SEBAGAI fans –istilah untuk pendukung sebuah klub sepakbola, tidak ada hal lain yang diharapkan selain klub yang dicinta itu selalu bermain bola bagus, menang tiap laga pertandingannnya, kemudian di penghujung musim meraih banyak trophi atau piala. Cuman itu, tak banyak.
Kalaupun seandainya klub kesayangan atau yang didukung itu gagal bermain bagus dalam sebuah pertandingan atau kalah, maka sebagai fans klub tidaklah pula kami mencaci maki. Meskipun dalam hatinya ada banyak kata sumpah serapah yang mengganjal. Tapi ya begitulah etika sebagai fans yang kami anut.
Beda ceritanya kalau fans karbitan --mereka yang mengaku fans saat waktu tertentu saja-- dimana saat klub yang didukungnya itu menang dia girang bukan kepalang, namun saat klub yang dicintainya kalah maka dia sembunyi dan terdiam di sudut ruangan warung kopi.
Nah, dilingkungan tempat tinggal saya, Bluek Wakheuh*, terdapat banyak sekali warga yang menggandrungi dunia sepakbola. Termasuk saya. Saya juga sangat menggandrungi dunia sepakbola, meskipun jika disuruh bermain bola, jangankan untuk menggiring atau mengocehnya, menendang lurus ke gawang pun saya tak bisa. Itulah hebatnya saya.
Menyambut laga semifinal Champion legs 2 yang telah selesai di tiga tiga hari yang lalu, antara Real Madrid vs Bayern Munchen, kami sebagai fans Real madrid yang bermastautin di Bluek Wakheuh membuat semacam hiburan bersama yaitu, bakar-bakaran. Yang kami bakar bukanlah rumah orang, rumah ibadah, atau rumah belajar –seperti yang terjadi di era awal tahun 2000 dimana banyak sekolah-sekolah dibakar oleh mereka yang juga kita tidak tahu siapa.
Akan tetapi yang kami bakar adalah ayam. Kami membeli sebanyak 6 ekor ayam, dimana dananya terkumpul dari hasil meuripee (menabung) seikhlas mungkin. Ikhlas tapi ada patokannya, minimal 10.000 rupiah. Begitu.
Saya yakin kenapa ini mesti ditentukan demikian, itu tujuannya agar tidak ada yang memanfaatkan kata ikhlas dengan cara mita kieh dan akhirnya uang yang disumbang adalah lambang kapten Pattimura (on cap parang).
Lalu, singkat cerita, setelah melakukan prosesi pembakaran dan melewati semua tahapannya, mulai dari ayamnya kami potong-potong dengan selera yang pas, lalu disucikan sesuai kaidah syariahnya, dan kemudian dipanaskan diatas bara api, barulah ayam itu kami makan.
Kebetulan juga, seperti telah disetting waktunya, ayam pun matangnya pas menjelang laga pertandingan dimulai. Dan langsung saja dengan semangatnya kami menikmati semua jalan pertandingan antara Real Madrid vs Bayern Munchen dengan semangat.
Dan Alhamdulillah, sebagai fans, kami sangat merasa senang. Karena klub yang kami dukung (Real Madrid) berhasil menampilkan permainan indahnya dan keluar sebagai pemenang di laga tersebut.
Akhirnya, Real Madrid, untuk ketiga kalinya secara berturut-turut berhasil merangkak ke laga final yang nantinya bertemu dengan klub kebanggaan sebahagian besar warga Liverpool, yaitu Liverpool. Sepertinya Liverpool perlu membawa karung atau keranjang kawan-kawan. Soalnya yang ditantang adalah rajanya Eropa. #nyanban
Sabtu, 05 Mei 2018 II @emsyawall
begitulah, kalah menang tetap bersama dengan klub yang didukung, postingan yang mantap 👍👍👍
sedikit koreksi, London kota markasnya Arsenal, Chelsea, Spurs dll.
Terimakasih bg @yulismal. Inilah yang sy harapkan jika ada kekiliruan mohon dikoreksi, agar pesan yang hendak kita sampaikan tidak keliru
sudah sy rubah lgi
Nyanban! Ons cap parang sumbangan.. mangat that measap sampe kenoe😃
Kalau on cap Soekarnoe boleh lah, ini on cap parang. Kan kita udah ga hidup di zaman perang dan parang lagi.
Kan gitu kan kak @rahmayn hihi
Yang pengting ikhlas 😅
The streets will flow with the blood of the non-believers...
What do you mean mr @cornholio ...