Alat Musik tradisional Aceh (Rapa'i)

FB_IMG_1525275789243.jpg
RAPAI adalah alat musik perkusi tradisional Aceh yang termasuk dalam keluarga frame drum, yang dimainkan dengan cara dipukul dengan tangan tanpa menggunakan stick. RAPAI sering digunakan pada upacara-upacara adat di Aceh seperti upacara perkawinan, sunat rasul, pasar malam, mengiringi tarian, hari peringatan, ulang tahun dan sebagainya, dan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Aceh baik secara filosofïs atau kultural. Rapai berperan mengatur tempo, ritmik, tingkahan, gemerincing serta membuat suasana menjadi lebih hidup dan meriah. Alat itu mendukung chorus (melodi) dari Serune Kalee atau buloh merindu (alat tiup berinterval nada diatonis).

Ada pepatah yang sering terdengar berisikan “peunajoh timphan, piasan rapai” yang artinya makanan khas orang Aceh adalah timpan (sejenis kue dari bahan tepung beras di dalamnya berisi kelapa dan gula aren, atau berisi sarikaya/aso kaya telur, dibungkus dengan daun pisang muda dan dikukus), kemudian piasan rapai yang diartikan sebagai alat musik hiburan adalah rapai.

Berdasarkan naskah syair yang dinyanyikan bersama RAPAI, alat musik pukul ini berasal dari Syeh Abdul Kadir Jailani, ulama besar fiqih dari Persia yang hidup di Baghdad dari tahun 1077 hingga 1166 Masehi ( 470-560 Hijriah). Syair itu menyebut (dalam bahasa Indonesia):

Dilangit tinggi bintang bersinar
Cahaya bak lilin memancar kebumi
Asal rapai dari Syeh Abdul Kadir
Inilan yang sah penciptanya lahir kebumi.

Rapai dibawa oleh seorang penyiar Islam dari Baghdad bernama Syeh Rapi (ada yang menyebut Syeh Rifai) dan dimainkan untuk pertama kali di Ibukota Kerajaan Aceh, Banda Khalifak (sekarang Gampong Pandee, Banda Aceh) sekitar abad ke-11.

Rapai dimainkan secara ensemble yang terdiri dari 8 sampai 12 orang pemain yang disebut awak rapai dan disandingkan dengan instrumen lain seperti serune kalee atau buloh merindu. Permainan dari ensemble Rapai tersebut dapat menjangkau pendengaran dari jarak jauh akibat gema yang dipantulkannya dan tidak memerlukan microphone untuk setiap penampilannya bahkan pada malam hari di daerah pedesaan bisa mencapai pendengaran dari jarak 5-10 km.

Jenis rapai yg kami mainkan umumnya Rapai yg berasal dari kabupaten Bireuen yaitu Rapai penggabungan antara dua jenis rapai yaitu :

Rapai gerimpheng dilakukan secara duduk. Dimulai dengan memberi salam, lalu menjuruskan tangan kedepan, melenggokan badan kesamping kiri dan kanan secara serentak, kemudian peh (pukul) rapai untuk mengiringi ratoih (lagu).

Rapai pulot awalnya dimulai dengan ratoih (lagu) sebagai salam perkenalan, kemudian dilanjutkan dengan penampilan akrobatik dan keahlian membentuk lingkaran bersambungan antara sesama para pelakunya. Mereka melakukan gerakan-gerakan jungkiran meliuk-liukkan badan, membentuk permainan tali, dan kemahiran
senam.
Dari penggabungan kedua jenis itulah menjadi sebutan rapai jenis pulot grimpheng yg di dalamnya terdapat tingkah/pukulan dan tari.
Sekian,

Sort:  

Hi! I am a robot. I just upvoted you! I found similar content that readers might be interested in:
http://musik.or.id/mengenal-alat-musik-rapai/

Congratulations @hendrazuwanda! You received a personal award!

Happy Birthday! - You are on the Steem blockchain for 1 year!

Click here to view your Board

Support SteemitBoard's project! Vote for its witness and get one more award!

Congratulations @hendrazuwanda! You received a personal award!

Happy Birthday! - You are on the Steem blockchain for 2 years!

You can view your badges on your Steem Board and compare to others on the Steem Ranking

Vote for @Steemitboard as a witness to get one more award and increased upvotes!