menginginkan jabatan itu, maka Allah swt akan memberikan pertolongan dan taufik kepadanya di dalam menjalankan tanggungjawabnya sebagai seorang pemimpin yang merupakan amanah daripada Allah swt.
Orang yang menginginkan jabatan karena mengejar pangkat, mencari pengaruh, mengumpul harta kekayaan, kemewahan duniawi semata-mata, sangat rentan melakukan penyelewengan, pengkhianatan dan penipuan semasa menjalankan tugas dan tanggungjawabnya. Sehingga kepada mereka diingatkan bahwa pengkhianatan dan penipuan yang dilakukan sangat besar kesan dan akibat atas dirinya, keluarga, rakyat dan negaranya. Diatas perbuatannya itu ia akan menanggung kesusahan hidup di dunia dan di akhirat dan akan menyesal karena disiksa oleh Allah swt di dalam Neraka jahanam nanti.
Seorang pemimpin hendaknya menjalankan tugas dengan jujur, tidak boleh melarikan diri dari tanggungjawabnya. Kalau dia seorang pemimpin rakyat, maka dia harus turun menemui rakyat dan menyelesaikan permasalahan mereka. Rakyat hendaklah dilayani dengan adil dan seksama. Sudah menjadi hak masyarakat untuk dididik dan dibantu oleh pemimpin. Demikian juga masyarakat atau rakyat hendaklah mentaati pemimpin dalam perkara-perkara kebajikan serta bersedia membantu dalam melaksanakan program-program pembangunan untuk kepentingan bersama.
Pemimpin yang baik ialah mereka yang disayangi oleh rakyat atau bawahannya. Karenanya kepemimpinan seseorang harus mampu memupuk kesetiaan masyarakat kepadanya dan jangan melakukan sesuatu yang melemahkan kepercayaan orang yang dipimpinnya.
B. Pemimpin dan Pengorbanan
Dalam Alqur-an tentang pengorbanan Allah SWT menegaskan dalam surat Ash-Saff ayat 11dan 12 yang bunyinya :
• •
Artinya : (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan RasulNya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; dan (memasukkan kamu) ke tempat tinggal yang baik di dalam jannah 'Adn. Itulah keberuntungan yang besar.
Pengorbanan merupakan proses berkelanjutan dan sesuatu yang konstan dalam kepemimpinan. Dimana selalu ada harga yang harus dibayar demi mencapai kemajuan. Untuk itu, setiap kali kita tahu bahwa langkah kita benar, jangan ragu-ragu untuk berkorban demi mencapai sukses. Konsep pengorbanan selalu relevan dengan kehidupan manusia dimana dan kapanpun zamannya.
Berkorban mendeskripsikan bahwa cita-cita mulia, lebih-lebih membangun suatu bangsa, harus disertai pengorbanan dan kebersamaan. Seorang pemimpin begitu sulit mewujudkan keberhasilan manakala setiap upaya yang dilakukan tidak diikuti oleh kesediaan berkorban. Pengorban merupakan kunci keberhasilan terhadap semua usaha, apapun usaha itu, baik pada tingkatan pribadi apalagi komunitas besar.
Kerelaan berkorban merupakan kunci kesuksesan dalam memimpin. Keberhasilan yang diraih dengan pengorbanan sangat luar biasa dan menjadi hal yang sangat membekas serta berkesan dalam kehidupan seseorang atau pemimpin. Maka, semangat berkorban begitu penting ditumbuh-kembangkan dalam diri setiap generasi bangsa untuk mendukung percepatan kemajuan. Kesempatan hidup di dunia yang begitu singkat sedapat mungkin bisa digunakan untuk berbagi kebaikan dengan orang lain. Baik kita sebagai pemimpin maupun rakyat yang dipimpin harus memiliki motivasi untuk rela berkorban, sehingga keberadaan kita di dunia ini bermanfaat dan mendatangkan rahmat Allah. Lebih-lebih pengorbanan yang didasari rasa kepedulian antar sesama harus terus dijaga eksistensinya.
Sebenarnya Allah menekankan kepada umat manusia bahwa pengorbanan itu harus dilakukan demi meraih kesuksesan hidup, baik sukses di dunia maupun selamat di akhirat kelak. Pengorbanan merupakan syarat dasar yang tidak boleh diabaikan apalagi ditinggalkan jika ingin menjadi manusia ideal di hadapan Allah. Terlebih lagi seorang pemimpin rakyat, pengorbanan dalam segala hal untuk melayani kepentingan rakyatnya menjadi barometer keberhasilannya menjadi pemimpin yang paripurna.
