ACEHNOLOGI ''SISTEM KEBUDAYAAN ACEH'' (VOLUME III: Bab 25)

in #acehnologi6 years ago

Pada kali ini saya akan mereview buku acehnologi tentang sistem kebudayaan aceh, orang Aceh selalu memfungsikan islam di dalam kehiduapan mereka, oleh sebab itu mereka menganggap untuk diri sendiri, mengetahui diri, arah diri, posisi diri, menampakan diri, perlu pendalaman islam, mulai dari syariat, hakikat. Orang Aceh sering menyebut saya dengan lon, adapun keberadaan dapat diartikan dengan ‘’na’’keberadaan saya dapat diterjemahkan dengan ‘’na lon’’ dan masih banyak juga bahasa Aceh lainnya,
Dari kata kenal (turi) di atas, tampak bahwa proses untuk memahami aspek kosmos ternyata sudah terbangun di dalam pemikiran orang Aceh tempoe doeloe. Gagasan ini tentu saja tidak lagi menjadi faktor penting, setelah pemikiran hamzah fansuri dilenyapkan di Aceh. Akan tetapi proses mengenali diri ini masih menjadi studi favorit dibeberapa kalangan. Dalam mengartikan makna seimbang, masyarakat Aceh selalu memiliki budaya untuk timang (sejajar) atas apapun yang akan diperuntuhkan, seperti setiap menyeimbangkan hubungan manusia dengan tuhan dan alam, maka saat tidak dapat diseimbangkan orang Aceh kembali ke haba peingat hasil dari nasihat dan saran dari endatu. Mangat merupakan istilah orang Aceh membiasakan diri tidak tergantung kepada materi nominal, namun tetap untuk beureukat (berkah). Orang Aceh dalam bab ini dalam membangun kebudayaan adalah turi droe (kenali diri), adapun prosesnya adalah mengenali saya yang ada pada diri mereka sendiri. Kemudian seperti haba peuingat sering kita dengar pada orang tua yang mengingatkan anak yang lebih muda ketika sudah melakukan kesalahan maupun sebelum melakukan kesalahan. Haba peuingat ini lalu dikembangkan menjadi seni, seperti halnya hikayat, dakwah dan lain-lain sebagainya. Didalam dakwah maupun hikayat biasanya membicarakan apa yang menjadi larangan , agar masyarakat tidak melakukan larangan tersebut atau sebagai pengingat bagi masyarakat Aceh, sedangkan seimbang didalam bahasa Aceh dikenal dengan bahasa timang.
Namun yang kita lihat kebalikan dari itu semua, bahwa dalam budaya Aceh sering dihubungkan dengan nuansa islam, tidak mengganggu alam, dan dapat menjalin kekerabtan antar sesama. Biasanya orang Aceh melaksakan kebudayaan Aceh cenderung dilakukan secara bersama-sama, dalam masyarakat Aceh syukur yang berupada khanduri pasti orang-orang Aceh mengatakan pajoh mangat yang berarti mereka bersyukur. Disinilah muncul kesadaran masyarakat untuk memberikan makanan tersebut kepada siapapun, seperti tamu undangan. Kebanyakan orang Aceh ditepi laut mempunyai kemampuan untuk berfikir untuk melakukan rekayasa sosial. Proses kekuatan laut Aceh perlu dipertahankan.