Makanan Orang Demam

in #aceh7 years ago

Apa kabar Steemian semua malam ini?
Adakah yang sedang dilanda flu berulang seperti saya?
Mudah-mudahan tidak. Semoga sehat wal'afiat semuanya. Aamiin.

By the way, saya punya selera tersendiri jika sedang dilanda sakit. Sakit apa saja. Maag, demam berat sampai divonis dokter sebagai gejala types, atau 'sekedar' menggigil dengan bersin-bersin terus, kepala berat dan hidung meler bersebab flu seperti sekarang.

Menurut Kak Salma yang sempat membersamai keluarga kecil kami selama enam tahun di Tanoh Gayo ini, jika saya sudah menginginkan makanan 'aneh' tertentu, tandanya saya sudah akan sembuh. Awalnya saya tidak menyadari kondisi ini -ingin makanan tertentu setelah sakit beberapa hari lalu sembuh- sampai Kak Salma menyatakannya. Tapi setelah saya ingat-ingat, memang benar demikian. Ah, jadi kangen beliau deh.

Sejauh ingatan saya mundur ke belakang, pengalaman pertama ingin makanan tertentu menjelang sembuh itu saya alami pertama kali saat kuliah semester 3. Pertama sekali saya mengerang sebab sakit maag. Tidak sampai dirawat ke rumah sakit. Masyarakat di Kampung kami rata-rata cukup serasi dan mudah sembuh hanya dengan memanggil Cut Dek, panggilan sehari-hari oleh tua-muda di Kampung kami untuk seorang mantri kesehatan yang sehari-hari bertugas di Kesdam. Beliau akan datang dan memeriksa kami di rumah. Saat Cut Dek datang dan memeriksa saya waktu itu, beliau mewanti-wanti keras saya harus menjauhi segala makanan pedas. Alamaak... Bagaimana pula saya makan tanpa rasa pedas-pedas itu?

Tapi begitulah. Demi cepat sembuh, saya patuhi dan makan apa yang disediakan mak khusus hanya untuk saya. Jangan tanya di mana enaknya. Sama sekali tidak berasa apa-apa di lidah saya.

Lalu suatu hari, entah bagaimana, saya katakan pada keluarga saya sangat ingin makan nicah a.k.a lincah dalam dialeg bahasa Aceh di wilayah lain. Maknanya rujak bumbu ulek sederhana. Tepatnya, saya sangat ingin makan nicah boh mamplam (rujak mangga). Mak memarahi saya. Asam campur pedas untuk yang sedang dalam masa pemulihan sakit maag. "Tidak!" Tegas Mak.

Apalah daya, saya sangat-sangat super duper ingin. Semacam menjadi keinginan terakhir jika tidak dipenuhi saat itu juga. Akhirnya, setelah debat sana-sini. Berhasil jugalah saya menikmati nicah boh mamplam hari itu. Tidak lama setelah nicah itu masuk ke perut saya, dapat diduga, saya muntah-muntah lagi seperti hari pertama sakit. Mak marah-marah. Tapi besoknya saya benar-benar sembuh. Bahkan tidak perlu rebahan lagi di tempat tidur.

Demikian berulang ketika saya menderita sakit agak berat. Melulu tentang makanan pedas dan asam. Saat divonis gejala tipes pasca melahirkan anak pertama dulu, saya meminta dibelikan mie goreng super pedas di warung Simpang Ilie pada suami. Harus di warung itu. Tidak boleh di tempat lain. Besoknya, saya juga berangsur-angsur pulih. Lalu beberapa kali di Takengon, saat saya tinggal bersama anak-anak ditemani Kak Salma saja, sedangkan suami dan keluarga lain semua di Banda Aceh. Berkali-kali ketika saya sakit, saya minta dibuatkan asam jawa yang diulek dengan cabe rawit, garam dan sedikit gula, lalu saya makan begitu saja. Beberapa hari yang lalu, saat demam akibat flu pertama mendera saya dalam pekan ini, mie instan super pedas yang saya minta dibuatkan pada suami.

Nah, malam ini spesial. Entah karena secara kondisi saya sadar bahwa suami juga sudah melemah akibat kami bergantian sakit, atau entah kenapalah pastinya, saya turun dapur sendiri, mengatasi bersin-bersin dan hidung meler dengan berulangkali ke kamar mandi, membuat menu 'makanan aneh' sendiri.

Menu ini saya idam-idamkan sedari sore. Tapi kondisi tidak mengizinkan saya bersegera mengeksekusi bahan di dapur. Faqih belum sempurna pulih, sedangkan suami dan anak sulung kami masih ada urusan di kota. Jadilah saya bersabar. Usai shalat maghrib, barulah saya leluasa ke dapur. Dan... Voila! Inilah penampakannya.

P_20180315_223901.jpg

Ketika menu ini dicicipi oleh suami, beliau serta merta mengatakan "Dek, enak pake banget! Catat resepnya. Harus pas seperti malam ini."

Well, sekalian saja saya jadikan tulisan, hehehe.

Padahal awalnya, skenario menu yang tersusun di kepala saya adalah membuat sambai kareng (sambal teri) dengan cabe rawit, bawang merah, sedikit asam sunti yang akan dipertajam rasa asamnya dengan perasan jeruk nipis. Sungguh menggugah selera. Saya merencanakan juga sekalian merebus labu siam dan oyong (gambas) yang tersedia di kulkas sebagai lalapannya. Tak dinyana, sesaat setelah menginjak dapur dan membuka kulkas, lalu melihat ikan di dalamnya dan lemon, pikiran saya berubah. Serta-merta terpikir membuat sambal pedas dari ikan saja dengan perasan lemon.

Resep selengkapnya adalah:

tiga potong daging ikan tongkol, goreng, suwir-suwir, sisihkan.

Bumbu:

5 buah cabe rawit panca (di Takengon dikenal pula dengan sebutan cabe bencong).
satu siung kecil bawang putih
satu siung bawang merah
5 buah tomat ranti a.k.a tomat cherry
1/4 buah jeruk lemon
garam secukupnya

Cara membuat :

ulek kasar bawang merah, bawang putih, cabe dan tomat ranti dengan garam secukupnya. Masukkan suwiran ikan, aduk rata. Kemudian peras jeruk lemon di atasnya. Aduk rata sekali lagi. Sajikan dengan nasi putih panas.

Saya bahkan lupa merebus sayuran sebagai pelengkapnya 😅

P_20180315_223942.jpg

Sort:  

Jd lapeeeer 😅😅😅

Eh, buku sdh kk titip kemarin yaa... Diterima oleh Sari.

Makan yuuuk 😊

salam kenal kak Wah enak niih kayaknya, mau dong kak!!!

Salam kenal kembali 😊