C. Pemimpin dan Kerja Keras
Kepemimpinan atau leadership adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang-orang lain agar bekerjasama sesuai dengan rencana demi tercapainya tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Dengan demikian kepemimpinan memegang peranan yang sangat penting dalam manajemen, bahkan dapat dinyatakan, kepemimpinan adalah inti dari managemen.
Di dalam kenyataan, tidak semua orang yang menduduki jabatan pemimpin memiliki kemampuan untuk memimpin atau memiliki ‘kepemimpinan’, sebaliknya banyak orang yang memiliki bakat kepemimpinan tetapi tidak pernah mendapat kesempatan untuk menjadi pemimpin dalam arti yang sebenarnya.
Sedangkan pengertian ‘kepala’ menunjukkan segi formal dari jabatan pemimpin saja, maksudnya secara yuridis-formal setiap orang dapat saja diangkat mengepalai sesuatu usaha atau bagian (berdasarkan surat keputusan atau surat pengangkatan), walaupun belum tentu orang yang bersangkutan mampu menggerakan mempengaruhi dan membimbing bawahannya serta (memimpin) memiliki kemampuan melaksanakan tugas-tugas untuk mencapai tujuan. Untuk itu, diperlukan kerja keras dalam memimpin, sehingga mampu menjadi pemimpin yang baik.
D. Kriteria Kepemimpinan Islam
Para ulama telah lama menelusuri Al-Quran dan Hadits dan menyimpulkan minimal ada empat kriteria yang harus dimiliki oleh seseorang sebagai syarat untuk menjadi pemimpin. Semuanya terkumpul di dalam empat sifat yang dimiliki oleh para nabi/rasul sebagai pemimpin umatnya, yaitu:
Shidq, yaitu jujur, kebenaran dan kesungguhan dalam bersikap, berucap dan bertindak di dalam melaksanakan tugasnya. Lawannya adalah bohong.
Amanah, yaitu kepercayaan yang menjadikan dia memelihara dan menjaga sebaik-baiknya apa yang diamanahkan kepadanya, baik dari orang-orang yang dipimpinnya, terlebih lagi dari Allah SWT. Lawannya adalah khianat.
Fathanah, yaitu kecerdasan, cakap, dan handal yang melahirkan kemampuan menghadapi dan menanggulangi persoalan yang muncul. Lawannya adalah bodoh.
Tabligh, yaitu penyampaian secara jujur dan bertanggung jawab atas segala tindakan yang diambilnya (akuntabilitas dan transparansi). Misalnya harus mampu mengkomunikasikan dengan baik kepada rakyat visi, misi dan program-programnya serta segala macam peraturan yang ada secara jujur dan transparan. Lawannya adalah menutup-nutupi (kekurangan) dan melindungi (kesalahan).
Selain ke empat sifat diatas, perlu diketahui pula syarat pemimpin dalam Islam lainnya seperti yang dijabarkan berikut ini:Beragama Islam, Beriman dan Beramal Shaleh,
Pemimpin beragama Islam (QS. Al-Maaidah 5: 51), dan sudah barang tentu pemimpin orang yang beriman, bertaqwa, selalu menjalankan perintah Allah dan rasulnya. Karena ini merupakan jalan kebenaran yang membawa kepada kehidupan yang damai, tentram, dan bahagia dunia maupun akherat. Di samping itu juga harus yang mengamalkan keimanannya itu yaitu dalam bentuk amal saleh.Niat yang Lurus
Sesungguhnya setiap amal perbuatan tergantung pada niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) sesuai dengan niatnya…(HR Bukhari&Muslim). Karena itu hendaklah menjadi seorang pemimpin hanya karena mencari keridhaan Allah.Laki-Laki,
Dalam Al-qur’an surat An nisaa’ (4) :34 telah diterangkan bahwa laki laki adalah pemimpin dari kaum wanita.“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan)…”. Selain itu Rasullulah SAW pun bersabda: “Tidak akan beruntung suatu kaum yang menyerahkan urusan (kepemimpinan) mereka kepada seorang wanita.” (HR Al-Bukhari).Tidak Meminta Jabatan
Rasullullah bersabda kepada Abdurrahman bin Samurah Radhiyallahu’anhu, ”Wahai Abdul Rahman bin samurah! Janganlah kamu meminta untuk menjadi pemimpin. Sesungguhnya jika kepemimpinan diberikan kepada kamu karena permintaan, maka kamu akan memikul tanggung jawab sendirian, dan jika kepemimpinan itu diberikan kepada kamu bukan karena permintaan, maka kamu akan dibantu untuk menanggungnya.” (HR Bukhari&Muslim)Berpegang pada Hukum Allah
Allah berfirman, “Dan hendaklah kamu memutuskan perkara diantara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka.” (Al-Maaidah:49).
