Sungguh elok segala ucapkan tebar pesona para elit politik lewat visi-misinya dipublikasikan melalui iklan-iklan poster atau baliho terpancang dan terpampang di belahan negeri ini pada sudut-sudut kota yang dianggap strategis dan pas menurut mereka agar publik melihat nyaris terdengar.
Bahkan baliho tersebut telah melanggar etika karena ditempel pada fasilitas umum seperti pada pagar meunasah atau pagar masjid tergantung pada kawat kawat listrik dan sebagainya.
Itu dilakukan sebagai kampanye media informasi dan komunikasi formal juga menelan biaya operasional harganya sangat lumayan besar terserap sebagai politic comunication cost.
Itu dilakukan sengaja atau tidak jelas, secara islam telah berlebihan sangat eforia justrus malah dilarang, seandainya uang biaya iklan sebesar itu apa salahnya disuit untuk biaya sosial anak yatim dan fakir miskin setidaknya bila tidak menang pun pihak calon pahalanya mengalir padanya misalnya seperti itu.
Tapi kenyataannya selama ini tidak seperti itu dilihat dari hasil selama kamuplase semu tanpa bukti setelah semua itu tercapai rakyat dijadikan sebagai rakit setelah sampai tujuan rakit pun tertinggal hanyut hilang entah kemana tanpa arti lagi.
Dalam dunia politik itu sah-sah saja tapi sangatlah sederhana penilaiannya. Bila dilihat dari awal politik Orde Baru 35 tahun berkuasa di negeri ini diprakarsai oleh dominan Partai Golkar telah gagal membawa republik ini ke arah jurang kehancuran paling dalam.
Dimana kini Lahirnya berbagai jenis partai tidak lebih hanya melanjutkan keterpurukan yang telah dilakukan oleh Golkar tempo dulu telah mendarah daging melekat dalam jiwa perilaku rakyat Indonesia sampai ke Aceh.
Sekalipun ini telah merubah kepada Sisi demokrasi korup dan perilaku tindakan kebijakannya pun terbias ke penjuru publik lainnya.
Lihatlah para pengelola negara sekarang perilakunya tidak jauh beda pada masa orde baru Bukankah mereka sekarang melanjutkan pola nenek moyangnya Soeharto dulu di mana mereka sebagai cucunya generasi penerus bangsa ini indikatornya korupsi.
Sekarang jauh lebih halus dan canggih daripada Soeharto dulu dan secara terang-terangan kita lihat di media massa tersorot tapi tetap tumbuh subur tanpa ganti atau dengan kata lain di era reformasi hanya menjatuhkan simbol orde barunya saja.
Yaitu Soeharto sementara sekarang dilanjutkan pola tersebut oleh Soeharto-Soeharto kecil lainnya tidak kalah dengan nenek moyangnya Soeharto dulu kongkritnya partai tumbuh sekarang hanya bajunya saja beda tapi isi bungkusan di dalamnya tetap model lama dipoles lebih cantik lagi sama tapi tidak serupa atau sebaliknya diwarisi saat ini.
Reformasi juga telah gagal menyelamatkan republik ini dan telah gagal visi-misinya tercecer di persimpangan jalan kenapa hal ini bisa terjadi jawabannya sangatlah sederhana karena reformasi pun diboncengi atau ditumpangi oleh pola dedengkot Orde Baru telah terdidik sejak lama di dalam tubuh perilaku Tokoh Reformasi itu sendiri.
Hanya saja kita tidak sadar tentang hal itu dan tidak tahu sejauh itu juga terasuki dalam jiwaB tokoh-tokoh Aceh sekalipun dewasa ini telah bersembunyi dibalik partai selain Golkar muncul hari ini.
Dalam dunia politik itu sah-sah saja tapi sangatlah sederhana penilaiannya bahwa sahabat atau seindah apapun ucapannya dilihat publik adalah sudah seiramakah antara ucapan dan tindakan sebagai pohon hasil lahirkan dirasakan oleh publik itu sendiri.
Artinya sukses tidaknya seorang pemimpin publik hanya dilihat pada realisasi atau implementasi hasil dilapangan. Para pemain politik hari ini telah gagal membawa perubahan ke arah yang lebih baik terhadap republik ini baik perubahan pada dirinya atau kepada publik lainnya.
Zaman telah berubah sangat cepat tapi sistem negara masih sangat lambat tetap pola orde baru partai di era reformasi telah banyak tapi di dalam jiwa tubuh pelakunya tetap golkar. republik ini sangat kaya dan indah tapi rakyatnya tetap miskin dan sistem negaranya tetap buruk, negara ini menganut sistem demokrasi tapi pola negara tetap bergaya otoriter, negara ini walau presidennya berangkat dari sipil tetap kekuasaan tertinggi dikendalikan oleh militer.
Sama seperti di Aceh walaupun pernah ada organisasi GAM (Gerakan Aceh Merdeka) konon sekarang beralih kepada KPA atau Partai PA tapi perilaku mereka tetap berdaya militer RI karena mereka juga belajar dari pola TNI juga sama-sama menakutkan rakyatnya sendiri itu telah menjadi tradisi tak bisa dihilangkan lagi dengan mudah dalam tindakan kehidupannya sehari-hari.
Para elit politik obral janji segala macam tebar pesona jual Citra baik tergoda nya rakyat Awam setelah berkuasa semua aspirasi rakyat terbungkam hati kecil rakyat pun luka kecewa. tetapi Terpendam manajemen birokrasi Aceh seperti manajemen kucing hitam.
Bergaya Hukum Rimba kaum kuat sasarannya kaum lemah diterkam kondisi politik Aceh selama ini Laksana api dalam sekam pengaruh era globalisasi kompetisinya sangat cepat dan tajam sekalipun dikala jumpa saling berjabat tangan dan memberi salam.
Siapa tahu dalam hati kecilnya masih tersimpan dendam orang-orang lebih takut kepada TNI atau POLRI dan GAM ketimbang takut kepada Tuhan sang pencipta alam.
Tak lama lagi Nanggroe Aceh akan tenggelam Karena sarat korupsi dan pelanggaran HAM hutan rimba selalu ditebang terjadilah 1001 bencana alam benar atau salah begitulah kenyataannya siang dan malam.
Ok
Mantap , sedikit kurang tidak ada poto.