Kubah Kayu Legendaris dan Khas Dari Aceh

in #aceh7 years ago (edited)

image
Hai steemian, gambar diatas adalah kubah masjid At-Taqarrub Trienggadeng. Foto tersebut saya ambil dari rooftop sebuah toko di pasar Trienggadeng, beberapa pekan sebelum masjid itu roboh akibat gempa bumi Pidie Jaya akhir tahun 2016.

Kubah kayu seperti ini sepenuhnya mengadopsi model lama pada masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh. Dalam skala ukuran kubah masjid At Taqarrub pun hampir berukuran sama dengan kubah Baiturrahman. Sepengamatan saya, sebelumnya kubah kayu besar model ini juga pernah memahkotai masjid Baiturrahim Lhoksukon yang telah dibongkar pada tahun 2005.

Kubah kayu semacam ini jarang kita temui pada arsitektur masjid di luar Aceh. Namun pada saat ini sebagian besar masjid yang direkonstruksi ulang di Aceh pun telah meninggalkan kayu sebagai bahan utama kubahnya. Kelangkaan kayu dan model kubah yang dianggap telah ketinggalan zaman membuat masyarakat Aceh kini memilih menggunakan material beton, enamel, logam dan terakhir yang sedang trend adalah campuran beton dan serat kaca GRC.

Begitupun adanya masih bertahan beberapa masjid lama di Aceh yang tetap mempertahankan kubah kayu yang legendaris ini. Beberapa diantaranya memiliki kubah kayu yang cukup besar dan sangat menonjol. Saya ingat beberapa masjid yang saya sebutkan dibawah ini.

Di Aceh Utara ada Masjid Bujang Salim di Pasar Krueng Geukueh dengan jumlah terbanyak tiga buah kubah, Jamik Syamtalira Bayu, Ubudiyah Punteut, masjid Nibong, dan lain-lain. Di Bireun ada masjid Jamik Al-Ikhlas Tufah Jeunieb dan masjid di kota Matang Geuleumpang Dua. Di Pidie kita temukan kubah kayu bertengger dengan gagah di masjid Abu Beureueh di Beureunuen, masjid Sanggeue, masjid Kota Bakti Lamlo dan banyak lagi lainnya. Sementara di Banda Aceh dan Aceh Besar kubah kayu ada di masjid Abu Indrapuri, Al Fitrah Keutapang Dua, Jamik Silang Rukoh, Rahmatullah Lampuuk, dan lain-lain.

Saya termasuk mengagumi kubah masjid dari kayu seperti ini. Alasan kekaguman saya adalah pada warna hitam gagaknya yang alami. Warna ini merupakan warna favorit saya. Selanjutnya pada kayu sirip papan yang awet meskipun telah puluhan tahun diterpa hujan dan panas matahari. Terakhir saya paling merasa takjub dan salut pada ketelitian dan kecermatan tukang yang membangun kubah kayu ini. Ini salah satu keahlian hebat yang dimiliki tukang kayu Aceh di masa lampau. Tidak mudah membangun sebuah konstruksi berat di ketinggian dengan ketepatan perhitungan yang presisi untuk mendapatkan bentuk sempurna sebuah kubah.

Saat ini mungkin keberadaan para tukang ahli kubah kayu telah tidak ada lagi di Aceh. Bakat ini telah punah seiring perubahan selera terhadap arsitektur khas ini ditengah masyarakat. Sekaligus mungkin ini adalah akibat langsung dari faktor kelangkaan kayu berkualitas dari rimba Aceh. Ternyata kerusakan hutan telah berdampak besar pada makhluk hidup baik di hutan maupun di desa dan kota. Termasuk menguburkan karya besar dibidang pertukangan yang diwariskan oleh para ahli pembangn kubah kayu.

Untuk pembangunan kubah masjid modern di Aceh sekarang ini mayoritas dikerjakan oleh tukang dari luar Aceh. Bahkan untuk bahan populer beton GRC, setahu saya hampir seluruhnya dikerjakan oleh pekerja terampil yang datang dari Pulau Jawa. Lagi-lagi kita di Aceh hanya berpuas diri menjadi sebagai penonton.