Memutuskan Perkara Dengan Adil
Rasulullah bersabda, “Tidaklah seorang pemimpin mempunyai perkara kecuali ia akan datang dengannya pada hari kiamat dengan kondisi terikat, entah ia akan diselamatkan oleh keadilan, atau akan dijerusmuskan oleh kezhalimannya.” (HR Baihaqi dari Abu Hurairah dalam kitab Al-Kabir).Tidak Menerima Hadiah
Seorang rakyat yang memberikan hadiah kepada seorang pemimpin pasti mempunyai maksud tersembunyi, entah ingin mendekati atau mengambil hati. Oleh karena itu, hendaklah seorang pemimpin menolak pemberian hadiah dari rakyatnya. Rasulullah bersabda,“Pemberian hadiah kepada pemimpin adalah pengkhianatan.” (HR Thabrani).Kuat dan Sehat,
…sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya (Al Qashas 28: 26).BerLemah Lembut
Doa Rasullullah: “Ya Allah, barangsiapa mengurus satu perkara umatku lalu ia mempersulitnya, maka persulitlah ia, dan barang siapa yang mengurus satu perkara umatku lalu ia berlemah lembut kepada mereka, maka berlemah lembutlah kepadanya”Tegas dan bukan Peragu,
Rasulullah bersabda, “Jika seorang pemimpin menyebarkan keraguan dalam masyarakat, ia akan merusak mereka.” (Riwayat Imam Ahmad, Abu Dawud, dan Al-hakim).
Dari semua kriteria yang ditetapkan di atas, sebenarnya bermuara pada empat kualitas, yaitu:
- Kualitas Religius
Kualitas religius nampak dari kriteria bahwa seorang pemimpin haruslah muslim, memiliki wawasan pengetahuan agama yang luas dan dapat melaksanakan ketentuan-ketentuan agama dengan baik. - Kualitas Fisik
Berkenaan dengan kualitas fisik, seorang pemimpin haruslah orang yang sempurna secara fisik. Namun demikian, dalam kondisi tertentu, seseorang yang tidak sempurna secara fisik (cacat) juga berhak menjadi pemimpin. Cacat fisik dalam hal kepemimpinan dibagi menjadi tiga, yaitu:
a. Cacat panca indera,
b. Cacat anggota tubuh selain panca indera, dan
c. Cacat dalam menjalankan roda pemerintahan.
Masing-masing dari ketiga cacat ini ada yang berdampak pada terhalangnya seseorang untuk mencalonkan diri menjadi pemimpin, ada yang berdampak pada harus berakhirnya masa kepemimpinan dan ada yang tidak bedampak sama sekali, baik terhadap hak untuk mencalonkan diri atau keharusan untuk berhenti menjabat. - Kualitas intelektual
Kualitas intelektual seorang pemimpin dapat dilihat dari beberapa aspek,antara lain:
a. Kecintaannya terhadap ilmu pengetahuan (tidak hanya ilmu agama)
b. Kecakapan dalam berbicara dan menyusun konsep
c. Keluasan ilmu pengetahuan (tidak hanya ilmu agama)
d. Kemampuan menyusun visi dan misi. - Kualitas Moral
Jika mengacu pada beberapa karakteristik di atas, maka kualitas moral seorang pemimpin terlihat pada:
a. kecintaannya pada keadilan,
b. tidak berorientasi pada materi,
c. menjunjung tinggi nilai-nilai moral dan hukum, dan
d. memiliki keberanian serta patriotisme.
Dengan mengetahui hakikat kepemimpinan di dalam Islam serta kriteria dan sifat-sifat apa saja yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin, maka kita wajib untuk memilih pemimpin sesuai dengan petunjuk Al-Quran dan Hadits. Pertanggung jawaban atas pengangkatan seseorang pemimpin akan dikembalikan kepada siapa yang mengangkatnya (masyarakat tersebut). Dengan kata lain masyarakat harus selektif dalam memilih pemimpin dan hasil pilihan mereka adalah “cermin” siapa mereka. Hal ini sesuai dengan pepatah yang berbunyi: “Sebagaimana keadaan kalian, demikian terangkat pemimpin kalian”. Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu pernah ditanya oleh seseorang: “Mengapa saat Abu Bakar dan Umar menjabat sebagai khalifah kondisinya tertib, namun saat Utsman dan engkau yang menjadi khalifah kondisinya kacau? Jawab Ali: “Karena saat Abu Bakar dan Umar menjadi khalifah, mereka didukung oleh orang-orang seperti aku dan Utsman, namun saat Utsman dan aku yang menjadi khalifah, pendukungnya adalah kamu dan orang-orang sepertimu” (Syadzaraat Adz Dzhahab 1/51).
“Apabila Allah menghendaki kebaikan bagi suatu kaum maka dijadikan pemimpin-pemimpin mereka orang-orang yang bijaksana dan dijadikan ulama-ulama mereka menangani hukum dan peradilan. Juga Allah jadikan harta-benda ditangan orang-orang yang dermawan. Namun, jika Allah menghendaki keburukan bagi suatu kaum maka Dia menjadikan pemimpin-pemimpin mereka orang-orang yang berakhlak rendah. DijadikanNya orang-orang dungu yang menangani hukum dan peradilan, dan harta berada di tangan orang-orang kikir.” (HR. Ad-Dailami).
Dapat disimpulkan bahwa sistem kepemimpinan Islam selalu mengedepankan persamaan hukum diantara semua warga. Hukum yang berbasis keadilan, persamaan, mengupayakan kepentingn-kepentingan Rakyat, mejaga urusan Agama dan keduniaan mereka, serta bebagai persoalan masyarakat lainnya.
III. PENUTUP
A. Kesimpulan
- Kepemimpinan islam adalah prihal atau cara-cara memimpin, mengatur, mengarahkan umat/ rakyat yang sesuai dengan Syariat Islam. Yang secara garis besarnya bertujuan memelihara agama Islam dan tercapainya kesejahteraan dunia dan akhirat.
- Keberadaan pemimpin dalam islam adalah untuk mencari Ridha Allah Swt dan menegakkan Agama, bukan untuk menegakkan derajatnya atau untuk kepentingan-kepentingan duniawi dan mendapatkan posisi yang istimewa disisi pemimpin. Dan ini merupakan deskripsi Umum tentang kepemimpinan Islam
B. Saran
- Perlunya analisa lebih mendalam lagi tentang masalah kepemimpinan dalam islam agar dapat mengetahui apa kekurangan dan kelebihannya.
DAFTAR PUSTAKA
Bahreisy, salam H. Al -Lu’lu’ wal marjan. Surabaya : PT. bina ilmu. 1980.
Supardi, Al -Qur’an Hadits. Surakarta : Pustaka Piatama, 2004
Aunur Rohim Fakih, dk, Kepemimpinan Islam,Yogyakarta,UII Press, 2001
Nawawi Hadari, Kepemimpinan menurut Islam, Yogyakarta, Gadjah Mada University Press, 1993.
Riberu, Dasar Dasar Kepemimpinan, Jakarta : Pedoman Ilmu Jaya, 1992.
Ahmadi, Sofyan, Islam on Leadership, Jakarta : Lintas Pustaka, 2006
Achyar, Zein, Prophetic Leadership Kepemimpinan para Nabi, Bandung, Madani Prima, 2008.
Bachrub Rangkuti, Kepemimpinan Muhammad Rasulullah, t.p.
Mochammad Teguh, dkk., Latihan Kepemimpinan Islam Tingkat Dasar, UII Press, Yogyakarta, 2001.
Imam Mujiono, Kepemimpinan dan Keorganisasian, UII Press, Yogyakarta, 2002.
Majalah Risalah, Konsep Dasar al-Khilafah NO.2 TH 44 MEI 2006.
http://taufiqsuryo.wordpress.com,prophetic-leader-sebuah-konsep-kepemimpinan-dalam-islam/,2016
Agus Sunaryo, “Simbolisme dan Essensialisme Kepemimpinan (Kajian Fikih Siyasah Tentang Sosok Pemimpin Ideal Menurut Islam),”dalam AKADEMIKA, Vol. 19, No. 01, 2014
You got a 2.46% upvote from @getup
Want to promote your posts too? Send at least 0.005 STEEM DOLLAR or STEEM (max 0.025) to @getup with the post link as the memo and receive a upvote! More profits? 100% Payout! Delegate some SteemPower to @getup
1 SP, 5 SP, 10 SP, custom amount
► ► For Resteem to over 1400 follower + Upvote from @getup send 0.026 SBD with the post link as the memo.